"People are afraid of all the wrong things."
Apa yang pertama kali melintas di pikiran anda ketika
melihat poster diatas mungkin adalah sebuah film yang mencoba memberikan
sensasi misteri kejahatan dengan menebar ketegangan menggunakan adegan aksi
bersama limpahan peluru yang mendominasi. Pistol dan peluru itu memang ada,
namun ternyata hanya sebagai pemanis dari sebuah action drama yang bergerak
tenang untuk mempermainkan penontonnya. A
Walk Among the Tombstones, an effective thriller package, which seriously like
walking among the tombstones.
Di awal tahun 90-an seorang officer NYPD bernama Matthew Scudder (Liam Neeson) masuk
kedalam sebuah kedai untuk menikmati paket minuman favoritnya. Tidak lama
berselang muncul dua orang pria kedalam kedai tersebut dan melepaskan tembakan
kepada sang pemilik, situasi yang menciptakan aksi kejar diantara mereka dengan
Scudder yang langsung bergerak cepat. Semua pada akhirnya memang berhasil
teratasi, namun sebuah peristiwa tragis meninggalkan memori kelam bagi Scudder
yang juga menjadi alasan ia melepas statusnya sebagai aparat keamanan.
Tapi ternyata kasus kriminal belum mau menjauh dari
Scudder, dimana delapan tahun kemudian dengan statusnya sebagai detektif swasta
ia bertemu dengan Kenny Kristo (Dan
Stevens), seorang pengedar narkoba yang sedang berhadapan dengan kasus
pembunuhan berantai. Kenny mendapati sang istri diculik, dan setelah melakukan
aksi tawar menawar ia memang berhasil mendapatkan kembali sang istri, namun
sayangnya dalam kondisi yang mengenaskan. Kenny ingin Scudder menemukan
penjahat tersebut agar ia dapat melakukan apa yang mereka lakukan kepada
istrinya.
Tidak menjadi sesuatu yang mengherankan apabila ada
penonton yang merasa skeptis dengan film ini ketika mereka tahu ada Liam Neeson di posisi terdepan, dan
tidak dapat dipungkiri pula bahwa Scott
Frank masih memanfaatkan betul image yang telah terbentuk pada pria 62
tahun itu, dari aksi balas dendam, pria yang mencoba menemukan dan
menyelamatkan kembali kehidupannya, mereka terus dibakar dalam ketenangan untuk
kemudian ditutup dengan cara paling klasik yang mereka inginkan. Formula
tersebut telah identik dengan Liam Neeson, dari yang paling populer Taken, saya juga masih ingat ketika ia
menjadi pria yang dipermainkan oleh sang istri di Unknown, terdampar di The
Grey, dan terjebak di pesawat dalam Non-Stop.
Tapi apakah salah? Tidak, dan disini Scott Frank meraih keuntungan dari hal
tadi.
A Walk Among the Tombstones seperti sebuah arena yang diciptakan untuk Liam
Neeson, dan performa yang cukup mumpuni dari pemeran utamanya itu pula yang mampu
menyelamatkan ketidakmampuan Scott Frank
dalam membangun kisah yang tampil sama baik di dua paruh cerita dengan bermain-main bersama aksi prosedurial
kepolisian ini. Saya suka paruh pertama, bagaimana kekejian dari konflik utama
itu berhasil terbangun dengan baik, begitupula keterampilan dalam menciptakan
perputaran cerita yang mampu secara bertahap meningkatkan daya tarik misteri,
dan seperti yang disebutkan di awal tadi meskipun ia bergerak lambat ia mampu
terus membakar sensasi tegang bagi penontonnya, membuat penonton terjebak dalam
nada cerita yang terbangun dengan baik sejak awal itu, serta terlibat berkat
karakterisasi yang efektif di tahap itu.
Dapat dikatakan itu adalah momen terbaik dari A Walk Among the Tombstones, saat dimana
semua pertanyaan masih belum mulai mencari garis finish, menjadi sesuatu yang
menarik bagi penonton untuk ikut masuk dan menemukan jawaban. Dengan
cinematography yang cukup mumpuni hadir permainan atmosfer yang menjadi andalan
disini dan sanggup menjadikan gerak mondar-mandir yang ia miliki tidak terasa
menjengkelkan, seperti berhati-hati untuk menarik penonton lebih dekat dengan
mereka, dan memang kita perlahan seolah merasa menjadi karakter lain yang ikut
mengamati proses pemecahan masalah itu. Tapi celakanya penyakit klasik dari
sebuah film misteri hadir disini, hal yang juga dialami oleh film-film yang
disebutkan diawal tadi: misteri hilang, daya tarik perlahan ikut menghilang.
Yang menarik dari film ini bagi saya adalah identitas
dari sang penjahat. Ya, performa yang diberikan Liam Neeson memang terasa stabil hingga akhir, namun karakter
antagonis itu yang menjadi sumber thrill dalam
cerita. Ketika mereka masih ditempatkan di pusat cerita bersama ambiguitas yang
manis, ini mengasyikkan, permainan rasa tidak nyaman yang terus disuntikkan dan
bahkan sesekali mampu memberikan kesan menakutkan. Sayangnya Scott Frank tidak
mampu membawa kenikmatan tersebut untuk ikut masuk kedalam proses dimana ia
mulai membuka jalan menuju jawaban, plot cerita drastis berubah menjadi tipis,
kesan haunting juga jatuh sangat jauh. Dampak negatif dari dua hal tadi sebenarnya dapat di
minimalisir, asalkan karakter dan cerita masih punya kuantitas dan kualitas
pesona yang sama.
Celakanya A Walk
Among the Tombstones tidak mampu mempertahankan hal terakhir tadi, sebuah
sistem sederhana dimana karakter protagonist bisa menjadi menarik karena ada
karakter antagonis dan hal-hal yang juga tampil sama menariknya
disekelilingnya. Ketika kita masuk kedalam tahapan eksposisi dimana cerita
mulai menjelaskan apa yang ada dibalik misteri tadi, ini tidak lagi sama menariknya,
babak pertama yang tampil baik itu justru dinodai dengan babak kedua yang
tampil suram, energi yang terasa habis sehingga cerita seperti bergerak penuh
rasa kantuk dan monoton, padahal ia punya tugas yang krusial untuk
menghubungkan bagian paling akhir yang telah menunggu mereka dengan gelapnya
malam dan desingan peluru itu.
Overall, A Walk
Among the Tombstones adalah film cukup memuaskan. A Walk Among the Tombstones merupakan sebuah thriller kejahatan
yang menjalankan tugasnya dengan efektif, meskipun sayangnya tidak mampu
menjauh dari penyakit klasik yang identik dengan genre tempat ia bermain,
kenikmatan yang manis ketika ia masih bermain-main dengan misteri, namun tidak
mampu menjaga rasa tersebut untuk hadir pula ketika ia mulai mengurai misteri,
baik itu dari sisi narasi, karakter, hingga sensasi dan juga pesona, meskipun
inkonsistensi itu berhasil sedikit diselamatkan oleh kinerja dari Liam Neeson.
0 komentar :
Post a Comment