23 August 2020

Movie Review: The Outpost (2020)



“Enemy in the wire, enemy in the wire. Everyone into Alamo position.”

Film dengan premis menarik sangat mudah untuk ditemukan, namun tidak dengan film yang mampu mengolah premis yang biasa menjadi sebuah presentasi dengan kandungan rasa percaya diri tinggi. Dari kulit luarnya film ini akan membuat kamu teringat dengan berbagai judul film dengan tema peperangan, sesuatu yang tidak salah karena faktanya formula yang digunakan film ini juga memang tidak jauh berbeda dari film peperangan pada umumnya. Apa yang membuat film ini terasa segar adalah bagaimana premis dan presentasi klasik itu kemudian dikemas menjadi sebuah sajian engaging penuh rasa percaya diri. ‘The Outpost’ : a gripping, intimate, and dynamic military story.

Captain Benjamin D. Keating (Orlando Bloom) bertugas untuk memimpin 53 orang Tentara USA dan 2 orang penasehat militer di Combat Outpost yang berlokasi di Kamdesh, Afghanistan. Tujuan utama pos tersebut dibangun sebenarnya sebagai upaya untuk membangun hubungan yang positif antara USA dengan para penduduk di sekitar area tersebut, mereka bahkan melibatkan para tetua masyarakat dalam pengambilan sebuah kesepakatan di mana kehadiran para Tentara USA di pos tersebut adalah sebagai upaya untuk membantu rakyat di sekitar Kamdesh dalam melawan pejuang Taliban yang masuk dari Pakistan.

Namun menariknya posisi pos tersebut berada di bagian dasar titik temu tiga buah gunung curam. Tidak heran jika pada akhirnya Combat Outpost Keating menjadi sebuah target yang terbuka lebar, mereka adalah sasaran empuk bagi Taliban sehingga membuat semua Tentara harus selalu siap dan waspada akan kemunculan serangan mendadak yang dapat hadir kapan saja. Secara berkala terus-menerus diserang oleh Taliban, pada tanggal 3 Oktober 2009 sebanyak 300 pejuang Taliban melancarkan serangan ketika mereka tahu bahwa Combat Outpost Keating akan segera ditutup.
Eksekusi yang diterapkan oleh Sutradara Rod Lurie serta script yang digarap bersama oleh Eric Johnson dan Paul Tamasy merupakan salah satu kombinasi paling menyenangkan yang saya rasakan di tahun ini dari sebuah film. Mengambil kisah dari buku non-fiksi berjudul “The Outpost: An Untold Story of American Valor” karya Jake Tapper, mereka berhasil menciptakan sebuah “dunia” peperangan yang memiliki kesan unik yang kuat. Unik bukan berarti sepenuhnya baru memang, namun unik dalam konteks kemampuan dari kisah perjuangan para tentara USA di tanah Afghanistan itu untuk terus mengunci atensi penonton di dalam tahapan demi tahapan yang ia hadirkan.

Semakin menarik karena berbagai tahapan itu sendiri dihadirkan dan bergerak dalam kecepatan yang tidak terlalu tinggi. ‘The Outpost’ bukan film perang dengan oktan tinggi, ia dikembangkan secara perlahan namun menariknya di sisi lain tidak ada kesan terlalu berhati-hati di sana. Yang hadir justru narasi yang terus membawa penonton bergerak maju dengan cara yang stabil, baik itu dari segi cerita di mana kita menyaksikan perjuangan mempertahankan diri yang dilakukan oleh para Tentara di Combat Outpost Keating, serta tentu saja excitement serta punch yang dihasilkan dari cerita tersebut. Begitu banyak ledakan di sini, namun yang menarik tidak ada di antara mereka yang terasa “kosong” apalagi hambar.
Di tangan Rod Lurie ‘The Outpost’ memang tidak dibentuk untuk tampil menjadi kisah di medan perang yang tampak “glossy”, ada kesan mentah yang kental di dalam presentasi yang ia hadirkan, hal yang membuat perjuangan dari Romesha, Carter, dan rekan-rekan mereka itu terasa genuine. Dramatisasi yang ditampilkan juga dihadirkan dalam kapasitas yang oke, sesekali Rod Lurie menyelipkan momen di mana para Tentara itu harus bergelut dengan rasa rindu akan rumah dan keluarga, rasa yang duduk berdampingan dengan rasa frustasi dan juga lelah yang selalu mengisi jiwa dan raga mereka. Rod Lurie buat dua hal tersebut kuat secara individual namun terasa kompak sebagai satu kesatuan. Alhasil, cerita punya emosi yang terasa cukup intim.

Jika diperhatikan cerita sendiri menaruh fokus terhadap tentang yang berkutat di sebuah markas militer sehingga arena bermain secara otomatis tidak terlalu besar. Tidak heran cukup mengagetkan ketika dari titik awal hingga titik akhir ‘The Outpost’ sukses mengunci atensi saya mengingat durasinya sendiri cukup gemuk. Rod Lurie secara konsisten mampu merajut berbagai titik masalah dan plot di dalam cerita untuk menjadi satu dengan cara yang dinamis. Mereka naik dan turun di range yang tidak terlalu besar, alhasil begitu banyak momen saat penonton merasakan karakter tampak tenang namun beberapa detik kemudian langsung hadir kejutan lewat berbagai hujaman peluru.
Script garapan Eric Johnson dan Paul Tamasy sendiri punya andil yang juga besar dari terciptanya unnerving atmosphere, mereka berhasil mengolah interpretasi di medan perang itu menjadi perpaduan antara persiapan dan pertempuran yang menarik. Proses set up yang dijalankan para karakter terasa oke, penonton dapat merasakan kesulitan hingga tekanan yang harus mereka hadapi, lalu setelah itu hadir pertempuran yang dipenuhi dengan action sequences memikat. Ya, salah satu pencapaian terbaik di ‘The Outpost’ adalah ada kesan “menakutkan” yang eksis dan terasa konsisten secara tegas di medan pertempuran tersebut, hal yang mampu membuat penonton ikut tenggelam di dalam perjuangan para karakter.

Rod Lurie konsisten menerapkan situasi shaky sebagai spotlight, terus menekankan bahwa nyawa karakter dipertaruhkan terlebih setelah sebuah kejutan di setengah jam pertama itu. Untuk itu selain excitement pada cerita thrill juga harus dijaga, sound department dan cinematography punya peran penting di sana. Sound terasa oke, sedang pergerakan kamera di bawah arahan Lorenzo Senatore terasa sangat menyenangkan. Mereka membantu para karakter yang juga dibentuk dengan baik oleh para aktor, dari Orlando Bloom yang membuat Captain Keating sebagai pondasi yang kuat di bagian awal, Scott Eastwood yang membuat Staff Sergeant Clint Romesha tampil sebagai pemimpin serangan yang meyakinkan, hingga Caleb Landry Jones yang menjadikan Specialits Ty Michael Carter sebagai sumber nerve yang menarik.
Overall, ‘The Outpost’ adalah film yang memuaskan. Merupakan salah satu kejutan menarik tahun ini, di tangan Rod Lurie ‘The Outpost’ berhasil menjadi sebuah film perang dengan kesan memorable yang terasa kuat, hasil dari perpaduan berbagai komponen di dalamnya dipadukan dengan percaya diri yang kuat. Dari cerita yang berisikan tahapan menarik serta memiliki jangkar emosi yang oke, adegan aksi yang berhasil terus menggigit secara konsisten, hingga perpaduan keduanya yang terasa dinamis, ‘The Outpost’ berhasil mengundang penonton masuk ke dalam sebuah medan berisikan berbagai ketegangan dan kecemasan yang terasa menyenangkan. Surprisingly well done war drama film.

















1 comment :

  1. “I'll call home when I'm on a bird out of this valley.”

    ReplyDelete