25 June 2013

Movie Review: As One (Ko-ri-a) (2012)


Saya adalah salah satu bagian dari kelompok minoritas penduduk bumi yang masih percaya bahwa Korea Selatan, serta tetangga kandungnya Korea Utara, dapat bersatu kembali dan mungkin akan menjadi sebuah keputusan penting bagi kedua negara karena semakin memperbesar potensi mereka untuk menjadi sosok yang lebih kuat di perserikatan bangsa-bangsa. As One (Ko-ri-a) mencoba menjadi gambaran dari potensi tersebut, berdasarkan kisah nyata, menggabungkan tenis meja bersama politik dan persahabatan.

Asian Games tahun 1990, andalan Korea Utara, Ri Bun-hui (Bae Doona) harus tersingkir di babak semifinal tenis meja wanita, oleh jagoan dari Korea Selatan Hyun Jung-hwa (Ha Ji-won). Namun ternyata perjuangan Hyun untuk memperoleh medali emas pertamanya sepanjang karir harus berakhir pahit setelah kandas di final dari andalan tuan rumah China, Deng Yaping (Kim Jae-hwa). Hal tersebut dengan cepat dapat dilupakan oleh Hyun, sampai enam bulan kemudian ketika sedang mempersiapkan diri untuk Kejuaraan Dunia Tenis Meja di Chiba, Jepang, sebuah kabar mengejutkan hadir.

Dua Korea mengambil keputusan untuk menggabungkan dua tim tenis meja mereka di Kejuaraan Dunia, sebagai upaya untuk meredakan ketegangan yang sedang terjadi saat itu. Kejutan mendadak ini semakin memperberat tugas dari dua pelatih, Coach Lee (Park Cheol-Min) dan Jo Nam-Poong (Kim Eung-Soo), bukan hanya karena tahap persiapan yang semakin sempit, namun kewajiban mereka untuk menyatukan para atlit mereka yang sudah terlanjur menjadi musuh yang sangat kental di arena tenis meja, terlebih dengan perbedaan ideologi yang masing-masing mereka miliki.


Diangkat dari sebuah kisah nyata, anda sebagai penonton yang mungkin sudah mencari tahu sedikit info tentang fakta tersebut tentu akan mengetahui apa yang terjadi di bagian akhir cerita. Hasil akhir tidak menjadi fokus utama, karena peristiwa reunifikasi antara Utara dan Selatan di semenanjung Korea yang justru menjadikan film ini menjadi menarik bagi saya. Ya, ekspektasi terhadap kisah langka ini ikut mengalami efek domino dengan bergerak ke arah positif, bersama harapan utama pada penggambaran sebuah perjuangan penuh gesekan dan kobaran semangat.

Apakah berhasil? Jika mayoritas film mulai kehilangan daya tariknya ketika lepas dari garis start, As One mengalami hal yang sebaliknya. Film ini dapat dikategorikan gagal dalam memberikan sebuah bagian pembuka yang menarik. Anda dapat merasakan gesekan politik dan pride dari dua negara, anda juga perlahan akan masuk kedalam proses penyatuan dua ideologi tadi, dan apa yang ingin ia sampaikan di bagian awal memang terlaksana dengan baik, namun sayangnya tampil kurang menarik dan cenderung datar. Cara film ini dengan menjadikan Korea Utara sebagai objek acuan diawal hingga proses penyatuan tim untuk membangun semangat dan menyuntikkan berbagai pelajaran menarik terasa hambar dan kaku.

Moon Hyun-sung memang cukup mampu dalam membentuk cerita yang disusun oleh Kwon Seong-hwi dan Yoo Yeong-ah, namun celakanya melakukan blunder yang bahkan di singgung pada dialog dalam cerita, fokus. Membangun karakter serta setting waktu dapat dikatakan berhasil, begitupula dengan atmosfir dari ketegangan dua negara yang masih terasa dari setiap gerak karakter, dalam dan berat, namun dikemas dengan ringan sehingga dapat ditangkap dengan mudah oleh penonton. Seperti disebutkan sebelumnya, bagian awal film ini anehnya terasa kurang menarik, dimana Moon Hyun-sung seperti menggunakan kesempatan itu dengan berupaya menciptakan ruang cerita untuk memasukkan kisah inspiratif berbalut nasionalisme, namun berakhir kurang memuaskan karena tidak fokus.


Yak, tidak fokus. Cerita memang mengalami progress yang baik, dari sisi kompetisi dan juga persahabatan dua kubu atlet. Namun As One (Ko-ri-a) sering kali kehilangan fokusnya pada inti cerita yang ia punya, tenis meja. Cukup banyak subplot yang ia hadirkan, dari perseteruan antara Doo-Man (Oh Jung-Se) dan Choi Kyung-Sub (Lee Jong-Suk), kisah asmara Choi dan Yeon-Jung (Choi Yoon-Young), serta Soon-Bok (Han Ye-Ri) yang bertarung dengan mentalnya. Film ini seperti mengusung banyak misi lain yang mungkin saja bertujuan untuk memberikan sudut pandang perdamaian kepada kedua negara yang masih berseteru ini. Sayangnya hal-hal itu justru lebih tampak seperti sebuah beban bagi cerita, bukan sekedar bumbu penyedap belaka, yang juga menggerus excitement dari kompetisi yang menjadi background mereka.

Seperti salah satu line dialog yang ia miliki, "Don't play to satisfy others, just play your own game," Moon Hyun-sung seperti tampak sangat percaya diri dalam menerapkan ide yang ia miliki. Gagal? Tidak. Banyak sekali materi-materi klise yang dimiliki film ini, namun cukup aneh karena berada di level yang tidak begitu mengganggu, meskipun dramatisasi yang dilakukan beberapa kali terasa kurang tepat, dan hasilnya bukan mempertebal emosi dan makna dari cerita malah menjadikan ia tampak berlebihan. Ya, hal yang sama dialami oleh storytelling, dimana pada beberapa bagian tampak kurang percaya diri dengan kehadirannya, walaupun unsur politik dan olahraga mampu dicampur dengan baik oleh Moon Hyun-sung, dan menutupnya dengan cara klasik penuh deraian air mata yang lagi dan lagi tidak gagal karena juga mampu menjadi pemersatu berbagai subplot yang telah eksis.

Bae Doona dan Ha Ji-won sukses menjaga posisi mereka di baris terdepan, meskipun faktanya Bae Doona berada sedikit didepan. Yak, Ha Ji-won memang sukses membangun karakternya, dari Busan satoori yang begitu kental dibagian awal, hingga menciptakan pondasi emosional dari perjuangannya yang selalu kandas. Namun itu ketika ia masih sendiri, dan saat Bae Doona hadir dan ketegangan antara Utara dan Selatan telah berhasil mereka bangun, karakter Ri Bun-hui justru tampil lebih menarik. Scene stealer menjadi milik Han Ye-Ri, dengan karakternya Soon-Bok yang terbentuk dengan baik.


Overall, As One (Ko-ri-a) adalah film yang cukup memuaskan. Ada momen membosankan, ada momen romance dan lucu yang efektif, hingga perselisihan tingkat tinggi dari politik yang hadir di antara gerak cepat bola ping-pong. Meskipun menghadirkan tampilan visual yang menyenangkan saat pertandingan berlangsung, As One (Ko-ri-a) justru terasa kurang solid sebagai sebuah paket tontonan bernafaskan olahraga, tenggelam dibalik daya tarik sejarah yang ia usung. Turunkan ekspektasi anda pada point pertama, film ini mungkin akan memuaskan.



0 komentar :

Post a Comment