04 February 2014

Movie Review: Ilo Ilo (2013)


"Hope Is Within Yourself."

Sangat mudah menciptakan kehancuran penuh energi dalam tone tinggi, hadirkan ledakan, teriakan, hingga baku hantam, dan selesai. Namun hal tersebut tidak dimiliki kehancuran dalam ketenangan, sebuah penggambaran yang sulit dan memiliki apa yang sulit untuk dicapai oleh rekannya tadi, after effect yang kuat. Film ini mampu menghadirkan hal tersebut, lembut, tenang, kehancuran dan pengharapan serta drama dan komedi yang seimbang, Ilo Ilo, a heartwarming drama without dramatization.

Hwee Leng (Yeo Yann Yann) seorang wanita yang sedang hamil, bekerja sebagai administrator yang berurusan dengan berbagai berkas, dan suaminya Teck (Chen Tianwen), keduanya bekerja sekuat tenaga untuk meraih ekonomi yang stabil ketika krisis keuangan Asia pada tahun 1997 sedang terjadi. Celakanya beban yang berat tadi justru harus diwarnai dengan tingkah anak laki-laki mereka, Jiale (Koh Jia Ler), seorang anak nakal dan temperamental yang senang bertindak sesuka hati sesuai keinginannya, sosok yang selalu menjadi sumber telepon panggilan dari sekolah kepada Hwee Leng.

Hal tersebut yang kemudian memaksa Hwee Leng dan Teck untuk menyewa seorang pembantu rumah tangga asal Filipina bernama Teresa (Angeli Bayani), wanita yang lebih suka dipanggil Terry, ibu yang ternyata juga sedang berjuang untuk menyelamatkan masa depan bayi yang ia tinggalkan di Filipina dari jurang kemiskinan. Dengan tegas Jiale menolak kehadiran Terry, yang memberikan kejutan padanya, tapi perlahan mulai berpindah menuju sisi lain yang celakanya justru tidak dengan instan mengurangi permasalahan yang melanda keluarga tersebut.


Cukup mudah jika harus menjabarkan apa saja nilai minus yang dimiliki oleh film dengan banyak status ini: film debut penulis dan sutradara Anthony Chen, wakil Singapura di pertarungan best foreign language Oscar walaupun gagal meraih nominasi, meraih tampuk tertinggi pada Golden Horse Film Festival 2013, hingga penghargaan yang menjadikannya semakin dikenal dunia sebagai pemenang Camera d'Or pada Cannes Film Festival tahun lalu. Tidak banyak memang, namun hadir gerak mondar-mandir dalam durasi sketsa yang begitu singkat, hingga red herring dalam kuantitas tidak sedikit dan pada akhirnya menjadikan film yang mengangkat tema relationship dan family ini akan terasa sedikit segmented.

Ya, ini segmented, karena Ilo Ilo bukan drama yang akan membawa sebuah kasus besar dibagian awal, bersama kombinasi konflik kecil di bagian tengah, dan memberikan jawaban di akhir cerita. Ini lebih terasa seperti sebuah studi karakter yang hebatnya tidak hanya satu, namun tiga bahkan empat karakter akan menemani kita selama satu setengah jam dalam narasi lembut tanpa dinamika yang powerfull, kisah sederhana yang intim dan punya cakupan sangat luas, bersama keluarga kelas pekerja yang terus berjuang bukan hanya untuk meraih stabilitas dalam konteks ekonomi dan menghindari kemiskinan, namun juga untuk bertarung dengan gejolak emosi dan berupaya menghindari ledakan.

Sesungguhnya misi utama yang dibawa oleh Anthony Chen sangat sederhana dibalik berbagai isu kecil penuh humor efektif yang ia tampilkan, hope is within yourself. Tema utama terkait harapan tadi kemudian dikembangkan dengan halus, mampu melakukan kontrol serta menjaga keseimbangan antara hitam dan putih cerita sehingga terhindar dari situasi monoton dan overdo, kemudian dengan mahir dan cekatan menjahit berbagai konflik tadi bersama dengan karakter menjadi sebuah kesatuan masalah yang saling bahu mendorong narasi untuk maju dalam sebuah aliran cerita yang secara mengejutkan terasa halus, dan menghipnotis.

Diawal kita akan dengan mudah terikat dengan keluarga penuh masalah utama, setting tahun 1997 yang terbentuk dengan cepat lewat tamagochi, pager, hingga walkman, dan kita tahu bahwa ini adalah masalah antara seorang anak kecil dan pembantunya. Namun ternyata semua tidak sederhana, dari sana penonton akan masuk kedalam jalur cerita yang akan terkesan tidak memiliki tujuan kuat, dengan sabar terus mengalir hanyut dalam kisah yang sesungguhnya terasa sedikit datar, tapi dengan teknik bercerita yang sederhana Anthony Chen berhasil terus mencuri atensi penontonnya, salah satunya dengan sikap berani untuk menyuntikkan berbagai isu menggelitik walaupun akhirnya menciptakan salah satu nilai minus tadi.

Ya, Ilo Ilo adalah film yang berani dalam mengambil cara untuk mengekspresikan misi yang ia emban. Manusia dan problema, ada cinta dibalik keterpurukan, ada cemburu dibalik pride, hingga sikap saling membutuhkan antar sesama, senang dengan cara Anthony Chen melakukan mix diantara mereka, bahkan dengan sedikit isu sejarah dan budaya yang diselipkan. Begitupula dengan cara ia diakhiri, sebuah perwujudan sebuah realita dari sisi rumit kehidupan yang cukup sulit untuk digambarkan. Chemistry antar aktor juga terasa mumpuni, Angeli Bayani yang berhasil meraih simpati sejak awal tidak berdiri sendirian karena Koh Jia Ler, Tian Wen Chen, dan Yann Yann Yeo mampu menemani walaupun memulai cerita pada sisi yang berbeda.


Overall, Ilo Ilo adalah film yang memuaskan. Sederhana, halus, lembut, ini memang tidak sempurna namun pada debut pertamanya Anthony Chen dengan kinerja yang efektif berhasil menghadirkan sebuah gejolak emosi dalam ketenangan penuh gambar memikat dalam tiga bahasa (Chinese, English, Tagalog) menjadi sebuah penggambaran kombinasi antara kehidupan dan kehancuran yang akan membuat penontonnya semakin merasakan makna cinta dari keluarga. Manis.



0 komentar :

Post a Comment