18 October 2020

Movie Review: #Alive (2020)

"You must survive. You must survive!"

Ketika penyebaran virus Covid-19 sedang merajalela kamu diminta untuk tetap di rumah saja dan tentu ada sesuatu di dalam hidupmu yang terasa hilang, dan tidak semua orang mampu menangani hal tersebut. Tidak hanya tentang makanan saja, rasa bosan perlahan mungkin mulai timbul sedangkan jika tidak dijaga dengan baik kesehatan fisik dan juga mental juga bisa menjadi semakin buruk. Tekanan dan gejolak fisik dan psikis semacam itu yang coba diceritakan oleh film ini namun tidak menggunakan Covid-19 melainkan sesuatu yang mungkin jauh lebih menyeramkan, yaitu wabah zombie yang menyebar dengan cepat. ‘#Alive’ : a basic Korean zombie flick.


Pria bernama Oh Joon-woo (Yoo Ah-in) merupakan seorang gamer terkenal dengan username Morris62, tidak heran ketika bangun ia hanya butuh air mineral dingin dari lemari pendingin dan langsung menuju ke komputer untuk kembali bermain game online. Joon-woo mengacuhkan pesan yang Ibunya tinggalkan untuknya di atas meja makan, sebuah info bahwa keluarganya mendadak harus pergi serta meminta agar Joon-woo segera pergi ke supermarket untuk membeli stock makanan serta minuman. Joon-woo harus menelan pil pahit akibat tidak mengindahkan perintah sang Ibu, ia bertemu dengan bencana besar dengan titik awal sebuah berita.

Sebuah berita mengejutkan mengguncang Korea Selatan di mana sedang terjadi kerusuhan di mana banyak warga yang bergerak liar serta tidak terkendali yang menciptakan kepanikan dalam jumlah sangat besar. Orang-orang tersebut mengigit warga lainnya dan warga yang digigit kemudian berubah menjadi liar dan brutal. Wabah zombie menyerang Korea Selatan dan semua warga diminta untuk bertahan di rumah mereka masing-masing dan tidak keluar meninggalkan kediaman mereka. Oh Joon-woo tinggal di sebuah apartement di lantai delapan, namun posisi tempat tinggalnya tersebut tidak menjamin Joon-woo otomatis aman dari para zombie. 

‘#Alive’ ini punya trailer yang unik, ia sederhana namun terhitung sukses membuat penonton merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi pada karakter utama. Di trailer tersebut Oh Joon-woo digambarkan sebagai seorang gamer yang kemudian secara mendadak mendapati dirinya terjebak di dalam situasi genting. Tidak hanya itu, posternya sendiri juga seperti mendorong kesan bahwa akan hadir pemanfaatan teknologi yang lebih besar pada perlawanan melawan para zombie, di sana karakter Joon-woo seperti sedang berusaha mendapatkan sinyal jaringan seluler sedangkan di lantai bawah terdapat para zombie yang tampak sedang mengintai dan bersiap untuk melakukan penyerangan. Terasa unik.


Tapi sayang eksekusinya justru terasa terlalu biasa, terasa standard dan generik. Terkait komponen teknologi seperti drone misalnya mereka digunakan dengan baik namun ternyata perannya tidak menjadi sesuatu yang sangat dominan di dalam cerita. Sutradara Cho Il-hyung menggunakan dengan baik komponen tadi untuk mengembangkan narasi di awal, kisah yang ia tulis dengan basis script film ‘Alone’ karya Matt Naylor bahkan terhitung mampu menjaga agar penonton merasa ikut terkurung bersama Joon-woo, mengamati dan merasakan rasa frustasi yang secara perlahan mulai tumbuh semakin besar akibat kondisi terisolasi dari dunia luar dan usaha Joon-woo untuk bertahan hidup di tengah rasa cemas akan kemunculan para zombie.

Itu adalah pola paling klasik dari kisah tentang zombie apocalypse dan Cho Il-hyung eksploitasi pola tersebut dengan cara yang oke, dari misal rintangan berupa masalah teknis akibat susah sinyal, pasokan air dan juga makanan. Kondisi luar yang semakin hancur juga menambah tekanan psikis bagi karakter, ditampilkan oleh Cho Il-hyung lewat berbagai adegan action yang mumpuni. Selama saya dapat merasakan cemas dan takut dari karakter di dalam cerita maka bagi saya itu oke, tapi yang jadi masalah adalah ‘#Alive’ menggunakan cukup banyak waktu dengan berjalan di tempat. Mode yang hadir setelah Joon-woo kaget dengan munculnya wabah zombie ternyata mode menunggu, dan ini merupakan bagian di mana '#Alive' terasa underwhelming dan juga cukup lemah.


Jika mengambil solusi paling basic atau dasar dari sebuah kisah zombie apocalypse adalah karakter berupaya untuk tetap bertahan hidup sembari menunggu bantuan datang menyelamatkannya. Ada opsi lain sebenarnya untuk mengembangkan kisah seperti ini, yaitu membuat karakter mencoba “menghajar” zombie yang menghalangi lalu terus bergerak mencari tempat yang lebih aman. Film ‘Exit’ contohnya, walaupun tidak bercerita tentang zombie namun tema yang digunakan sebenarnya sama, yaitu survival. Tidak seperti ‘Exit’ yang agresif itu ‘#Alive’ cenderung lebih sering pasif, ia memanfaatkan momen menunggu untuk terus membuat Joon-woo merasa semakin kesulitan menangani tekanan emosinya, lalu sedikit naik dengan menggunakan Kim Yoo-bin sebelum akhirnya menghadirkan kembali kejutan. 

Cho Il-hyung sebenarnya mencoba melakukan opsi lain tadi, tapi kualitasnya tidak sebaik at least pada bagian di mana karakter bertahan hidup di apartemen mereka masing-masing, walau bagian ini terasa berjalan di tempat. Tidak ada transisi yang oke antara bagian tengah ketika terror coba digali lebih dalam menuju babak akhir di mana solusi coba dihadirkan, babak di mana secara kuantitas terror yang hadir terasa semakin besar. Perpindahan terasa seperti dipaksa berlari secara tiba-tiba dan menariknya bertemu dengan momen di mana character-driven story ini lagi dan lagi menginjak sejenak rem. Dampaknya sangat terasa terlebih dengan fakta rintangan yang hadir itu terasa tidak terlalu menarik dan terkesan cukup dipaksa.


Ini yang membuat ‘#Alive’ tidak mampu mencapai potensi yang ia miliki di bagian awal, gerak yang tidak konsisten dan juga fokus yang tidak kuat dan padat pada cerita. Kondisi di mana dua karakter terjebak di dalam ruangan harusnya dapat menghadirkan thrill dan gejolak emosi yang lebih “ganas”, menjadi semakin “gila” secara perlahan pasti akan menarik. Yang ‘#Alive’ punya justru menjadi semakin bingung dan pasif, untung saja ia punya aktor seperti Yoo Ah-in dan Park Shin-hye yang tergolong sukses membuat pesona dari karakter mereka tetap kuat hingga akhir meski tidak disokong dengan materi di mana mereka harus menguras emosi karakter lebih dalam lagi.

Overall, ‘#Alive (#Saraitda)’ adalah film yang kurang memuaskan. Yang membuat ‘#Alive’ terasa underwhelming adalah tidak hanya karena ia ternyata tampil dengan menggunakan pola dan pendekatan yang sangat basic saja namun juga karena fokus utama sedari awal adalah menyaksikan dua orang manusia terperangkap dan mencoba bertahan hidup sembari menunggu bantuan tiba. Momen menunggu itu sendiri terasa menarik terlebih dengan penggambaran para zombie yang sedang menunggu korban, tapi mereka terasa tidak sangat kuat cenderung mengulur-ulur waktu. Dan celakanya jalan menuju konklusi berada di kualitas serupa, yaitu nothing special. Ya, ini hasil jika sebuah disaster film tidak mampu menjaga kualitas thrill cerita, apalagi jika sejak awal hingga akhir ia playing too safe. Hasilnya ya basic. Segmented.







1 comment :

  1. “Your eagerness to live is what's keeping you alive.”

    ReplyDelete