19 September 2014

Movie Review: The Seasoning House (2012)


"Get out while you can."

Seorang teman pernah berujar demikian kepada saya, “coba lihat wajah wanita itu, tampak innocent,” dan respon saya adalah “dia wanita buas.” Mungkin sebuah jawaban yang terasa aneh, namun bukankah kita sudah sering sekali mendengar kalimat ini, “don't judge the book by its cover,” karena hakikatnya semua manusia sama dan kemana mereka berlari tergantung arah mana yang mereka pilih. The Seasoning House, a good enough revenge thriller.

Seorang wanita muda dengan panggilan Angel (Rosie Day) melangkah dengan ekspresi tenang yang dipenuhi rasa takut, mengitari koridor sebuah rumah yang sangat kotor untuk menjalankan tugasnya, memperbaiki tampilan serta menyuntikkan narkoba dari pada gadis di tiap kamar. Rumah tersebut merupakan sebuah tempat pelacuran yang dikelola oleh pria bernama Viktor (Kevin Howarth), yang menjadikan para gadis yang mereka ambil dari medan peperangan untuk kemudian dipaksa menjadi pelacur, masing-masing memiliki sebuah kamar dengan kasur yang menjadi tempat rantai yang mengikat tangan dan tubuh mereka terkait erat.

Yang menjadi masalah adalah Angel merupakan seorang gadis yang bisu, yang juga menjadi penyebab mengapa ia dijadikan assisten merangkap perawat oleh Viktor. Namun dibalik sikap acuh yang ia tunjukkan ternyata Angel menyimpan empati kepada para gadis lainnya yang bernasib jauh lebih buruk, kerap kali ia mencoba untuk menolong mereka namun tidak punya keberanian dan berakhir sebatas menyaksikan lewat celah kecil dibalik dinding. Namun suatu ketika kesempatan yang mereka nantikan itu tiba, kesempatan untuk melarikan diri dan membalaskan dendam.


Petualangan sempit yang berada dibawah kendali Paul Hyett ini melabeli dirinya sebagai sebuah film horror, dan sebenarnya cukup sulit untuk setuju dengan hal tersebut. Ketimbang menyebutnya sebagai hiburan yang mencoba menebar sensasi menakutkan bagi penontonnya, saya lebih suka menyebut The Seasoning House sebagai thriller klasik dengan memanfaatkan upaya balas dendam dari proses bertahan hidup bersama pertarungan melawan setan didalam batin. Ya, bukan karena ia tidak punya sosok gaib yang identik dengan horror, tapi karena kadar menakutkan yang ia berikan juga tidak begitu kuat, namun disisi lain ia justru berhasil memberikan thrill yang manis dalam ketenangan yang diputar-putar itu.

Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa dibalik betapa standard materi yang ia punya justru tidak ada rasa jengkel yang begitu besar ketika ia telah selesai menghibur penontonnya. Terasa lambat memang, tapi ada sebuah penggambaran tentang human trafficking berisikan perjuangan antara hidup dan mati yang terbentuk dengan cukup baik disini, sesekali memasukkan kilas balik tragedi, terkadang ia dicampur dengan penggunaan adegan kekerasan yang brutal, kemudian di sisipi oleh drama yang mengandalkan permainan psikologis, mereka digunakan dengan baik oleh Paul Hyett untuk melakukan eksploitasi penindasan penuh penderitaan yang cukup cekatan dan intens.


Benar, intens, The Seasoning House seperti kekerasan yang digambarkan dengan ketenangan. Mata Angel seolah menjadi mata penontonnya, rasa sakit dan derita dari karakter datang melalui sebuah proses yang perlahan mendorong penonton untuk terlibat lebih dekat, sisi humanisme mereka dimanfaatkan dengan baik bersama dengan situasi untuk meraih simpati, dan itu hadir dalam script yang bisa dibilang cukup padat meskipun kurang dinamis. Hal terakhir itu yang menjadi kendala, ini mengalir tapi kurang tajam, bahkan anehnya anda mungkin akan merasa kasihan dengan Angel ketika ia ada dihadapan anda, tapi penderitaan yang ia berikan itu akan dengan mudahnya menghilang ketika ia menghilang dari hadapan anda. 

Itu yang menjadi minus bagi The Seasoning House, ia seperti mengalami degradasi secara bertahap ketika ia semakin dekat dengan garis akhir. Ia dibentuk dengan cekatan, tapi kontrol yang diberikan tidak demikian, sesekali ia tampil menggigit tapi sering pula apa yang ditampilkan oleh kamera dengan pergerakan yang manis itu tampak sama kosongnya dengan ekspresi wajah Angel. Ini punya potensi  menggunakan isu yang ia bawa untuk tampil jauh lebih provokatif, dari materi ia tidak begitu buruk, mereka juga mampu disatukan dengan komposisi yang pas oleh Paul Hyett, ia bahkan juga punya kinerja yang mumpuni dari Rosie Day, tapi dinamika bercerita yang menghalangi potensi maksimal itu untuk tercapai.


Overall, The Seasoning House adalah film yang cukup memuaskan. Bukan horor (imo), namun sebuah thriller balas dendam dengan sedikit sentuhan drama psikologis yang mampu tampil cukup manis dibalik segala keterbatasan yang ia miliki, berhasil tampil intens dengan kemampuannya dalam mempermainkan situasi yang didominasi ketenangan dan kesesakan, namun dengan karakter yang kuat gagal meraih potensi terbaiknya karena kurang mampu bercerita jauh lebih dinamis. 







0 komentar :

Post a Comment