16 June 2012

Movie Review: A Monster in Paris (2011)



Tahun 1910, Raoul (Gad Elmaleh), seorang pria ceroboh yang berprofesi sebagai delivery man, sangat tertarik untuk menciptakan suatu penemuan. Bersama temannya, Emile (Sébastien Desjours), seorang proyeksionis bioskop, Raoul pergi ke sebuah laboratorium yang berisi berbagai macam tumbuhan. Raoul mulai mencoba mencampur beberapa ramuan, dan berhasil mengubah sebuah biji menjadi satu pohon yang sangat besar dalam sekejap. Sayangnya ramuan itu mengenai seekor serangga, yang kabur menuju kota Paris.

Semua warga mulai dihantui rasa was-was setelah mendengar berita tentang keberadaan seekor monster. Ini dimanfaatkan oleh Le préfet Maynott (François Cluzet), untuk meraih perhatian penduduk kota. Maynott memerintahkan anak buahnya untuk menangkap serangga itu. Namun upaya itu mendapat perlawanan dari Lucille (Vanessa Paradis), seorang penyanyi yang mendapati Francoeur (nama yang diberikan oleh Lucille untuk serangga itu), ternyata tidak seperti yang banyak orang pikirkan. Ini ditambah dengan kemampuan Francoeur dalam bidang musik.


Film animasi ini berada dibawah kendali Bibo Bergeron, yang sebelumnya pernah menangani Shark Tale. Ceritanya sebenarnya sedikit aneh, seekor serangga, yang bisa bernyanyi dan bermain music, tapi tidak bisa berbicara. Namun batas yang diciptakan tersebut menjadikan cerita tidak terkesan dipaksakan. Karakter yang diciptakan juga menyenangkan, begitu pula hubungan antar karakter tersebut, meskipun beberapa karakter awal kurang berkembang.

Permainan warna yang baik dari siang hingga malam, dibantu dengan musik yang sangat renyah, membantu cerita terus mengalir. Ini semakin dibantu dengan jalan cerita yang dibumbui dengan romansa ala prancis, menjadi pembeda yang signifikan. Para pengisi suara juga bekerja dengan apik, terutama untuk tiga karakter utama, Gad Elmaleh, François Cluzet, dan Vanessa Paradis.


Overall, A Monster in Paris diluar ekpektasi awal saya, film yang indah. Plotnya memang terkesan aneh, namun jalan ceritanya tidak terlalu dipaksa secara berlebihan, dan masih logis. Penggunaan music yang tepat membantu saya mengusir rasa bosan akibat eksekusi humor atau candaan yang terasa kurang bertenaga, dan garing, mungkin hanya satu dari lima yang berhasil. Cerita yang terasa lambat diawal film, sedikit kedodoran dibagian akhir, dan pemilihan ending yang salah, dimana scene terakhir menurut saya sangat tidak perlu dan terkesan dipaksakan, menambah nilai minus film ini. Dan, 3D, worthless. Diluar itu, film ini sangat menghibur. Cerita yang menarik, detail yang baik, dari mobil canggih yang belum sempurna, sampai adegan kejar-kejaran yang simple dan menghibur, ditambah music yang selalu mengajak anda untuk setidaknya menggoyangkan ujung kaki anda.

Score: 7/10

0 komentar :

Post a Comment