15 September 2016

Movie Review: Sully (2016)


"This is the captain, brace for impact."

Salah satu bagian penting dari cerita pada sebuah film adalah seberapa baik atau besar kualitas yang dimiliki oleh konflik atau masalah yang terkandung di dalamnya lalu kemudian bagaimana cara filmmaker menggunakan atau memainkan konflik tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ya, kualitas di atas kuantitas. So, apa yang dapat dihasilkan oleh sebuah film yang mencoba menggambarkan sebuah insiden jatuhnya pesawat terbang yang melakukan pendaratan darurat di atas sebuah sungai di mana ketika peristiwa tersebut berlangsung pesawat berada di udara hanya selama 208 detik? Tantangan tersebut berhasil dieksekusi dengan baik oleh sutradara Unforgiven, Mystic River, Million Dollar Baby, Letters from Iwo Jima, dan American Sniper. Sully: the art and a triumph of dramatization.

Tanggal 15 Januari 2009 pesawat US Airways Flight 1549 akan menempuh rute dari LaGuardia Airport kota New York untuk melakukan perjalanan menuju Charlotte Douglas International Airport. Di bawah komando Captain Chesley "Sully" Sullenberger (Tom Hanks), pilot veteran dengan jam terbang selama 42 tahun di dunia penerbangan, bersama dengan co-pilot Jeff Skiles (Aaron Eckhart) pesawat yang membawa 150 penumpang dan tiga awak kabin tersebut telah berhasil lepas landas dengan baik namun tidak lama berselang celakanya nasib naas menimpa pesawat tersebut. Tidak sampai tiga menit sejak lepas landas pesawat Airbus A320-214 itu bertabrakan dengan kawanan burung, beberapa dari mereka menyebabkan dua mesin jet pesawat kehilangan daya.

Mendapat komando dari traffic controllers untuk kembali ke LaGuardia atau mendarat di Teterboro Airport Captain Sully merasa hal tersebut mustahil untuk dilakukan dan memilih upaya penyelamatan yang lebih “gila”: mendaratkan US Airways Flight 1549 dengan dua mesin jet yang kehilangan daya tadi di atas sungai Hudson. Bersama dengan Jeff dan tiga crew cabin Sully sukses mengeksekusi tindakan darurat yang ia ambil tersebut, langsung membuatnya menjadi sorotan publik yang menganggapnya sebagai seorang pahlawan. Namun hal yang sama tidak terjadi di dalam National Transportation Safety Board yang menyatakan bahwa mesin bagian kiri dari US Airways Flight 1549 tidak sepenuhnya mati dan dapat digunakan oleh Sully untuk membawa pesawat kembali ke airport.  


Kisah nyata dari tujuh tahun yang lalu tersebut jika dihitung dalam satuan waktu berdasarkan simulasi lintasan terbang hanya berlangsung selama lima menit sejak pesawat lepas landas hingga ketika ia berhasil mendarat di atas sungai Hudson. What’s the point? Hal tersebut secara tidak langsung telah menunjukkan berada di level mana “tantangan” yang dimiliki oleh sutradara Clint Eastwood dan screenwriter Todd Komarnicki untuk menggambarkan kisah yang diangkat dari memoir berjudul ‘Highest Duty’ karya Chesley Sullenberger dan Jeffrey Zaslow itu. Dengan materi yang memiliki konflik begitu tipis seperti itu tentu menghasilkan berbagai tugas yang semakin tidak mudah untuk dilakukan, dari bagaimana cara mereka membentuk insiden selama 208 detik di atas awan menjadi sebuah presentasi berdurasi satu setengah jam hingga tentu saja mempertahankan, menjaga, atau mengikat atensi dari penonton yang telah berhasil mereka raih sebelumnya. Menariknya dua hal tersebut berhasil hadir dengan kualitas begitu manis di sini.

Hal tersebut yang menyebabkan mengapa kisah dari insiden yang disebut sebagai “Miracle on the Hudson” ini merupakan sebuah seni dramatisasi yang sangat mumpuni. Tidak lama dari garis start penonton sudah ditunjukkan hasil dan konsekuensi dari aksi “nekat” yang dilakukan oleh Sully, lalu kemudian setelah itu mereka menyaksikan proses investigasi yang ditemani dengan sebuah character study di mana karakter bermain dengan “depresi” namun manisnya skema tersebut hadir dengan urgensi yang terus “menyala” dengan baik hingga akhir. Salah satu hal terbaik dari film ini adalah trik pada timeline yang digunakan, melompat dari satu ruang waktu menuju ruang waktu lain di mana masing-masing dari mereka berada di jalur dan goal yang serupa: membuat karakter Sully bersama dengan penonton tetap merasa gelisah. Alhasil meskipun memiliki satu bagian yang “longgar” pada komunikasi via telpon antara Sully dan Lorraine (Laura Linney) yang memang terasa cukup repetitif ‘Sully’ tetap mampu tampil compelling hingga akhir. 


Water landing yang dilakukan pesawat merupakan pusat cerita tapi excitement yang tersisa setelah momen tersebut telah tampil tidak runtuh berkat struktur non-linear di narasi. Banyak point menarik di dalam cerita, dari apa yang terjadi, kapan, dan bagaimana itu bisa terjadi, itu dirajut dengan sangat manis bersama perang psikologis yang dihadapi Sully terhadap memori yang ia miliki, termasuk mimpi buruk yang dialami Sully sebelumnya. Post-traumatic stress menjadi penggerak tensi cerita, akibat “upaya” yang dilakukan oleh NTSB Sully kini berada dalam kondisi under pressure dan perlahan muncul sedikit rasa ragu pada dirinya, bimbang apakah aksi heroic yang ia lakukan tersebut merupakan sebuah keputusan yang tepat? Seiring proses investigasi yang semakin memanas penonton juga tetap “dibakar” dengan rasa ragu apakah Sully mengambil sebuah keputusan yang tepat walaupun anda merupakan bagian dari penonton yang merasa “proud” ketika Sully berhasil mendaratkan pesawat di atas sungai Hudson.

Ya, doubt, itu yang bermain di dalam pikiran karakter dan juga penonton. Narasi berhasil menyajikan sebuah “pergulatan” dengan konteks yang sederhana di dalamnya namun mampu terus mendorong bahaya dari konsekuensi yang mungkin dihasilkan, bagaimana jika pada akhirnya Sully dinyatakan bersalah dan kehilangan pekerjaannya sementara di sisi lain lewat Lorraine kita mengerti kini kondisi perekonomian keluarga mereka tidak stabil. Memang tahu atau tidaknya penonton terhadap fakta yang terjadi sesungguhnya di kehidupan nyata dari Chesley "Sully" Sullenberger ikut berperan penting tapi meskipun outcome telah penonton ketahui namun pergerakan dari potensi “malapetaka” yang mungkin menimpa Sully selalu terasa runcing. Hal tersebut tidak lepas dari kemampuan Clint Eastwood dalam mempermainkan materi cerita yang tipis tadi, cara ia menyajikan dramatisasi punya keseimbangan yang terasa manis, mengikat penonton pada sebuah studi karakter dilengkapi dengan komponen emosi yang menarik bersama dengan sebuah proses investigasi dengan tensi yang konsisten terasa gripping.  


Skema kronologis di dalam narasi yang tidak berjalan secara linear dan tradisional memberikan banyak ruang bagi Mister Eastwood untuk “mempermainkan” penontonnya, berhasil menyajikan dramatisasi yang padat di setiap lapisan cerita sehingga ketika telah dipermanis oleh editing cerita mengalir dengan lembut dan terkadang terasa menegangkan. Berbagai flashbacks menghasilkan punch yang “sehat”, menggambarkan kepanikan dan bahaya secara efektif serta tetap menjaga fokus pada water landing dan dampaknya di proses investigasi. Itu mengapa meskipun sekilas tampak seperti tidak memiliki banyak hal yang terjadi di dalam cerita ‘Sully’ sesungguhnya merupakan sebuah rollercoaster emosi dengan tensi yang menawan, ia bermain seperti yang Bridge of Spies lakukan tahun lalu. Di shoot menggunakan IMAX cameras Mister Eastwood tidak hanya membuat Sully menjadi presentasi yang immersive secara visual namun juga terasa immersive di storytelling, dari di dalam kabin pesawat hingga air traffic controller, terdapat bahaya di sana tapi mereka hadir dengan cara yang dingin namun juga mencengkeram.

Hal terbaik lain yang dilakukan oleh Mister Eastwood adalah membuat karakter Sully begitu bersinar, dari sukses meraih simpati dari penonton hingga bermain dengan rasa ragu mereka. Pencapaian tersebut juga dibantu oleh kinerja akting Tom Hanks, tampil sebagai pria yang berada di bawah tekanan namun mencoba tetap tampil tenang di hiruk-pikuk investigasi dengan sebuah skenario "mengerikan" yang mungkin terjadi. Sebuah performance yang solid, tanpa penjabaran yang begitu jauh penonton ia tarik untuk berada di sisi Sully namun ketika rasa percaya diri yang Sully miliki mulai berkurang penonton ikut merasa ragu dan gelisah bersama Sully. Ekspresi wajah, suara, gerakan tubuh sederhana, dari luar kinerja akting Tom Hanks memang tampak sedikit lunak namun ia menghasilkan aura seorang kapten yang begitu menawan and reminds audiences why he's one of the best living legend actors. Hanks juga berbagi chemistry yang simple namun efektif bersama Aaron Eckhart, sementara di sisi lain karakter semi-antagonist berhasil ditampilkan dengan baik oleh Mike O'Malley, Jamey Sheridan, dan Anna Gunn.


Overall, ‘Sully’ adalah film yang memuaskan. Menunjukkan pada penonton outcome dari konflik utama tidak membuat tensi dan pesona dari dramatisasi yang ‘Sully’ tampilkan berikutnya terasa berkurang, pendaratan darurat berdurasi 208 detik itu berhasil dilebarkan oleh Clint Eastwood dan timnya menjadi sebuah drama yang konsisten terasa exciting sejak awal hingga akhir meskipun memiliki sinopsis yang terkesan lacks a driving force. Disokong pula oleh kinerja akting dari cast yang mumpuni terutama solid performance dari Tom Hanks ‘Sully’ memang tampak tenang dan dingin dari luar namun di dalam ia merupakan sebuah rollercoaster emosi dengan tensi dan urgensi yang memikat, sebuah penggambaran heroism yang begitu subtle and sharp dari Mister Clint EastwoodWith this absorbing, engaging, lingering and nail-biting drama, 2016's awards season officially started. Segmented. 











0 komentar :

Post a Comment