03 September 2016

Review: War Dogs (2016)


"Relax, bro."

Menjadi sebuah hiburan yang lucu, lalu berubah menjadi serius dengan menggunakan isu yang serius, lalu menjadi lucu dan serius di saat yang bersamaan bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan oleh sebuah film. Berbagai masalah yang sering dialami adalah mereka terasa kurang seimbang, hanya satu elemen yang mampu bersinar, dan karena saling “berebut” kualitas dari dua elemen tersebut menjadi tidak maksimal. Bagaimana dengan film ini, ‘War Dogs‘, sebuah biographical crime war comedy-drama yang mencoba tampil serius dan lucu dengan tampil beraksi dengan rasa chutzpah? It’s feels like ‘Scarface’, ‘Goodfellas’, and ‘The Big Short’ go get drunk together. 

Tahun 2005, Miami, Florida. Sebuah kabar mengejutkan dari pacarnya Iz (Ana de Armas) yang positif hamil membuat pria bernama David Packouz (Miles Teller), seorang massage therapist, menjadi kalang kabut. Untung saja sahabatnya Efraim Diveroli (Jonah Hill) yang merupakan salesman perdagangan senjata menawarkan sebuah pekerjaan pada David, mereka melakukan perjalanan ke Timur Tengah di mana Efraim mencoba membawa pesanan senjata dari Jordan menuju ke Irak. Suatu ketika mereka mendapat order yang lebih besar dari pria bernama Henry Girard (Bradley Cooper) terkait pasokan amuinisi untuk senjata AK-47. Mereka terbang ke Albania, namun permainan kali ini ternyata lebih berbahaya. 


Todd Phillips kembali dengan sebuah buddy movie seperti yang pernah ia lakukan di The Hangover trilogy dan Due Date, sinopsis klasik dengan memasukkan karakter yang quirky ke dalam perjalanan berisikan tantangan dan tentu saja masalah. Jika harus membandingkan ‘War Dogs’ dengan empat film tadi percaya diri Todd Phillips di sini terasa lebih meyakinkan, cerita punya lapisan dengan komentar terhadap society dan politik, cara ia bercerita juga punya ritme yang lebih oke. Saya suka dengan energi yang film ini miliki, kesan liar yang David dan Efraim lakukan di perjalanan mereka terasa cukup menarik untuk diikuti, mereka terasa riang dan menikmati bisnis berbahaya yang mereka lakukan. Efraim yang seperti versi konyol dari Tony Montana itu dapat mewakili seperti apa film ini ingin mencoba tampil, ia mencoba menjadi versi komedi dari gabungan Scarface dan Goodfellas. 


Menariknya meskipun komedi dipakai sebagai jualan utama tapi ‘War Dogs’ ternyata punya drama yang tidak begitu tipis. Jika digambarkan secara sederhana apa yang film ini coba lakukan serupa tapi tak sama dengan apa yang ‘The Big Short’ lakukan tahun lalu, praktik bisnis di dunia modern lengkap dengan masalah di dalamnya. Alur cerita standar, berurusan dengan bisnis, uang, profit, mulai serakah dan muncul masalah, Todd Phillips ingin menjaga fokus pada elemen drama namun tetap membuat komedi bermain-main di sekitarnya. Sayangnya kombinasi dua elemen tersebut terasa kurang nendang, kisah nyata yang Todd Phillips tulis ulang bersama Stephen Chin dan Jason Smilovic berdasarkan artikel Rolling Stone karya Guy Lawson ini kerap terasa seperti mengambang di atas danau, cukup menarik tapi tidak terasa menggigit. Celakanya masalah tidak hanya datang dari cerita saja tapi juga dari senjata terbesar ‘War Dogs’ itu sendiri yaitu, karakter. 


Ini akan menghasilkan ledakan yang lebih oke seandainya Todd Phillips tidak membuat drama agar tampak sejajar dengan komedi, jika all out menjadi komedi mungkin hasilnya akan terasa lebih baik. Skema cerita oke tapi masalah yang David dan Efraim harus selesaikan tidak konsisten terasa menarik hingga akhir, ketika melakukan aksi absurd David dan Efraim berhasil menghibur tapi perjalanan yang mereka lakukan itu semangat dan tujuannya perlahan terasa redup. Efeknya domino, rasa peduli dan tertarik penonton pada karakter juga tidak sekuat saat mereka muncul pertama kali di layar, pesona mereka juga perlahan turun karena aksi gila yang mereka lakukan memakai template yang sama, repetitif dan tingkat kejutan yang dihasilkan tidak lagi besar. Konklusi ‘War Dogs’ juga kurang oke, cara berbagai “detail” terkait bisnis “gelap” yang dilakukan oleh David dan Efraim itu diselesaikan terasa underwhelming dan rushed. 


Niat Todd Phillips di elemen drama tentu layak diapresiasi tapi seandainya “tone” elemen tersebut sedikit diturunkan mungkin elemen komedi akan lebih bersinar. Dibantu soundtrack yang cukup oke meskipun pesona mereka tidak stabil tapi kombinasi David dan Efraim tetap terasa menarik hingga akhir, mereka mampu membuat penonton at least tersenyum dengan aksi mereka. Mereka seperti mencoba tampil lucu dengan rasa satir, aksi bodoh tapi juga mencoba menarik simpati, oke tapi kurang nendang. Performa Jonah Hill terasa oke, usaha menonjolkan karisma memang tidak selalu berhasil tapi kalimat konyol yang keluar dari mulut Efraim cukup mampu menggelitik. Miles Teller di sini berperan sebagai pria innocent, David likeable ketika berkombinasi dengan Efraim terutama pada bravado yang mereka tampilkan, tapi secara individual David terasa cukup tumpul. Yang menarik Bradley Cooper berhasil tampil bersinar lewat peran kecil yang ia miliki. 


Setelah selama ini lebih dikenal sebagai sutradara film komedi yang konyol di ‘War Dogs’ Todd Phillips mencoba untuk menggabungkan komedi bersama sedikit drama, sistem bisnis lengkap dengan masalah di dalamnya digabungkan bersama buddy film dengan foolishness mencoba tampak “cool” dan berani. Sajian yang diberikan komedi terasa oke tapi tidak dengan elemen drama, unsur satir terasa kurang fit dan kurang menggigit dengan tingkah konyol David bersama Efraim. Cukup menyenangkan namun cukup disayangkan pula jumlah percobaan di elemen komedi serta drama yang berhasil ‘War Dogs’ lakukan dengan baik tidak sebesar jumlah peluru yang ia gunakan karena di awal ia punya potensi untuk menjadi sebuah crime war comedy-drama dengan aksi chutzpah yang sangat menyenangkan. 










0 komentar :

Post a Comment