25 October 2016

Review: Ouija: Origin of Evil (2016)


"The spirit world is dangerous."

Masih ingat Ouija? Ouija, film horror rilisan tahun 2014 dan merupakan salah satu dari sekian banyak film horror dengan premis potensial yang berakhir “mengerikan” secara kualitas. Tidak efektif dan terasa tumpul, supernatural horror film yang “terrible” itu kini mendapat saudara, sebuah prekuel yang jika melihat kualitas pendahulunya mungkin sepintas akan terasa unnecessary. Namun tidak seperti sang kakak yang terlalu ambisius untuk meraih sesuatu di luar kemampuannya itu ‘Ouija: Origin of Evil’ justru tampil dengan cara yang berbeda, dan tentu saja menghasilkan hiburan dengan kualitas yang berbeda meskipun masih bermain dengan that demonic board game. It’s a good prequel to a terrible horror movie.

Los Angeles, 1967, bersama dengan dua putrinya Paulina (Annalise Basso) serta Doris (Lulu Wilson), seorang janda bernama Alice Zander (Elizabeth Reaser) menjalankan sebuah bisnis “fortune-telling” dan juga upaya pemanggilan arwah. Untuk membuat bisnis yang merupakan sebuah set-up itu semakin menarik wanita itu memutuskan untuk menggunakan trik dengan papan oujia. Celakanya aksi Alice itu membawa masalah besar menghampiri mereka ketika secara tidak sengaja membangkitkan arwah roh jahat di rumah mereka. Namanya Marcus, dan dia masuk ke dalam Doris, menggunakan Doris sebagai portal hantu jahat tersebut memiliki sebuah niat jahat yang ingin ia lakukan.  


Terasa repetitif dan tumpul tapi menariknya ‘Ouija’ merupakan film horror yang tidak forgettable karena, hal-hal “menjengkelkan” yang ia punya masih membekas cukup baik di ingatan, tapi cukup mengejutkan mengetahui kemasan yang “tidak bagus” tersebut berhasil mendapat penerus. Yang terasa unik adalah kini kita dibawa mundur untuk melihat origin of evil, sebuah langkah yang cukup baik memang karena dengan segala kelemahan yang Ouija punya melanjutkan petualangan Laine sebuah opsi yang riskan untuk dilakukan. Tapi hal terbaik yang dilakukan oleh producer yang masih berisikan beberapa nama beken seperti Jason Blum dan Michael Bay itu adalah membawa masuk Mike Flanagan sebagai kapten di ‘Ouija: Origin of Evil’. Kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai sutradara, screenwriter bersama Jeff Howard, dan juga editor berhasil dibayar dengan sangat baik oleh sosok yang sebelumnya telah menukangi berbagai film horror seperti Oculus, Hush, dan juga Before I Wake itu. 


Dengan kualitas sangat rendah yang dimiliki oleh pendahulunya tentu saja Ouija: Origin of Evil merupakan sebuah “perbaikan” yang baik tapi yang menarik loncatan dari segi kualitas sangat besar. Mike Flanagan berhasil menggunakan permainan papan tersebut untuk menciptakan sebuah sajian horror yang terasa segar, meskipun tidak mencoba tampil “berbeda” dengan tetap stick pada formula klasik genre horror ditambah upaya membuat semuanya berada di rating PG-13, thrills dan chills yang film ini hasilkan terasa oke. Melihat sinopsis di atas tadi jelas bahwa situasi yang Alice, Paulina, dan Doris alami sudah sangat familiar di genre horror, spirits summoned, karakter manusia terjebak, lalu muncul berbagai aksi mischief, tapi di tangan Mike Flanagan mereka terasa exciting, ia tidak berusaha mengandalkan situasi heboh penuh kejutan saja tapi juga bagaimana kualitas mengancam yang dimiliki spirits tersebut sekalipun mereka tidak muncul di layar. 


Hal itu yang membuat selama 99 menit durasi yang ia punya ‘Ouija: Origin of Evil’ juga terasa menarik ketika roh jahat itu tidak muncul di layar, momen yang sering kali terasa membosankan di banyak film horror. Karakter sendiri dilengkapi dengan masalah yang cukup oke, dari terkait emosi seperti Alice ditinggal suaminya serta yang sederhana seperti Doris dengan keinginan kuat untuk menemukan jawaban. Di sisi lain Mike Flanagan juga berhasil menggunakan elemen klasik genre horror dengan baik, kesan spooky dan eerie yang dimiliki visual terasa oke, jump scares dengan boo moments kemunculannya juga terasa oke, aksi kekerasan tidak terasa mentah dengan fokus menunjukkan bagaimana seorang anak yang polos berubah menjadi monster. Memiliki Mike Flanagan sebagai editor juga sebuah nilai plus besar bagi film ini, berbagai materi yang tetap terasa generik itu berhasil disatukan dengan presisi yang oke terutama pada cara karakterisasi yang terasa menarik.


Tidak mencoba menciptakan sebuah horror yang meninggalkan penonton dengan mimpi buruk berkepanjangan dan fokus pada bagaimana mengemas old-fashioned possession itu untuk membawa penonton bermain dengan berbagai “threat” klasik genre horror, Flanagan berhasil menciptakan sebuah sajian horror yang impresif. Dibantu dengan performa dari cast yang beberapa di antaranya juga oke ini merupakan sebuah “perbaikan” yang sangat baik dari apa yang pernah dilakukan oleh ‘Ouija’ sebelumnya, tidak terlalu ambisius namun berhasil tampil efektif dan tidak tumpul. Dari berhasil menjaga daya tarik karakter hingga sukses menjaga ketegangan di dalam cerita terus terasa hangat untuk menebar ancaman lewat kondisi unsettling yang cukup sering terasa creepy, Mike Flanagan berhasil menambah satu lagi film horror yang terasa impresif ke dalam filmography yang ia miliki.  











0 komentar :

Post a Comment