26 June 2013

Movie Review: White House Down (2013)


Simple is better. Kalimat itu juga berlaku untuk industri film, apalagi ketika sudah mulai berurusan dengan unsur dana ataupun biaya pasti ada saja faktor lain yang dipaksa masuk kedalam cerita utama dengan mengemban misi lain. Ada yang mengatakan sebagai upaya menyeimbangkan cerita, mengikuti selera pasar, hingga mencoba untuk tampil megah, namun tidak sedikit yang akhirnya merusak potensi yang mereka punya akibat kehilangan fokus. White House Down, menghibur, namun konyol.

John Cale (Channing Tatum), pria yang bekerja sebagai polisi, mencoba menebus kesalahannya yang telah menyebabkan anak perempuannya yang bernama Emily Cale (Joey King) menjadi sangat kecewa. Dua tiket masuk ke White House, rumah dari Presiden James Sawyer (Jamie Foxx) dan keluarga, sosok yang juga menjadi idola Emily. Namun John Cale punya misi lain yaitu untuk mendaftar sebagai bagian dari anggota Secret Service, yang sayangnya belum mendapatkan kepastian dari Carol Finnerty (Maggie Gyllenhaal), Agen Secret Service.

Untuk melepaskan kekecewaan itu, John dan Emily untuk ikut dalam tur mengelilingi White House, yang bahkan berhasil mempertemukan mereka dengan Presiden James Sawyer, yang kala itu sedang melintas bersama pasukan pengamannya yang berada dibawah komando Martin Walker (James Woods). Pertemuan manis itu merupakan awal dari sebuah bencana, karena disisi lain sekelompok penyusup yang dipimpin oleh Emil Stenz (Jason Clarke) dan Tyler (Jimmi Simpson) telah berhasil masuk kedalam White House dan berencana melakukan invasi akibat keputusan Presiden yang ingin menarik semua pasukan AS dari Timur Tengah.


Mari tidak membandingkan film ini dengan “abangnya” yang telah terlebih dahulu hadir bulan maret yang lalu, Olympus Has Fallen. Meskipun mengusung tema bahkan cerita yang identik, White House Down berhasil membuktikan mengapa mereka begitu yakin hadir setelah OHF meskipun berpotensi hanya menjadi bayangan semata, terutama ketika menilik cast cukup kuat yang ia miliki, hingga keberadaan Roland Emmerich di bangku kendali utama, sosok yang telah terkenal dengan film-film bernafaskan bencana seperti Independence Day, Godzilla, The Day After Tomorrow, hingga 2012.

Lantas apakah film ini menarik? Ya, pada awalnya. Sangat suka dengan apa yang White House Down berikan dibagian awal, terutama pada cara yang Emmerich gunakan untuk mengembangkan cerita yang ditulis oleh James Vanderbilt. Sabar, pelan, dengan tahapan yang cukup jelas, menjadikan tiap tokoh dalam cerita mampu menghadirkan karakterisasi yang mereka miliki, tidak begitu dalam namun terasa efektif untuk meninggalkan impresi pada penontonnya, dari penjahat yang gila, hacker yang narsis, hingga mantan militer yang kejam. Di titik ini pressure dari tindakan terorisme masih terjaga dan terasa dengan baik, hingga berkahir ketika ia mencoba menyatukan cerita.

Namun, film ini celakanya kurang total dan fokus, seperti bingung ingin menjadi film jenis apa, action atau komedi? Menyelipkan berbagai one liner joke yang secara mengejutkan mayoritas berhasil bekerja dengan baik, kesan yang ditimbulkan dari misi penyelamatan ini menjadi kurang begitu serius, padahal sejak awal anda telah diberikan beberapa clue yang menjanjikan sebuah tontonan minim lelucon. Ini sebuah kesalahan yang fatal, karena cerita yang ia usung sebenarnya bahkan sudah sangat predictable. Dampaknya, daya tarik berkurang secara drastis ketika anda mulai kehilangan keyakinan pada kekuatan dari pihak penjahat, dimana setelah penilaian itu muncul apa yang ia hadirkan seolah tampak seperti kumpulan omong kosong yang disengaja untuk menjadikan masalah politik global menjadi lebih kompleks.


Scriptnya juga tampak bingung, dimana beberapa konflik pendukung yang dihadirkan tidak diolah dengan baik, sehingga meninggalkan lubang yang mengecewakan. Hal ini yang akan menjadikan penonton yang tidak begitu mementingkan hal detail akan terhibur, karena Emmerich  berhasil mengalihkan perhatian mereka pada hal tersebut dengan pergerakan cerita yang dijaga terus dinamis dan menyenangkan dengan komedi yang ia miliki. Nilai plus? Sayangnya tidak, karena White House Down punya potensi yang lebih baik untuk menjadi sebuah sajian buddy cop movie diparuh kedua, namun kurang maksimal akibat bumbu joke yang mewarnai aksi kejar antara kucing dan tikus di ruang bermain yang sempit.

Ini mengapa simple is better. White House Down adalah contoh paling baru, dana besar yang memberikan beban berat, dan celakanya tidak disertai dengan premis yang menjanjikan. Ia sadar akan hal itu, menekan adegan brutal hingga memperoleh rating PG-13, hingga menghadirkan beberapa konflik pendukung untuk menciptakan cerita yang lebih kompleks. Namun secara perlahan kekhawatiran yang telah ia miliki sejak awal mulai muncul, yang bahkan ia tunjukan pada cerita dengan modus utama penyerangan yang tidak kokoh, hingga cara untuk menyelesaikan film ini, sehingga timbullah sebuah konklusi konyol yang harus menguras durasi sangat panjang, menjadikan perjalanan jauh itu terasa kurang bermakna.

Para pemeran bermain cukup baik, secara individual, terutama dibagian komedi (dua kali digunakan, anehnya joke tentang JFK dan Marilyn Monroe itu bekerja sangat baik), sisanya kurang memikat. Tatum dan Foxx sangat lemah dalam membangun chemistry, padahal durasi yang mereka habiskan bersama cukup banyak. Jason Clarke tampil memikat dibagian awal, begitupula dengan James Woods, serta Gyllenhaal tidak buruk dalam porsi kecil yang ia punya. Richard Jenkins yang berperan sebagai Eli Raphelson tampil memikat, terlebih dengan keberhasilannya mengemban tugas utamanya. Sedangkan kejutan dihadirkan oleh Joey King, yang mampu menjadikan karakter memiliki daya tarik sejajar dengan dua karakter utama.


Overall, White House Down adalah film yang kurang memuaskan. Proses membangun cerita diawal merupakan bagian terbaik, meskipun berjalan dengan pelan. Setelah mulai beraksi dan bergerak cepat, film ini mulai kelihatan bingung dan kurang mampu menutupi hal-hal yang mungkin telah ia cemaskan sejak awal. Menghibur? Cukup. Konyol? Ya. Andai saja ia memasukkan komedi kedalam genre yang ia usung, mungkin nilai yang ia peroleh akan lebih baik.



0 komentar :

Post a Comment