23 April 2014

Movie Review: Locke (2013)


“You make one mistake, the whole world comes crushing down around you.”

No matter what the situation is, you can make it good. Bukankah kalimat tadi memberikan kesan yang sangat positif, seolah menjadi penggambaran lain dari bagaimana semua masalah yang tercipta sesungguhnya punya jalan keluar yang juga telah eksis dan menanti kita untuk menemukannya. Tapi tekanan terkadang yang menjadikan kalimat tersebut tidak semudah yang kita bayangkan, air berubah menjadi api, yang waras dapat menjadi gila. Penggabungan dua teori tersebut yang dihadirkan secara sederhana oleh film ini, Locke, bold and smart experimental character study about human vs trouble. The power of storytelling, Buried in a car. 

Dibalik gerak penuh kontrol dan terkendali ditengah gelapnya malam yang ia tunjukkan ketika melintasi jalanan M6, mobil BMW X5 berwarna silver itu ternyata berisikan seorang pria yang sedang berada dalam kondisi jauh dari kesan penuh kontrol. Ivan Locke (Tom Hardy), baru pulang dari proyek konstruksi dimana ia bertugas sebagai site manager, dalam gerak tenang mulai memacu mobilnya menuju London, sebuah perjalanan yang terhitung cukup jauh jika menilik posisinya yang sedang berada di Birmingham. Misi utama Locke adalah untuk memenuhi salah satu tanggung jawabnya kepada wanita bernama Bethan (Olivia Colman), yang celakanya malam itu tidak menjadi satu-satunya masalah bagi Locke. 

Locke ternyata pergi tanpa memberi kabar kepada pimpinannya, Gareth (Ben Daniels), padahal saat pagi pada hari berikutnya akan diadakan salah satu penuangan beton terbesar dalam sejarah Eropa, acara yang berada dibawah kendali Locke. Hal tersebut menjadikan ia meminta bantuan kepada bawahannya, Donal (Andrew Scott), yang sayangnya juga membawa masalah. Tidak hanya itu, Locke juga tidak dapat memenuhi janjinya untuk pulang dan menyaksikan pertandingan sepakbola bersama keduanya anaknya, Sean dan Eddie (Tom Holland), mengundang curiga dari istrinya Katrina (Ruth Wilson), yang kemudian harus menemukan fakta memilukan dari alasan kepergian Locke hanya melalui panggilan telepon.


Sulit untuk tidak mengikutsertakan hal ini, Locke pada faktanya bukanlah sebuah sajian revolusioner di ranah drama thriller dalam ruang gerak terbatas dengan bertumpu pada kinerja one-man show. Ryan Reynolds pernah terjebak dalam ruang yang jauh lebih sempit di Buried, Colin Farrell juga pernah merasa kesal ketika ia harus berteman dengan telepon umum di Phone Booth, namun Locke berhasil menghadirkan sebuah evolusi yang segar pada tipe film eksperimental ini, tipe yang tidak dapat dipungkiri punya tingkat kesulitan yang jauh lebih tinggi untuk dapat terus hidup hingga akhir. Konsep sederhana, ruang yang sempit, berpotensi besar untuk menghadirkan kesan penceritaan yang stuck, penceritaan yang monoton, nilai minus yang tidak dimiliki Locke, seperti ada jalan setelah jalan, membuka lapisan demi lapisan secara perlahan dan rapi. 

Kekuatan utama Locke terletak pada naskah yang solid. Dua jempol layak diberikan kepada Steven Knight, dengan kedalaman yang memikat ia dengan terampil membentuk berbagai omong kosong melalui panggilan telepon menjadi sebuah studi karakter yang bukan hanya fokus dan mengalir namun juga mengunci atensi penontonnya sejak awal hingga akhir, terus menjaga daya tarik cerita dibalik perputaran masalah yang sama, dan menyatukan berbagai masalah klasik dalam kerumitan yang terstruktur tanpa menciptakan kesan klise dan murahan. I love this element, dengan efektif penonton seolah terkepung bersama Locke didalam kabin mobil yang terus melaju tenang itu, ada ketegangan yang disusun dalam tahapan yang terasa renyah, namun disisi lain perkembangan dari tiap permasalahan tidak terganggu.

Nah, alur penceritaan yang terus mengalir ini menjadi salah satu penyebab mengapa berbagai masalah yang variatif dan terkesan saling tumpang tindih itu pada akhirnya tidak tampil menjengkelkan. Boom, hadir ledakan, belum selesai ia menjalankan tugas untuk memperkeruh pikiran dan kejiwaan dari karakter kita akan diajak berpindah lagi untuk masuk kedalam masalah lain, and boom, kembali hadir ledakan, belum juga selesai kemudian akan berpindah lagi kedalam masalah lainnya, dan seterusnya. Seperti ada metode yang digunakan oleh Knight untuk mengembangkan plot, akan terkesan standard dalam bentuk tulisan tapi ada sebuah cengkeraman yang memikat di dalam layar, menghipnotis dengan kisah yang terkadang menyayat hati, humor-humor super implisit yang bekerja dengan baik, hingga emosi sederhana yang kuat dan terasa lembut.


Kunci dari film seperti tentu saja apakah ia mampu menjadikan penontonnya merasa seolah ikut terlibat bersama karakter, dan itu membutuhkan usaha dari dua arah, film dan juga penontonnya. Bukan sebuah pemandangan yang mengherankan ketika ada yang walkout dari film seperti ini, karena Locke memang tidak akan memberikan sebuah jawaban atas pertanyaan, hanya aksi mengamati dari kumpulan personal problems yang dapat menjadi cermin berisikan berbagai point-point sederhana dan familiar yang menarik. Ini mungkin terkesan sedikit tajam dan akan menjadi spoiler, hanya ada Locke di dalam layar, dan sepanjang film latar yang digunakan hanya kabin mobil, so persiapkan diri anda sebelumnya, and with all due respect coba untuk menjauh jika anda ingin thriller penuh warna dan tidak ingin menjadi sasaran tembak dari penonton lainnya yang kesal dengan ocehan kesal yang bisa saja menghampiri anda.

Tidak dapat dipungkiri ini segmented, bermain di satu warna walaupun ada gerak cekatan yang coba diberikan oleh Steven Knight pada elemen visual didalamnya. Ada sinematografi yang efektif, berhasil menjadikan perhatian penonton sama sibuknya dengan keluar masuknya permasalahan dari dalam mobil itu, tidak ada kesan statis sehingga jauh dari tampilan datar dan monoton, hal yang juga hadir pada score. Memberi ruang hangat yang menarik simpati, dari ketika cengkeraman itu hadir di awal, menyatu dengan kekacauan psikologis karakter, bermain-main dengan rasa bingung yang mengasyikkan dalam pergerakan cepat, dilema pada psikologis itu berhasil di kunci hingga akhir, dan ketika tugasnya telah selesai dan misi utama tercapai penonton akan merasa belum mau berpisah dengan keintiman yang telah mereka bangun dengan Locke, tanpa sadar pada fakta mereka telah ditemani dialog yang didominasi oleh beton berkat kedalaman script yang mumpuni.

Dan faktor kesuksesan Locke lainnya adalah, Tom Hardy. Memang ada beberapa aktor Inggris lainnya yang juga memberikan kinerja mumpuni pada interaksi yang mereka bangun via telepon, namun fokus pada karakter sentral tidak terpecah berkat kinerja Hardy yang terasa simpatik. Keadaan sulit dengan keputusan sulit itu dibentuk olehnya tanpa dramatisasi yang berlebihan, kompleksitas moral di kontrol dengan baik, dan pergulatan emosi yang ia hadapi dibalik tekanan yang hadir secara konsisten juga terasa mumpuni dalam kemasan yang sederhana. Efektif dan kuat, percakapan juga terasa hidup dengan transisi yang halus, dari ayah yang mencintai anaknya, sosok pemimpin yang mampu memberikan komando, kesabaran sebagai bawahan, sikap tenang ketika menghadapi wanita yang dipenuhi kepanikan, hingga pengakuan dosa yang penuh percaya diri. Script harus berterima kasih pada Tom Hardy, dan Tom Hardy harus berterimakasih pada script. Simbiosis yang manis.


Overall, Locke adalah film yang memuaskan. Mungkin akan ada yang mengatakan saya gila, namun kelemahan terbesar Locke adalah durasinya yang terasa terlalu singkat. Ini seharusnya sedikit lebih panjang lagi, karena ada perasaan belum tuntas yang hadir meskipun anda salah satu yang tidak mengharapkan jawaban di akhir cerita. Konsep sederhana, mengurung seorang pria untuk bertarung dengan permasalahan dan menjaga dirinya tetap berada di jalur yang benar ini dibentuk dengan terampil dan cekatan oleh Steven Knight, visual yang hidup, script yang kokoh dengan fokus yang terjaga, thrill yang memikat dalam tampilan tenang, intimitas yang mumpuni, dan itu dilengkapi oleh kinerja Tom Hardy yang mampu menghadirkan pesona berkualitas. Studi karakter yang mengasyikkan. Segmented.








0 komentar :

Post a Comment