19 September 2013

Movie Review: 2 Guns (2013)


Buddy cop film selalu mudah untuk tampil menyenangkan, selama anda tidak menaruh ekspektasi yang sangat tinggi. Bad Boys, The Other Guys, 21 Jump Street, hingga yang terbaru The Heat, mereka bukan kemasan yang pintar namun telah membuktikan mampu menarik dan memperoleh cinta dari para penonton. Sama halnya dengan 2 Guns, tidak ada ekspektasi yang begitu tinggi, hanya berharap mendapatkan sebuah tontonan yang berisikan kebodohan yang tidak terlalu bodoh, namun justru memberikan sebuah kejutan dalam bentuk kombinasi aksi dan komedi yang mumpuni.

Robert "Bobby" Trench (Denzel Washington), gagal melakukan transaksi dengan seorang raja drugs terkenal bernama Papi Greco (Edward James Olmos), yang mengakibatkan dirinya bersama Michael Stigman (Mark Wahlberg) ditangkap oleh U.S. Customs. Kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan bukti kuat yang dapat menjadi alat untuk menangkap Greco, Jessup (Robert John Burke), atasan Bobby, memerintahkan ia untuk menyamar dan masuk kedalam proyek Stigman yang sedang berupaya untuk merampok $ 3 juta milik Greco, dengan harapan hal tersebut dapat mereka manfaatkan kembali sebagai alasan untuk menangkap Greco.

Celakanya masalah yang menyangkut Greco tidak hanya berputar di dua arah. Hadir Deb Rees (Paula Patton), kekasih Bobby yang menebar rasa ragu, kemudian Quince (James Marsden), komandan Stig yang meminta ia untuk membunuh Bobby sehingga uang curian tersebut dapat mereka manfaatkan dalam operasi rahasia Angkatan Laut. Ya, ini yang kemudian melahirkan sebuah petualangan yang dipenuhi ikatan bromance yang saling menaruh curiga, punya tujuan yang sama namun berada dalam misi yang berbeda, belum lagi upaya mereka untuk menghindar dari Earl (Bill Paxton), seorang tentara bayaran yang bersama pasukannya terus mengikuti jejak Bobby dan Stig.


Tidak ada formula baru yang digunakan oleh Baltasar Kormákur dalam membangun cerita yang disusun oleh Blake Masters ini, masih ada butiran peluru, aksi kejar mobil, dan kisah pemanis seperti menjadi pahlawan untuk menyelamatkan orang yang dicintai. Lantas apa yang sebenarnya menjadikan cerita yang sesungguhnya sederhana namun dibentuk menjadi sangat rumit ini sehingga dapat tampil menjadi menarik? Yap, dibalik narasi yang rumit, plot yang berputar-putar dengan beberapa tipuan kecil, 2 Guns ternyata mampu memberikan apa yang anda cari dari sebuah film buddy cop, bodoh, lucu, sedikit intens, saling bahu membentuk kombinasi yang sulit untuk untuk di berikan label gagal.

Memang predictable, bahkan dari trailer yang ia lemparkan saja 2 Guns sudah menggambarkan secara garis besar apa yang akan terjadi, yang untungnya terselamatkan karena Kormákur yang pintar dalam memainkan dinamika cerita. Petualangan sederhana itu perlahan mulai berubah menjadi meyakinkan, bagaimana aksi saling menyamar dengan bendera DEA hingga CIA itu menjadikan anda terus menaruh rasa penasaran, dan anehnya juga sedikit warna waspada pada kemungkinan saling mengkhianati yang nafasnya terus dijaga dengan baik oleh Wahlberg dan Washington.

Sedikit berantakan memang, namun saya suka pada cara Baltasar Kormákur membentuk arena show-off bagi dua karakter utama untuk menjadikan karakter mereka membantu mengembangkan cerita, tidak menggunakan durasi yang begitu besar untuk mengembangkan karakter, penggunaan sisi unik seperti mengedipkan mata kepada pelayan, hingga penggunaan topi dengan gigi emas, kemudian balut bersama aksi saling ejek, 2 Guns mampu menciptakan cukup banyak momen menyenangkan. Sayangnya, itu lebih dikarenakan karakteristik dari dua tokoh utama, karena diluar itu sepertinya ada koneksi yang terputus antara cara Kormákur membangun cerita dengan materi yang diberikan Blake Masters.


Komponen dan susunan cerita yang dimiliki oleh 2 Guns seperti menunjukkan bahwa ia memiliki kekuatan yang lebih besar pada sisi serius, dari kisah yang rumit dengan kehadiran beberapa belokan, namun Kormákur sendiri seperti ingin menaruh fokus pada sisi bromance dua tokoh utama dengan paduan warna sarkasme. Ini kerap kali terlihat tidak match pada beberapa bagian, terutama di paruh pertama di mana saya memperoleh sleepy moment selama hampir 15 menit. Terasa nanggung, Kormákur seperti ingin meminimalisir unsur drama hampir sepanjang film dalam upaya untuk menjadikan kisah ini terasa ringan, namun memberikan dampak negative kepada dua unsur utama tadi ketika mereka harus beraksi.

Penempatan yang diberikan memang apik, ia mampu serius disaat yang tepat, dan tampil lucu di momen yang juga tidak pernah salah, namun mereka saling menghambat, menjadikan tidak adanya tawa skala besar, hanya senyum kecil sembari bergumam “itu lucu”. Beberapa lelucon juga sedikit ofensif, contohnya mungkin yang paling kuat yaitu salah satu joke berbahaya berlatarkan gurun dengan tema ras yang begitu kental. Yap, hal itu tidak masalah bagi saya, namun ternyata memberikan efek cukup besar bagi beberapa penonton lain yang setelah itu mulai mencemooh cerita, walaupun punya kesempatan yang cukup besar untuk dimaafkan dengan keputusan ia menyajikan bagian penutup yang intens dan menghasilkan klimaks mumpuni.

Chemistry antara Wahlberg dan Washington juga cukup banyak menolong. Washington yang ditempatkan di baris terdepan mampu mengendalikan karakternya, ringan namun tidak melunturkan karisma yang ia miliki. Sedangkan Wahlberg seperti semakin click dengan karakter lucu, sanggup menjadi mitra yang solid bagi Washington, tapi tidak menjadikan anda melupakan misi yang ia bawa. Paula Patton tampil mengecewakan, terutama pada fungsi ia sebagai opsi lain yang seharusnya mampu menguatkan kompleksitas cerita. Scene stealer menjadi milik Bill Paxton.


Overall, 2 Guns adalah film yang cukup memuaskan. Jika anda tidak mencari hiburan yang sangat megah, anda mungkin tidak akan begitu kecewa. Buddy cop, bromance, interaksi yang terus menebar ketidakpercayaan, mampu menyajikan pertanyaan yang dibarengi bersama kombinasi adegan aksi dan komedi yang ringan. 2 Guns akan menjadi sebuah hiburan yang besar bagi mereka yang sejak awal tidak mengharapkan akan mendapatkan tontonan yang besar dan pintar, karena hanya beberapa minus minor di bagian cerita yang mengganggu. Tidak buruk, tapi juga tidak special.



0 komentar :

Post a Comment