13 November 2012

Movie Review: Rock of Ages (2012)


Semua tindakan yang anda lakukan pasti memiliki resiko. Hal tersebut yang ingin Adam Shankman sampaikan melalui karya terbarunya ini, film drama musikal berbalut komedi berjudul Rock of Ages. Dengan latar tahun 1987, Shankman akan mengajak anda menyaksikan perjuangan yang dihadapi karakter dalam cerita, dari seorang wanita muda yang datang ke Hollywood dan langsung jatuh cinta kepada seorang pria, istri seorang walikota yang mencari perhatian media massa, pemilik sebuah klub yang berusaha mempertahankan klub miliknya, hingga blunder dari seorang manager yang rakus akan uang.

Ya, semua konflik diatas saling berhubungan. Dimulai ketika anda menyaksikan Sherrie Christian (Julianne Hough) tiba di L.A, dirampok, dan berkat bantuan Drew Boley (Diego Boneta) dapat memperoleh pekerjaan di sebuah klub bernama The Bourbon, yang dikelola oleh Dennis Dupree (Alec Baldwin) bersama Lonny (Russell Brand). Malangnya, The Bourbon ketika itu sedang terlilit hutang dan pajak. Bahkan The Bourbon telah menjadi objek utama dari kampanye yang dilakukan oleh Patricia Whitmore (Catherine Zeta-Jones), istri dari walikota bernama Mike Whitmore (Bryan Cranston). Patricia ingin menutup klub tersebut karena merasa klub malam itu menjadi momok yang dapat merusak anak-anak mereka.

Dupree dan Lonny akhirnya mengambil sebuah keputusan besar untuk menutupi hutang tersebut. Mereka mengundang Stacee Jaxx (Tom Cruise), ikon rock yang sangat digilai oleh kaum wanita, untuk menggelar pertunjukkan terakhirnya bersama band-nya Arsenal di The Bourbon. Ya, semua tampak begitu mudah hingga akhirnya manager dari Stacee, Paul Gill (Paul Giamatti) merusak semuanya, ditambah kehadiran reporter majalah Rolling Stone bernama Constance Sack (Malin Akerman) yang membawa babak baru dalam perjalanan karir Stacee.

Pertama, tentu saja akan terasa kurang tepat jika anda menjadikan film ini sebagai film musikal pertama anda. Sesuai dengan genrenya, selama 123 menit anda akan mendapatkan tontonan yang sangat didominasi oleh karakter-karakter yang bernyanyi untuk menceritakan permasalahan mereka, bahkan lebih dominan dibanding film musical lainnya. Hmmm, anda akan sedikit merasa aneh dengan semua itu. Namun jika anda telah terbiasa dengan serial-tv musikal seperti Glee ataupun Smash, anda akan dengan mudah merasakan kenikmatan utama yang ingin ditawarkan film ini.

Ya ya, dibalik ceritanya yang payah dan mudah ditebak, eksistensi klub yang sedang terancam, seorang pria muda yang ingin menjadi vokalis terkenal, Rock of Ages mampu membawa saya ikut bergoyang atau mungkin sekedar menggerakkan kaki lewat lagu-lagu yang mereka tampilkan. Saya suka perpaduan serta perpindahan antar lagu yang terasa pas dan tidak kaku. Ya itu tadi, sayangnya hal tersebut berbanding terbalik script yang film ini miliki. Hasil karya dari Justin Theroux, Chris D'Arienzo, dan Allan Loeb tidak bekerja dengan baik.

Banyak dialog kaku yang saya temukan di film ini, awalnya sedikit menggangu, namun semakin lama justru semakin merusak kenikmatan film ini. Hal tersebut menjadikan banyak karakter kehilangan potensi daya tarik yang mereka miliki. Hanya Stacee Jaxx yang konsisten sejak awal hingga akhir mampu terus tampil menarik, selebihnya tidak. Kekurangan lain adalah sangat besarnya intensitas joke serta humor yang gagal dieksekusi. Ya, gagal dieksekusi, dimana anda akan mengerti sasaran tembak dari joke tersebut, namun ibarat panah yang dilepaskan ke tanah, mereka hanya sebatas menyentuh tanah kemudian tumbang, tanpa menancap tegas ditanah tersebut.

Minus terbesar dari film ini bagi saya adalah tidak adanya konflik dengan power yang kuat. Semua konflik yang disuntikkan memiliki kadar dan peran yang sama besarnya, sehingga pada akhirnya tidak ada konflik yang berhasil muncul untuk menjadi fokus utama bagi film ini. Jika harus memilih, nilai positif yang ditawarkan film ini hanyalah music, tarian, serta kostum. Terlepas dari tiga bagian itu, elemen lain dalam cerita terasa membosankan. Kemana cerita akan bergulir dapat anda tebak dengan mudah. Tom Cruise mungkin mampu menghadirkan karisma dari seorang bintang rock playboy yang selalu dikelilingi wanita, namun itu tidak mampu menutupi minus yang dimiliki film ini, meskipun telah dibantu dengan tampilan musik yang menyenangkan.


Overall, Rock of Ages adalah film yang cukup memuaskan. Film ini jelas akan mampu membuat penontonnya ikut serta merasakan irama musik yang mereka tampilkan, dibalut dengan tarian-tarian yang cukup menyenangkan. Yang tidak dimiliki film ini adalah komponen penting dari sebuah film, cerita yang mumpuni. Ya, Rock of Ages jelas akan menjadi besar jika anda hanya menginginkan sebuah film yang mampu menghibur lewat musik dan tarian saja. Namun jika anda ikut menjadikan cerita sebagai faktor penilaian, film ini terjun bebas ke barisan bawah.

Score: 6/10

0 komentar :

Post a Comment