23 March 2016

Review: Remember (2015)


"You must find him. You must kill him."

Apakah sakit hati perlu dibalaskan? Ada yang mengatakan bahwa balas dendam terbaik adalah menunjukkan pada orang yang telah menyakitimu bahwa perbuatannya tidak meninggalkan luka yang bersifat merusak. Tapi tidak semua orang punya konsep yang “dewasa” dan “lembut” seperti itu, ada yang merasa bahwa luka harus dibalas dengan luka, darah harus dibalas dengan darah. Remember mencoba menggunakan pertanyaan tadi untuk menyajikan sebuah “drama” yang tidak biasa, meminjam elemen thriller kontemporer, meminjam unsur Memento, diisi dengan isu Holocaust untuk menjadi sebuah aksi mengamati manusia yang intens dan lembut secara bersamaan.

Korban kamp konsentrasi Auschwitz bernama Zev Gutman (Christopher Plummer) terbangun di kamarnya di sebuah panti jompo dengan menyerukan nama istrinya, Ruth, lalu kemudian perawat datang untuk mengingatkan kembali Zev bahwa istrinya itu telah meninggal seminggu yang lalu. Zev menderita demensia, penurunan fungsi otak yang justru menjadi “senjata” berbahaya ketika ia dimintai tolong oleh Max Rosenbaum (Martin Landau). Max yang kini mengisi harinya di atas kursi roda memberi Zev sejumlah uang, tiket kereta api, serta sebuah surat berisi instruksi. Tugas Zev sederhana, ia harus menemukan seorang blockfuhrer yang telah membunuh keluarga mereka, Otto Wallisch, yang kini menyamar menjadi Rudy Kurlander, lalu membunuhnya.



Remember seperti berusaha menggabungkan thriller rasa dingin dengan isu Holocaust yang menyeramkan, dan secara garis besar Benjamin August sebagai penulis dan Atom Egoyan sebagai sutradara berhasil mengeksekusi ide tadi dengan baik. Saya lebih suka menyebut ini sebagai sebuah drama yang cerdik memainkan dua elemen tadi, ia memberikan kita penonton dua fokus yang berhasil tampil menarik untuk diamati tapi dua sisi itu terus dibuat agar tidak langsung terbakar. Perlahan adalah pilihan Remember bercerita, ketegangan secara mengejutkan terasa kokoh tapi mayoritas dari mereka lebih ke arah membuat kamu resah ketimbang berusaha mencengkeram. Dan ketika hal tersebut terus stabil sejak awal hingga akhir di sisi lainnya Atom Egoyan coba mengeksplorasi makna yang tersimpan dari setiap konflik di cerita.



Sebenarnya simple, dari sinopsis memberikan jalan buat Zev agar dapat menemukan apa yang ia cari karena sudah terdapat empat calon sehingga proses menemukan yang jadi pusat skenario tidak sempit. Yang menarik adalah walaupun tampak tenang Remember terus bergerak maju secara meyakinkan, sisi menyeramkan dari Holocaust tumbuh untuk membuat penonton merasa resah. Ya, mungkin untuk ukuran sebuah film yang mencoba bercerita tentang Holocaust film ini terasa terlalu “mini” di bagian tersebut, Atom Egoyan lebih condong menggunakan Holocaust untuk memberikan jangkar pada masalah utama, ia tidak mencoba menelusuri lebih jauh dan fokus ada usaha membentuk tahapan yang harus dilalui Zev memberikan berbagai thrill kepada penontonnya.



Interpretasi pada pilihan yang diambil tadi mungkin akan sulit diterima semua penonton, namun sebenarnya membatasi unsur Holocaust justru menjadikan gerak thriller ini terasa segar. Terdapat sebuah kisah masa lalu yang menyeramkan tapi ia tetap pada batas menjadi sebuah thriller kontemporer karena sejak awal ia tidak menciptakan kepentingan untuk menggambarkan Holocaust secara lebih mendalam, ia menghindar dari potensi menimbulkan argumen. Hasilnya, Remember berhasil menjadi sebuah thriller Holocaust yang simple tapi tetap seram, campuran nada terasa nyaman menemani penonton menyaksikan ketidaknyamanan. Zev berada di dalam misi berbahaya, ada informasi tapi kehadirannya seperti ditarik ulur oleh Egoyan, uniknya walaupun punya materi terbatas karakter juga berhasil menciptakan empati dan simpati yang unik, kita mengerti niat Zev tapi apakah misi tersebut “wajib” ia lakukan?



Itu adalah bagian di mana Remember coba memprovokasi penontonnya, sebuah isu tentang manusia dengan menggunakan seorang pria yang dihantui oleh tragedi masa lalunya. Mengikuti Zev tidak pernah terasa monoton walaupun cerita menekan dengan cara yang dingin. Pencapaian tersebut berkat kinerja cast yang sangat kuat, terutama pemeran utamanya, Christopher Plummer, meskipun Martin Landau juga punya kontribusi yang oke, ia berhasil menjalankan tugasnya untuk menyuntikkan misteri ke dalam cerita. Kinerja Christopher Plummer di film ini sangat layak untuk "didorong" ketika Awards Season muncul kembali, ia berhasil menampilkan rasa bingung dan ambisi besar Zev dengan gaya gravitasi yang begitu kuat sehingga Zev yang awalnya tampak seperti pria tua yang renta perlahan justru berubah menjadi pria yang begitu berbahaya.



Remember memang tidak luar biasa apalagi setelah melempar beberapa ide yang mungkin muncul nyatanya perlahan mereka justru tidak klik kuat dengan motivasi karakter. Hal tersebut punya potensi untuk membuat beberapa penonton merasa seperti telah dicurangi oleh Remember. Namun selain bagian akhir yang terlalu cepat itu sisa cerita berhasil tampil baik, sebuah perjalanan balas dendam yang berhasil membawa penonton seolah berada di samping karakter utama yang dimainkan dengan sangat kuat oleh Christopher Plummer. Ibarat sebuah makanan Remember tidak terasa pedas, rasa yang ia hasilkan begitu familiar dan tidak istimewa, namun ia mampu membuat kamu melahapnya habis dan akhirnya berujar bahwa ia merupakan sebuah sajian yang enak. Segmented.















Thanks to: rory pinem

2 comments :