09 February 2016

Review: The Program [2015]


"Attack without mercy, keep your head down and don't look back."

Dari kesuksesan mengalahkan kanker ganas hingga menjadi juara dunia balap sepeda dengan pencapaian tujuh gelar bergengsi Tour de France secara berturut-turut, sulit untuk tidak mengagumi sosok bernama Lance Armstrong, ikon besar di dunia balap sepeda yang sama seperti Michael Phelps di olahraga renang prestasi yang ia capai begitu mudah meninggalkan impresi “too good to be true” bagi penonton dan mulai mempertanyakan bakat miliknya. The Program mencoba menggambarkan sosok yang berhasil mengubah rasa kagum menjadi shock besar di tahun 2012 yang lalu ini, saint to sinner, sebuah "kecurangan" besar dalam sejarah olahraga.

Setelah menggunakan hormon glikoprotein bernama Erythropoietin (EPO) pria dengan profesi sebagai atlet balap sepeda bernama Lance Armstrong (Ben Foster) berhasil meningkatkan levelnya di dunia balap sepeda. Meskipun setelah itu ia didiagnosa memiliki penyakti kanker testis ganas setelah menjalani operasi dan kemoterapi yang melelahkan Armstrong bertekad untuk kembali ke level yang pernah ia capai tadi meskipun kondisi kesehatannya lemah. Keinginan itu tercapai berkat bantuan Dr. Michele Ferrari (Guillaume Canet), Armstrong berhasil mencetak kemenangan "ajaib" di Tour de France tahun 1999 yang kemudian berlanjut selama enam tahun ke depan. Namun berawal dari wartawan olahraga bernama David Walsh (Chris O'Dowd) pencapaian Armstrong tadi menjadi salah satu sejarah kelam di dunia olahraga.  



Jika kamu penggemar olahraga maka kamu pasti sudah mengetahui kasus doping yang berhasil menggemparkan dunia olahraga tahun 2012 yang lalu, kasus yang diberikan label sebagai “the most sophisticated, professionalized and successful doping program that sport has ever seen” oleh United States Anti-Doping Agency. Saya tidak mengikuti berita balap sepeda serta sejarahnya secara detail namun saya yakin mereka yang lahir di tahun 90an pasti akan langsung menyebut nama seorang Lance Armstrong jika mendengar olahraga tersebut. Lance Armstrong sudah menjadi ikon yang besar di dunia balap sepeda, dan proses perjuangan yang ia lakukan hingga berakhir pada banyak prestasi yang berhasil ia capai termasuk tujuh gelar Tour de France harus dilucuti merupakan sebuah “materi” yang sangat empuk untuk dibentuk.



Nah, yang menjadi masalah adalah di tangan Stephen Frears materi yang empuk tadi terasa seperti sebuah kerupuk yang telah masuk angin dan tidak lagi renyah. Bagi yang sudah mengetahui info terkait kasus tadi maka kamu sudah pasti telah mengerti apa yang terjadi, dan daya tarik film ini bagi kamu akan sedikit berbeda yang terletak pada poin di mana Armstrong harus berhadapan dengan kasus doping. Memang The Program berhasil menyajikan poin-poin menarik dari perjalanan hidup seorang Lance Armstrong tapi skenario terasa mencoba sangat keras untuk mengemas banyak bahan tadi menjadi satu. Hasilnya, alur cerita sering terasa melompat-lompat, koneksi penonton dengan konflik dan karakter cukup sulit terbangun, simpati, empati, dan emosi terasa biasa, dan kesan “nyata” dari karakter juga terasa lemah, dan itu bahaya karena ini berdasar kisah nyata.



Jadi jangan heran jika ketika telah berada di tengah durasi ada kesan The Program bukan sebuah dramatisasi tentang salah satu hero yang menjadi zero di dunia olahraga, melainkan sebuah film documenter. Tapi jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh The Armstrong Lie saja film ini juga masih kalah terutama dalam urusan menghasilkan momentum dramatis bagi penonton. The Program terasa seperti usaha menyajikan fakta-fakta dengan niat untuk mambuat kesalahan Lance Armstrong tadi terasa ringan, memang cerita punya isi yang oke tapi tidak didorong lebih jauh. Tidak hanya terasa tipis, cerita The Program juga sering terasa melayang-layang di gerak mondar-mandir itu, editing yang begitu “hectic” menyebabkan fokus cerita tidak kuat.



Dibantu Chris O'Dowd dan Jesse Plemons yang tampil baik serta Dustin Hoffman yang sukses mencuri perhatian, Ben Foster memberikan kinerja yang intens dengan kesuksesan menjaga kontras dari konflik tetap oke. That’s it, penampilan cast memang memikat dan cukup baik dalam membantu nilai keseluruhan film tapi elemen drama The Program justru terasa tipis dan seperti bersembunyi dibalik usaha bercerita tentang kebenaran, ambisi, etika, hingga integritas baik itu di dunia olahraga maupun atlet sebagai manusia yang justru menghasilkan kesan dokumenter di dalam cerita. Jika kamu ingin tahu lebih banyak terkait topik tentang kasus Lance Armstrong yang lebih mendalam dan lebih menghibur maka The Armstrong Lie atau Stop at Nothing merupakan pilihan yang lebih tepat. This one? Nay, too normal, shallow. 













Thanks to: rory pinem

0 komentar :

Post a Comment