11 January 2013

Movie Review: Anna Karenina (2012)


Selalu menyenangkan ketika menyaksikan sebuah film yang menawarkan kisah perselingkuhan, latar waktu pada masa lampau, apalagi jika subjeknya adalah kaum bangsawan. Ada sebuah kenikmatan yang berbeda ketika menyaksikan mereka tetap mampu tampil elegan dan dewasa ketika menghadapi sebuah konflik klasik yang mungkin pada saat sekarang akan diselesaikan dengan penuh emosi fisik.

Kisah ini dibuka oleh Stepan Oblonsky (Matthew Macfadyen), bersama istrinya Daria (Kelly Macdonald) yang kedatangan tamu Konstatin Dimitrivich Levin (Domhnall Gleeson), teman lama Oblonsky. Levin berniat untuk menyatakan cintanya kepada Kitty (Alicia Vikander), adik ipar Oblonsky, sayangnya ia ditolak. 


Kitty ternyata menyukai Count Alexi Vronsky (Aaron Taylor-Johnson), seorang petugas muda yang kaya dan tampan. Celakanya, mimpi yang Kitty bangun terhalang oleh sosok yang menjadi subjek dari impiannya itu. Anna Karenina (Keira Knightley), seorang sosialita muda yang banyak dikagumi orang, istri dari Alexei Karenin (Jude Law), seorang bangsawan yang terkenal. Anna datang ke Moskow atas permintaan bantuan dari kakaknya Oblonsky. One moment can ruin your entire life. Pertemuannya dengan Vronsky didalam kereta bersama Countess Vronskaya (Olivia Williams), ibu Vronsky, justru menjadi awal malapetaka bagi Anna, yang perlahan jatuh cinta pada Vronsky, menghancurkan impian Kitty, dan merusak citra dirinya dan juga suaminya.


Oke, sebelum menyaksikan film ini saya tidak tahu siapa itu Anna Karenina, dan apa kisah yang dialaminya. Film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya dari Leo Tolstoy ini hanya punya satu daya tarik utama, kombinasi kali ketiga Joe Wright dan Keira Knightley, dan itu sudah cukup  untuk mengunci saya setidaknya menaruh film ini didaftar tonton.

Joe Wright kembali membentuk film ini mengikuti pattern yang ia punya. Kinerja Joe Wright semakin terasa biasa bagi saya. Menghentak dengan Pride & Prejudice delapan tahun silam, karya-karya baru Wright menunjukkan grafik yang menurun, dimulai dari The Soloist, dan tahun lalu pada Hanna. Wright memang mampu menghibur, namun tidak lagi istimewa.

Itu pula yang terjadi pada Anna Karenina. Ceritanya yang sedikit kompleks, tidak dibarengi dengan pendalaman yang tidak cukup mumpuni. Ia seolah bercerita secara garis besar, sering melakukan lompatan antar cerita, yang berakibat kurang berhasilnya cerita tersebut untuk menciptakan kondisi dimana anda ikut merasakan permainan emosi dari karakter. Ya, sesungguhnya script yang dimiliki oleh Anna Karenina terasa sangat lemah, dimana bahan cerita yang disusun oleh Tom Stoppard mungkin cukup gemuk, dan ia mencoba untuk meminimalisir waktu agar dapat menceritakan keseluruhan. Namun, hal tersebut berakibat fatal dengan kurang fokusnya cara ia menyampaikan cerita akibat penerapan metode yang seolah dikebut sejak awal.


Untungnya Anna Karenina punya senjata ampuh di departemen teknis. Ya, Anna Karenina mampu menghibur saya dengan kostum-kostumnya yang memukau, dan juga cinemathography yang indah, seperti perpindahan antar scene yang mampu mengundang decak kagum karena ketelitian yang ia sajikan, meskipun mungkin akan terasa aneh bagi beberapa orang. Ia juga punya score yang mampu membantu cerita yang payah itu untuk membangun cerita. Terlalu menyedihkan untuk membayangkan apa jadinya film ini jika elemen teknis tadi tidak bekerja dengan baik, karena cerita yang dibangun sejak awal itu gagal mengeksekusi bagian penutup untuk menghadirkan klimaks yang indah.

Saya adalah salah satu pengagum Kiera Knightley, jika ia tampil di layar dengan balutan kostum abad 18 hingga awal abad ke 19. Kiera punya wajah yang ibaratnya menjadi pasangan serasi dengan sesuatu bernama vintage. Pride & Prejudice, Atonement, The Duchess, hingga A Dangerous Method, adalah contoh dimana hal tersebut berhasil membantu Kiera berhasil menjadikan karakter yang ia mainkan menjadi hidup dan menyenangkan. Hal tersebut kembali saya dapatkan dari Anna Karenina. Simple-nya, saya kembali terhipnotis dengan performa dari Kiera. Sayangnya ia tampil mengesankan pada tahun dimana banyak hadir penampil wanita dengan kualitas akting yang mungkin selevel dengannya, namun memiliki dukungan dari hasil akhir film yang solid. Kiera tidak mendapatkan itu dari Anna Karenina.


Overall, Anna Karenina adalah film yang cukup memuaskan. Singkatnya, anda akan mendapatkan sebuah penyajian cerita yang tidak berhasil hadir impresif, namun sedikit tertutupi oleh kinerja departemen teknis yang ia miliki. Beberapa eksperimen yang ia lakukan berhasil, namun mayoritas gagal. Anna Karenina adalah sebuah tampilan visual yang menyenangkan, dengan screenplay yang payah.

Score: 7/10

0 komentar :

Post a Comment