22 September 2016

Review: Bridget Jones's Baby (2016)


"I'm pregnant!"

Satu setengah dekade yang lalu muncul karakter wanita bernama Bridget Jones, selalu cemas akan berat badannya dan dianggap sinting hingga vulgar karena gemar berfantasi tentang boss yang ia kagumi. Kala itu ia menuliskan keinginannya pada sebuah diary kesayangannya bahwa ia ingin berhenti merokok, menurunkan berat badan, dan menemukan Mr. Right. Wanita “sinting” itu ingin merasakan cinta. Berlanjut di tahun 2004 lalu kemudian tertidur selama 12 tahun kemudian, kisah Bridget Jones kembali berlanjut, masih dengan formula, pesona, dan tentu saja kegilaan yang sama. Bridget is back! Just like its heroine, ‘Bridget Jones's Baby’ is a crazy but likeable and charming romance comedy.

Bridget Jones (Renee Zellweger) memutuskan untuk merayakan hari ulang tahunnya bersama Miranda (Sarah Solemani), sahabatnya yang juga co-worker, di sebuah festival musik. Celakanya setelah itu wanita yang sedang mencoba untuk menjadi “a new woman” itu justru masuk ke dalam sebuah masalah besar: one night stand dengan seorang pria asing bernama Jack Qwant (Patrick Dempsey) dan juga kembali hooking up with her ex, Mark Darcy (Colin Firth). Seminggu kemudian Bridget mendapati bahwa ia kini telah hamil dan pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah siapa ayah dari janin yang sedang dikandungnya itu? 


Melihat sinopsis di atas tadi mudah untuk mengatakan bahwa cerita film ini tidak special, dan itu fakta, sebuah premis yang lagi-lagi bermain dengan kisah love triangle seperti pendahulunya. Tapi walaupun premisnya standar cerita yang berputar-putar di pertanyaan “who’s the father?” ini justru berhasil mengobati rindu penonton terhadap Bridget Jones, membuka kembali nostalgia dari dua film sebelumnya hingga mengekspansi dunia dari Bridget Jones dengan cara modern tapi tidak kehilangan kekuatan magic yang dimiliki oleh pesona dari Bridget Jones. Ya, selang waktu 12 tahun bukan sebuah jarak yang singkat untuk sebuah kelanjutan film series, karakter kini telah satu dekade lebih tua (meskipun tidak semuanya menjadi lebih dewasa) hingga perubahan yang terjadi pada dunia di sekeliling mereka. Namun di tangan Sharon Maguire yang kembali setelah absen di Bridget Jones: The Edge of Reason cerita dengan premis standar yang ditulis oleh Helen Fielding, Dan Mazer, serta Emma Thompson itu mampu menjauh dari kesan usang, sejak awal hingga akhir. 


Bridget Jones's Diary merupakan sebuah rom-com yang sangat charming, dan Bridget Jones's Baby berhasil memanfaatkan kelebihan pendahulunya tersebut (sorry Bridget Jones: The Edge of Reason). Penonton telah merindukan kembalinya Bridget dan ketika momen di mana lagu "All By Myself" dari Jamie O’Neal itu berputar film ini telah berhasil membuat penonton bergumam “glad you back again Bridget”. Sharon Maguire berhasil menampilkan nyawa dari sebuah kisah tentang Bridget Jones di sini, situasi yang sama bahkan dengan tipe humor yang sama namun rasa fresh dari cerita dengan rasa “absurd” itu begitu memikat. Ini punya semacam pesona yang membuat berbagai aksi yang dilakukan oleh Bridget memberikan joy bagi penontonnya, tidak peduli ia terasa naif dan clumsy apa yang ia lakukan tidak pernah terasa going too far. Itu tidak mudah, karakter middle-age woman seperti ini jika melakukan aksi sinting akan mudah untuk jatuh menjadi menjengkelkan, tapi di tangan Sharon Maguire yang sukses membentuk tone witty di cerita penonton bertemu dengan sebuah petualangan yang terasa cheerful and charming. 


Hal tersebut tercapai juga berkat script yang meskipun terasa familiar tapi mampu membuat hal-hal penting yang pernah hadir di petualangan Bridget Jones sebelumnya bersinar dengan baik di sini. Saya suka karakterisasi Bridget Jones di sini, ia masih minum tapi mencoba untuk berubah dengan mencoba mengurangi berat badan, ia tidak banyak berubah dari Bridget Jones yang kita kenal di dua film sebelumnya, dengan personality yang sama serta dengan diary yang kini berada di dalam tablet. Hasilnya Bridget Jones seperti karakter yang terakhir  kali penonton temui hanya seminggu yang lalu, merayakan ulang tahunnya dengan pikiran negatif bersama sebuah single cupcake. Masalah Bridget kini adalah love life yang miliki masih suram, dan itu digambarkan dengan baik oleh script, bermain tarik dan ulur bersama dua karakter pria dengan tetap setia pada formula klasik yang Bridget Jones miliki meskipun juga mencoba menghadirkan beberapa kejutan atau twist yang cukup oke. 


Kekurangan dari Bridget Jones’s Baby adalah ini terasa sedikit terlalu panjang. Script familiar dengan konflik besar yang tidak begitu banyak, Bridget Jones’s Baby punya durasi 123 menit, a bit overlong. Tetap terasa engaging tapi di beberapa bagian cerita terasa stretched dan komedi yang jenisnya cukup berwarna itu juga kerap terasa cukup forced meskipun masih mampu tampil lucu dan menghasilkan tawa. Untung saja hal tersebut tidak membuat goofiness yang dijual oleh cerita dan karakter terasa menjengkelkan terlebih dengan performa akting juga menjaga karakter untuk tidak terasa annoying. Renee Zellweger, with botox in her face, membuat Bridget sangat appealing di sini, tampak rentan tapi punya pesona unik yang hangat dan relatable. Sementara itu Colin Firth kembali berhasil menjadi love interest yang menarik dan persaingan memperebutkan Bridget tetap menarik karena absennya rival Hugh Grant berhasil ditutupi dengan baik oleh Patrick Dempsey. Pemeran pendukung juga berhasil mencuri perhatian, dari Jim Broadbent dan Gemma Jones, Sarah Solemani, hingga Emma Thompson yang tampil sebagai gynecologist. 


Tidak mudah untuk mengulas film ini secara detail karena sejak awal apa yang ingin ia jual lebih condong pada nostalgia antara penonton and their lovely heroine. Bridget Jones's Baby merupakan sebuah rom-com standard tapi ia tahu memuaskan apa yang penonton cari dari petualangan terbaru Bridget Jones, semuanya masih sama termasuk pesona yang mampu membawa penonton bergembira bersamanya. Script klasik yang berani tampil have fun, eksekusi sutradara yang menjaga denyut nadi dari konflik standar di dalam durasi yang gemuk itu, performa akting yang oke, alur cerita dengan tone witty dan vibe yang enak dibantu soundtrack dan musik dengan Ed Sheeran dan Gangnam Style di dalamnya, ini memang klise, cheesy, dan tidak bersinar sama terangnya seperti Bridget Jones's Diary namun tetap berhasil menjadi sebuah reuni yang menyenangkan di mana penonton bergembira bersama heroine yang cukup sinting namun charming itu. Just like Ellie Goulding’s song, I’m still falling for you Bridget! 











1 comment :

  1. kyaaak cinemaxx bakal muter ini ga sabar pengen nonton, sayangnya the edge of seventeen ga diputer di indonesia.

    ReplyDelete