12 May 2016

Review: Neighbors 2: Sorority Rising [2016]


“They’re using their sexuality as a weapon.”

Ketika sebuah studio mengumumkan produksi sekuel dari sebuah film akan muncul pertanyaan dengan jenis yang begitu familiar, seperti mengapa, untuk apa, bahkan fungsinya apa? Maksud dan tujuan sekuel beragam misalnya untuk membuat lebih banyak lagi uang, tapi ada pula niat yang tidak semurah itu seperti ingin mencoba meneruskan cerita, menjawab pertanyaan yang belum terjawab, hingga membuat kemasan yang lebih baik dengan berusaha memperbaiki kelemahan di film terdahulunya. Dua tahun lalu komedi berjudul Neighbors berhasil meraih box office 15 kali lipat dari budget yang ia punya, tapi menariknya kehadiran Neighbors 2: Sorority Rising (Bad Neighbours 2) ternyata tidak semurah sekedar untuk mencoba mengulangi pencapaian tersebut.

Mac (Seth Rogan) dan Kelly (Rose Byrne) masih berusaha keras mencoba untuk menjadi orangtua yang “baik” bagi putri mereka Stella, sementara di sisi lain mereka juga sedang bersiap menantikan kehadiran anak kedua mereka. Oleh karena itu mereka berniat untuk pindah ke rumah yang lebih besar dan menjual rumah lama mereka. Celakanya niat tersebut menemui masalah ketika sekelompok gadis-gadis muda yang gemar berpesta bernama Kappa Nu di bawah pimpinan Shelby (Chloe Grace Moretz) datang menempati rumah disamping rumah Mac dan Kelly. Mac dan Kelly dengan dibantu musuh lama mereka, Teddy Sanders (Zac Efron), berusaha untuk melakukan “perlawanan” untuk mencegah kebangkitan Kappa Nu. 



Bukankah dari sinopsis tadi akan banyak mengingatkan kamu pada film pertama, Neighbors, yang muncul dua tahun lalu? Ya, memang sama persis tapi kali ini musuh bagi dua karakter utama kita diganti jenis kelaminnya dari pria menjadi wanita. Tapi yang menarik formula yang copy paste tadi berhasil dibentuk ulang oleh Nicholas Stoller untuk menjadi sajian komedi yang begitu menghibur, bahkan sedikit lebih baik dari film pertama. Mac dan Kelly masih berhadapan dengan masalah menjadi orangtua, mereka punya rencana, dan kemudian rencana mereka bertemu dengan rintangan yang kembali hadir dalam bentuk yang sama: remaja yang gemar berpesta. Bla bla bla, semua sama, tapi yang berbeda ketika Neighbors cenderung kearah let’s party sepuas hati film dengan meloncat kesana kemari film ini menampilkan pesta tersebut dengan tetap berpijak ke bumi.

Sederhananya, ini terasa lebih padat dan lebih mengikat. Memang efek dari film pertama jadi penonton sudah mengerti pola dari masing-masing karakter utama, dan karena usaha untuk membentuk dengan karakter tidak memakan banyak waktu Nicholas Stoller (Forgetting Sarah Marshall, Get Him to the Greek, The Five-Year Engagement) manfaatkan untuk menggambarkan masalah secara lebih mendalam. Mendalam di sini dalam artian yang tidak kompleks, mencoba mengeksplorasi berbagai isu dari tentang gender misalnya dengan cara mengolok-olok dan tetap mengandalkan sistem berpesta yang diusung film pertama. Hal tersebut sebenarnya sebuah kejutan besar dari film ini, karena mengingat cara film pertama hadir di hadapan penonton kemampuannya untuk menampilkan isu sosial dan budaya dengan cara yang fun dan tanpa terkesan menggurui tidak pernah saya harapkan dari film ini.



Neighbors adalah "kekacauan" yang total dengan “something important” yang tipis di dalam cerita, dan Neighbors 2: Sorority Rising berhasil mempertebal “something important” tadi. Terasa memang dampak hadirnya Nicholas Stoller, Seth Rogen, dan Evan Goldberg sebagai penulis naskah untuk membantu Andrew J. Cohen dan Brendan O'Brien. Meskipun menggunakan formula yang sama persis kesan pemalas tidak terasa dari Neighbors 2: Sorority Rising karena kamu akan menemukan berbagai hal segar di dalamnya. Dalam hal cerita muncul tema yang terasa kuat, seperti persahabatan, seksisme, feminisme, hingga identitas, tapi di sisi komedi kualitasnya terasa lebih merata, kemampuannya membuat penonton tertawa lebih konsisten dan momen laugh out loud dengan eksekusi yang baik juga lebih banyak. Dan meskipun di bagian akhir momentum terasa berkurang alur cerita di luar bagian tersebut berhasil tampil dinamis, aksi kejar-kejaran yang sukses mengikat penontonnya untuk go and stop bersama tawa.



Kemajuan juga terjadi di cast, dan meskipun tiga pemeran utama kembali dan berhasil menampilkan karakter mereka dengan lebih baik lagi dibandingkan dengan film pertama bintang utama di film ini justru Chloë Grace Moretz. Chloë berhasil membuat Shelby terasa seperti remaja wanita norak dan naif yang menjengkelkan tapi menarik untuk diamati. Shelby seperti pemberontak yang bertugas sebagai goal-getter, dan Chloë Grace Moretz berhasil melakukan itu dengan sangat baik. Tiga karakter utama yang kembali hadir juga tidak kalah terlalu telak dari Chloë Grace Moretz. Zac Efron misal, ia bertugas sebagai jembatan untuk membangun “perang” antara Mac-Kelly dan Shelby, dan itu ia lakukan dengan baik. Rose Byrne di sini fungsinya seperti ketika menjadi Rayna Boyanov di Spy, berhasil menjadi moment stealer yang oke. Ike Barinholtz juga berhasil mencuri perhatian. Dan Seth Rogen still doing "Seth Rogen", dan itu menyenangkan.



Neighbors 2: Sorority Rising ini adalah sekuel yang cerdik, ia tidak mencoba untuk berubah secara frontal, ia masih menggunakan formula yang sama seperti pendahulunya, tapi dengan memperbaiki kelemahan di film pertama ia berhasil menjadi sajian komedi rasa sama yang terasa lebih segar. Adalah sebuah kejutan menemukan berbagai isu seperti sosial dan budaya tampil lebih luas ketika mengingat apa yang dihadirkan film pertamanya. Neighbors 2: Sorority Rising berkembang dengan cara yang benar, sebuah pembuktian dari Nicholas Stoller bahwa ia salah satu sutradara yang ahli menciptakan komedi yang solid, sebuah komedi yang dinamis berisikan lelucon vulgar penuh tawa tepat guna dengan “something important” yang terselip manis di sampingnya.























Thanks to rory pinem

0 komentar :

Post a Comment