27 November 2013

Movie Review: Homefront (2013)


Tidak peduli seberapa kalem dan tenang perawakan yang mereka miliki, semua orang tua dapat berubah menjadi sosok yang buas dan mematikan jika sudah berurusan dengan hal yang menyangkut keselamatan dari anak mereka. Ya, cinta orang tua kepada anak mereka memang tiada bandingannya, mereka akan mengorbankan serta melakukan apapun untuk membuat anak mereka bahagia. Homefront ingin menggambarkan hal tersebut, sajian aksi yang kental dengan nafas Stathamesque, seperti menyaksikan kombinasi antara Sons of Anarchy dan Breaking Bad.

Maddy (Izabela Vidovic), anak perempuan berusia sembilan tahun, memperingatkan dua teman sekolahnya yang sedang berupaya mengganggu Maddy dengan menggunakan topi. Cukup dua peringatan, sebuah pukulan telah melayang di perut anak laki-laki itu, dan sebuah tendangan mendarat tepat di wajahnya. Hal tersebut membuat ayah Maddy, Phil Broker (Jason Statham) harus menghadap guru sekolahnya Susan Hatch (Rachelle Lefevre). Namun ternyata ibu dari si korban, Cassie Bodine (Kate Bosworth) sangat tidak terima dengan aksi tersebut, terlebih dengan status Phil dan Maddy sebagai warga baru di kota tersebut.

Karena tidak percaya dengan kemampuan suaminya, Jimmy Klum (Marcus Hester), Cassie meminta bantuan dari saudaranya yang bernama Gator Bodine (James Franco). Celakanya Gator bukan sosok yang biasa di kota itu, ia seorang gembong narkoba, dan kemudian mulai mengusik impian Phil yang hanya ingin hidup tenang dan bahagia bersama anak perempuannya pasca meninggalnya sang istri, terlebih ketika Gator menemukan celah yang dapat ia manfaatkan untuk semakin memperkuat eksistensinya, ikut melibatkan Sheryl Gott (Winona Ryder), Cyrus Hanks (Frank Grillo), serta kisah masa lalu Phil pada sosok bernama Danny T (Chuck Zito).


Jason Statham, nama pria ini sudah cukup menggambarkan tontonan apa yang akan diperoleh penontonnya dari tiap film yang ia bintangi, kisah stereotipe yang dipenuhi dengan aksi tembak dan ledakan, masalah yang kemudian semakin runcing dan masuk kedalam aksi kejar menggunakan mobil, jika belum menemukan jalan keluar maka pilihan terakhir akan diselesaikan dengan aksi tarung jarak dekat. Basi? Ya, mungkin, namun pertanyaan utamanya adalah seberapa mampukah kemasan klasik dan standard itu tampil menghibur, memberikan kepuasan walaupun sebenarnya penonton sudah tahu bahwa mereka baru saja menggunakan uangnya untuk sesuatu yang sudah hadir berulang kali.

Awalnya hal tersebut berhasil, dimana kisah sangat sangat familiar yang ditulis ulang oleh Sylvester Stallone kedalam narasi yang ia adaptasi dari sebuah novel berjudul Homefront karya Chuck Logan ini at least mampu membuat saya bergumam “wah, sepertinya menarik.” Semua berawal dari chemistry yang dibangun oleh Statham dan Izabela Vidovic, walaupun tidak kuat namun ada ruang besar yang mampu membuat penontonnya menaruh simpati pada kisah antara ayah dan anak perempuannya ini. Disaat layar masih didominasi mereka berdua Homefront masih menjanjikan, sangat malah. Hal itu sepertinya juga disadari oleh Gary Fleder, yang sayangnya justru menghadirkan sebuah blunder yang ceroboh. 

Gary Fleder seperti berupaya untuk memperdalam konflik emosi antara ayah dan anak. Celakanya ia membuat penontonnya menunggu padahal sejak awal kita dapat dengan mudah menebak sajian apa yang akan dihadirkan di bagian akhir oleh film dengan tipe seperti ini. Itu menyebabkan cerita kerap kali tampak bingung kemana ia akan berjalan, hal yang kemudian menjadikan alur sering kali berputar-putar, kurang memiliki semangat, kurang memiliki power. Homefront seperti mengingkari keputusannya, memilih sepenuhnya menggunakan penggabungan dari berbagai formula klasik, namun melakukan kesalahan dalam eksekusi pada upaya agar dapat tampak sedikit berbeda, menggerus “cara” dari formula itu berjalan dengan menekan elemen-elemen pemompa tensi, sehingga hasil yang diberikan tidak begitu mengesankan.


Tidak hancur memang, bahkan walaupun lemah dan tampak bodoh dibanyak bagian script karya Stallone masih dapat dimaafkan, karena sejak awal ia sudah tampak memilih bermain aman. Namun bagaimana cara plot-plot tadi diolah yang cukup mengganggu, asmara yang dipaksakan, musuh utama yang seperti tidak punya tujuan, kemudian kehadiran karakter pendukung yang melempem. Mereka tidak dibentuk dengan baik, plotline yang sudah jelas itu kemudian akan dengan mudah terlupakan begitu saja akibat dinamika cerita yang kurang hidup dan datar, Gary Fleder tidak cermat memanfaatkan momentum, padahal hal tersebut sangat penting bagi kisah yang sudah berisikan materi-materi standard dan klise.

Kesalahan lain yang dimiliki Homefront adalah ia tidak mampu secara konstan terus membuat penontonnya merasa tertarik. Memang tidak berharap banyak pada cerita (ya, memenuhi ekspektasi yang rendah saja ia tidak mampu), tapi membangun rumus yang ia gunakan agar dapat tampil mengasyikkan saja Homefront tidak berhasil. Ini seperti kemasan yang masih punya potensi yang selalu salah mengambil keputusan di setiap langkah yang ia ambil, terlalu percaya diri saat memperkuat unsur emosi agar tampak layaknya sebuah drama yang serius, namun terasa malas dan setengah hati di elemen lain, terus bergerak dengan dibayangi rasa gelisah.

Divisi akting yang sedikit mengejutkan. Izabela Vidovic adalah pencuri perhatian utama, sejak awal ia sudah menampilkan kualitas akting yang secara bertahap terus membangun rasa peduli saya pada karakternya. Tidak megah, namun sangat efektif, terlebih dengan chemistry yang ia bangun bersama Jason Statham, bahkan bagaimana cara Vidovic membentuk karakternya secara tidak langsung memberikan sedikit tambahan daya tarik pada karakter Phil, yang dimainkan Statham masih dengan cara yang ia miliki. James Franco tidak mendapatkan karakter yang kuat, ia jahat, kemudian lucu, terlebih tidak memiliki tujuan utama. Begitupula dengan Winona Ryder, pemanis yang kurang menarik. Scene stealer menjadi milik Kate Bosworth.


Overall, Homefront adalah film yang kurang memuaskan. Gary Fleder terlalu sibuk memperkuat sisi drama pada konflik emosional antara ayah dan anak, menghadirkan proses menunggu tanpa disertai dinamika cerita yang hidup dan menarik, sehingga ketika ia berakhir semuanya terasa kurang begitu mengesankan. Tidak hancur memang, masih ada nilai plus pada chemistry antara Jason Statham dan Izabela Vidovic yang cukup berhasil menarik simpati, namun untuk sebuah ekspektasi yang standard Homefront tetap tidak mampu memenuhi syarat.










0 komentar :

Post a Comment