22 August 2014

Review: Boyhood (2014)


"Life doesn't give you bumpers."

Saya selalu kagum jika menyaksikan video timelapse di youtube dimana seseorang menampilkan foto dari perkembangan wajahnya atau keluarganya dalam rentang waktu bulan, tahun, dari sejak ia kecil dan masih berada dibawah asuhan orang tuanya, hingga ketika ia telah wisuda dan mengenal arti cinta. Konsep timelapse itu dipakai Richard Linklater untuk bercerita, sebuah film yang dibuat secara berkala dalam rentang waktu 12 tahun, sebuah perjalanan hidup yang, menakjubkan. Before midnight, before sunset, and before sunrise, there’s Boyhood. 

Tahun 2002, anak laki-laki berusia enam tahun bernama Mason Evans, Jr. (Ellar Coltrane) tinggal di Texas bersama saudara perempuannya Samantha (Lorelei Linklater) serta sang ibu, Olivia (Patricia Arquette), yang kini berstatus single mother. Hanya punya kesempatan bersama sang ayah, Mason Sr. (Ethan Hawke), setiap akhir pekan, hingga wisuda satu dekade kemudian Mason harus berjuang menghadapi berbagai masalah yang masuk menemani pertumbuhannya, dari pubertas, seks, hingga sakit hati. 


Satu dekade di sinopsis tadi mungkin akan ditampilkan dengan bantuan teknologi oleh mayoritas film pada umumnya, namun di sini berbeda, dan itu pula yang menyebabkan Boyhood terasa special, perjalanan selama bertahun-tahun itu merupakan sebuah petualangan real time, sebuah semi-documenter yang menangkap pertumbuhan nyata seorang anak dari ketika dari masa kanak-kanak hingga beranjak dewasa. Saya kurang yakin apakah sebelumnya karya yang sangat menuntut kesabaran seperti ini pernah diciptakan, namun kerja keras setiap tahunnya selama 12 tahun ini akan dengan mudahnya semakin mempertebal rasa kagum kamu pada sosok Richard Linklater


Ya, pria ini gila, ketika insan perfilman berlomba-lomba bermain dengan teknologi untuk berusaha meraih keuntungan berlipat ganda dari film-film mereka, Linklater justru memakai cara berbeda untuk menjadikan penonton mengenang bahkan mencintai karya-karyanya. Before Series punya rentang Sembilan tahun, kali ini ia panjangkan tiga tahun untuk kembali membawa penonton masuk menyaksikan hitam dan putih dari dunia yang kali ini ia lengkapi untuk tidak Cuma menggambarkan tentang cinta dan pernikahan, mengajak penontonnya selama hampir tiga jam untuk seolah menjadi mata lainnya yang melihat, mengintip, dan terlibat dalam kehidupan Mason.


Ini keren, ketenangannya masih sama seperti Before Series, minim kejutan, tanpa melodrama, tapi ia tetap mampu mencuri atensi penontonnya, dan itu dengan tampil santai. Tidak ada satu masalah utama yang harus dipecahkan disini, kita seperti dibawa berkeliling untuk menyaksikan apa saja sebenarnya yang menemani evolusi manusia, bertemu dengan masalah dan juga kegembiraan, dari acara berkemah hingga keterlibatan Harry Potter didalamnya, ada transisi yang halus dan mulus pada cerita, dan itu impresif mengingat karakter dan cerita sendiri adalah fiktif namun potongan-potongan itu tetap dapat menyatu dengan mulus dan tampak nyata. 


Yang cukup disayangkan mungkin adalah pilihan dari Richard Linklater untuk merilis Boyhood di tengah tahun, karena besar kemungkinan ia akan kehilangan buzz untuk bertarung di kategori tertinggi berbagai ajang perhargaan. Boyhood memenuhi syarat untuk menjadi film terbaik tahun ini, kinerja aktor yang baik, alur cerita yang mulus, kehidupan sosial di era modern itu berhasil menunjukkan kepada kita realitas yang ada berkat kehandalan Richard Linklater dalam mengolah eksperimen coming-of-age ambisius miliknya ini. Cantik.







1 comment :

  1. Saya baru selesai nonton, keren filmnya, saya penasaran dg bintang filmnya kok bisa mirip eh ternyata emang satu orang yang sama untuk setiap peran.

    ReplyDelete