20 March 2016

Review: Whiskey Tango Foxtrot (2016)


"I wanted out of my mildly depressive boyfriend, I wanted to blow everything up."

Begitu banyak hal menarik yang dapat “dimanfaatkan” dari proses mencari, meliput, serta memproduksi berita yang dilakukan oleh wartawan, bukan hanya dari proses bagaimana berita itu diperoleh, dibentuk, hingga disajikan kepada penonton namun terdapa sisi kecil lain yang tidak kalah menarik. Contohnya seperti bagaimana mereka membangun pendekatan dengan sumber informasi, menjaga hubungan dengan orang-orang “penting” di sekitar, hingga bagaimana usaha mereka bertahan hidup untuk dapat kembali pulang ke kasur kesayangan mereka di rumah. Whiskey Tango Foxtrot (mari singkat saja menjadi WTF) mencoba membawa penonton merasakan pengalaman jurnalistik tersebut dalam perpaduan drama dan komedi, seperti sebuah soft drinks yang oke.

Akibat rasa kesal terhadap kekasihnya serta pekerjaannya yang jurnalis berita TV bernama Kim Baker (Tina Fey) memanfaatkan sebuah kesempatan untuk menjadi reporter di medan perang. Untuk mendapatkan penyegaran atas kehidupannya yang ia rasa telah macet itu Kim baker terbang ke Kabul untuk melaporkan berita dari garis terdepan Perang Afghanistan. Ternyata tantangan tersebut tidak semudah yang Kim kira, budaya serta adat istiadat memberi kejutan baginya terlebih ia dipaksa terlibat jauh lebih dalam akibat hubungan dengan orang-orang baru di sekitarnya, dari Kolonel Hollanek (Billy Bob Thornton), reporter Tanya Vanderpoel (Margot Robbie), wartawan asal Skotlandia bernama Iain MacKelpie (Martin Freeman), hingga Perdana Menteri Ali Massoud Sadiq (Alfred Molina).



Bukan karena sinopsis melainkan karena pemeran utamanya adalah Tina Fey sehingga di awal saya mengira bahwa Whiskey Tango Foxtrot akan menjadi sebuah komedi tentang perang di mana Tina Fey melakukan berbagai aksi aneh dan gila andalannya, tapi ternyata WTF lebih “baik” dari perkiraan saya tadi. Memang hal tadi tetap hadir, Tina Fey dengan cepat menjadikan Kim Baker sebagai sosok buddy bagi penonton, ia adalah wanita yang kita pahami masalah yang ingin ia lepaskan serta keinginan yang ingin ia capai, cara sutradara Glenn Ficarra dan John Requa (I Love You Phillip Morris; Crazy, Stupid, Love) memberikan elemen keras di bagian awal sebagai pendamping proses perkenalan juga baik. Tapi hal yang paling menarik dari WTF adalah ketika kamu menganggap ia akan menjadi komedi yang ringan ternyata ia justru perlahan berubah menjadi kombinasi komedi dan drama dengan rasa satir yang, well, punya isi yang oke.



Whiskey Tango Foxtrot ternyata memiliki niat lain ketimbang sekedar menjadi arena bagi Tina Fey untuk bersenang-senang liar, ia ingin menggambarkan bagaimana wartawan beruang di medan perang lengkap dengan berbagai masalah dari yang terkait dunia jurnalistik hingga di luar itu seperti benturan budaya misalnya. Dari kekacauan hingga interaksi media berita baik itu dengan sesama jurnalis hingga dengan informan, WTF terus bergerak dengan penuh percaya diri di antara drama dan komedi, jadi jangan heran jika kamu akan sering menemukan perpindahan nada di antara keduanya. Sebenarnya hal tersebut tidak hanya memberikan dampak positif di mana screenplay yang di tulis oleh Robert Carlock (30 Rock) menjadi tidak pernah terasa lesu namun juga berpotensi menjadikan nada cerita sulit untuk dicerna. Tapi apakah hal tersebut merupakan masalah besar? Itu masalah, namun tidak besar.



Memang pada akhirnya tidak ada yang dominan di antara dua elemen tadi di WTF, drama tidak begitu kuat, komedi walaupun sering menghasilkan pukulan oke namun secara keseluruhan juga tidak luar biasa. Yang menjadi masalah adalah kekurangan tersebut berhasil diminimalisir dampak merusaknya oleh Glenn Ficarra dan John Requa. Arah cerita memang sesekali terasa tidak jelas namun mereka berhasil menjaga hal-hal ringan seperti lelucon yang segmented untuk mengalahkan minus tadi dan tetap mengikat atensi penonton. Begitupula dengan bahan cerita, banyak isu yang film ini bawa padahal ruang main dan sudut pandang yang ia punya sempit, editing juga tidak begitu baik, tapi menariknya cerita tidak terasa sesak dan menggangu karena sejak awal WTF terhitung berhasil membawa penonton seolah berada di samping Kim Baker dan mengikuti pengalamannya berjuang di tengah-tengah medan perang.

Selain kemampuan Glenn Ficarra dan John Requa mengolah materi agar menghindar dari unsur politik yang terlalu gelap serta mengolah bentrokan budaya menjadi manis, lalu sinematografi yang oke, kinerja cast juga banyak memberikan kontribusi positif. Selain memanfaatkan aspek jurnalistik fokus lain film ini adalah mengamati manusia di medan perang, dan itu cukup berhasil karena ia memiliki banyak karakter menarik. Margot Robbie, Martin Freeman, hingga Alfred Molina berhasil menjadi kompatriot yang pas bagi bintang utama, Tina Fey, mereka berhasil mencuri atensi tanpa mencuri fokus utama. Tina Fey sendiri berhasil menyeimbangkan sisi drama dan komedi dengan baik, performanya terasa terkendali dengan bagian paling menarik adalah kemampuannya membuat Kim Baker punya pesona yang menarik untuk diikuti.



Jika memakai perumpamaan Whiskey Tango Foxtrot ini seperti segelas soft drink, minum dengan rasa manis buatan yang terasa nikmat tapi pada akhirnya tidak memberikan rasa kenyang. Itu pula penyebab mengapa film ini berada di zona yang tidak jelas, ia tidak buruk namun juga tidak sangat menawan, terdapat rasa enjoy yang diperoleh penonton tapi ketika ia berakhir yang tertinggal hanya senyuman bukan tepuk tangan sambil berkata wtf WTF. Jika kamu datang dalam kondisi “lapar” maka kemungkinan kamu akan pulang dengan sedikit rasa kurang puas, namun jika kamu datang dengan perut dalam kondisi yang tidak begitu kosong maka Whiskey Tango Foxtrot aja menjadi sajian yang membuat kamu merasa “kenyang” di akhir cerita. Segmented.















Thanks to: rory pinem

0 komentar :

Post a Comment