15 October 2013

Movie Review: The Past (Le passé) (2013)


Cukup sulit untuk menjadikan agar logika dan perasaan dapat memiliki satu pemahaman pada saat bersamaan, dimana kadang keduanya menuntut rentang waktu yang cukup besar untuk dapat membuat anda mengerti siapa yang terbaik diantara mereka di setiap problema, walaupun tidak serta merta lantas akan melepas anda dalam kondisi bersih ketika kembali akan melangkah kedepan. The Past (Le passé), konflik yang sederhana, emosional yang kompleks, sebuah kekacauan yang memukau, an intense, intimate, and intelligent love story. Elegant.

Ahmad (Ali Mosaffa), tiba di Perancis untuk bertemu dengan calon mantan istrinya, Marie Brisson (Bérénice Bejo). Ya, calon, sudah empat tahun tidak bertemu, masalah perpisahan terus menggantung, dan kali ini harus diselesaikan karena Marie berniat untuk melangkah kedepan dengan membuka (lagi) lembaran hidup baru bersama kekasih barunya Samir (Tahar Rahim), yang bersama anak laki-lakinya, Fouad (Elyes Aguis), bahkan sudah tinggal dengan Marie dan dua anak perempuan Marie, Lucie (Pauline Burlet) dan Léa (Jeanne Jestin), dirumah yang masih berstatus kepemilikan bersama antara Ahmad dan Marie.

Konflik yang runcing hadir berawal dari permasalahan penginapan yang akhirnya memaksa Ahmad untuk tinggal di rumah Marie, namun ternyata turut merubah misi sederhana Ahmad yang awalnya hanya datang dari Iran untuk menanda tangani surat cerai, menjadi sosok yang membuka tabir hitam di dalam calon keluarga dari calon mantan keluarganya itu. Bermula dari permintaan Marie untuk meyakinkan Lucie yang masih menaruh rasa benci pada Samir, Ahmad justru dihadapkan pada polemik moral yang berasal dari kebohongan menjadi sebuah rahasia yang berpotensi sebagai penentu masa depan keluarga tersebut.


Apakah sinopsis diatas menurut anda terlalu mengumbar banyak bagian film ini? Sebenarnya tidak. Walaupun jika menurut anda iya hal tersebut tidak akan memberikan dampak yang begitu besar pada tingkat kenikmatan dari film berbahasa Perancis yang secara mengejutkan dipilih oleh negara dengan sistem konservatif seperti Iran untuk mewakili mereka di ajang Academy Awards tahun depan. Ditulis dan dikendalikan oleh Asghar Farhadi, sosok pendongeng ulung dibalik About Elly dan A Separation, The Past adalah sebuah dongeng nyata yang manipulatif dalam konteks positif, dongeng yang lebih mengandalkan persepsi emosional sebagai tolak ukur kepuasan.

Membalikkan apa yang ia berikan di A Separation, kali ini sejak awal anda tahu bahwa karakter utama akan bercerai, masih dengan drama kompleks tentang relationship, hadir gejolak keluarga, perceraian dan perpecahan, dengan fokus pada dilema moral yang dibalut dalam misteri sederhana yang intens dan intim. Bergerak lurus, terasa minimalis, Farhadi berhasil membentuk sebuah cerita dengan struktur yang kuat, pandai menutup tiap celah misteri, membangun tahapan cerita yang menyenangkan, berani bermain dengan tempo karena ia punya kepercayaan diri dalam menjaga intensitas dan ketegangan dari cerita serta karakter agar tetap berada di level atas.    

Ya, mungkin akan ada yang menilai berlebihan, namun sekali lagi Asghar Farhadi kembali membuktikan kepiawaiannya dalam menyampaikan cerita tentang hubungan berbasis permainan emosional. Kemasan yang kecil dari luar ini ia rubah menjadi besar dan kompleks di dalam, rumah yang baru di cat, kacau dan sesak, menjadi arena berkumpulnya stress dari empat arah yang lahir dari sesuatu yang sederhana, hingga toko laundry dengan permasalahan noda kecil menjadi besar layaknya wujud kecil yang kerap kali hadir pada kehidupan. Tidak ada perdebatan super panjang, ekspresi wajah mengambil peran utama dalam menggambarkan beratnya permasalahan, dan semua itu dibentuk dengan pelan serta sabar.


Apa yang paling menarik dari The Past adalah kemampuan Farhadi  untuk menjadikan semua materi yang ia punya terasa sangat nyata. Ya, mereka terasa hidup, manipulatif namun punya kadar fiktif yang begitu minim dan tidak mengganggu, anda seperti sedang melakukan observasi dengan percabangan masalah yang padat dan kokoh pada sebuah keluarga nyata yang sedang retak. Pergerakan cerita yang halus, ditunjang cinematography yang mumpuni, menciptakan keheningan dalam kerumitan yang menyayat hati namun kerap kali mampu menghantui, tapi disisi lain tahu batasan agar tidak tampak konyol dan berubah menjadi sebuah drama mellow yang berlebihan dan membosankan.

Benar, perhatian anda seperti dicuri selama 130 menit, bahkan mungkin lebih jika menghitung waktu yang dipakai untuk merenungkan apa yang ia berikan. Berawal dari konflik internal pada seorang remaja yang benci dengan pandangan yang salah dari orang dewasa di sekitarnya pada arti cinta, menciptakan masalah berlandaskan kesalahpahaman, hadir konflik drama serta dilema yang intens, penuh dialog kuat yang menunjang kehidupan dari pengamatan psikologis baik dewasa, remaja, hingga anak-anak, yang kemudian menuntun anda masuk menuju jalan yang akan menguak bagaimana sulitnya memilih yang terbaik antara logika dan perasaan, yang kadang menjadi penyebab tidak bertumbuhnya banyak pribadi. 

Divisi akting juga sangat kuat. Ya, sangat kuat. Bérénice Bejo tampil memikat, berhasil menjadikan Marie tampak kompleks dan rumit di sisi emosional, serta mampu menjadi pusat cerita dengan baik, dimana ketika anda berjalan didalam masalah Samir, Ahmad, dan Lucie, anda akan selalu merasakan keberadaan Marie disekitar mereka. Sedangkan Ali Mosaffa berhasil menyeimbangkan antara bijaksana, putus asa, hingga silent depression dengan baik. Tahar Rahim sendiri mungkin diawal tampak sebatas variabel pembanding tapi justru menjadi puzzle pelengkap kemasan cerita agar menjadi padat, serta sebuah ending yang memilukan. Semua berfungsi, bahkan untuk Pauline Burlet sebagai pembuka jalan, serta Elyes Aguis dan Jeanne Jestin dalam warna hitam dan putih.


Overall, The Past (Le passé) adalah film yang memuaskan. Ini adalah sebuah kisah cinta yang cantik dan jujur dengan struktur yang kompleks, intens, intim, dan cerdas. Asghar Farhadi berhasil mengolah kehampaan hati yang berkombinasi dengan kesalahpahaman komunikasi menjadi pertunjukan emosional yang pelan, sabar, dan indah, sebuah penggambaran dari fakta bahwa pasti ada something dari masa lalu yang tertinggal dan menuntut upaya begitu besar untuk dapat disingkirkan, mungkin berhasil, mungkin tidak. Segmented.











8 comments :

  1. selalu suka film2 iran dan prancis,ini perpaduan keduanya film iran berbahasa prancis...cool ♥(ノ´∀`)*thanks reviewnya :)

    ReplyDelete
  2. Ih, kok sepemikiran sekali yaa.😊. Semakin lama semakin meruncing sekaligus bercabang dan semakin terpapar dengan sempurna. Sanagt ditunggu sekali film terbarunya Asghar Farhadi. Dan seperti A Separation endingnya terkesan ambigu seolah mengajak penontonnya untuk ikut menebak ending seperti apa yang pantas bagi karakter2 ini. Selanjutnya The Selesman, semoga di review. Nice review AGAIN, btw... 👍

    ReplyDelete
  3. Hai, i'm ur silent reader. Sekarang kalo boleh tanya, maksud endingnya apa ya? Apakah Samir kembali ke istrinya, atau tetap bersama Marie?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seperti di film Asghar Farhadi sebelumnya, A Sepertion, yang endingnya gantung. Jadi filmnya hanya sampai disitu, ceritanya habis disitu. Disaat Samir memegang tangan istrinya, Celine.
      Kemudian ceritanya selesai begitu saja. Kita tidak mengetahui bahwa Samir akan memilih Marie atau Celine. Mungkin Asghar Farhadi ingin para penontonnya yang memilih, Samir bersama Marie atau bersama Celine.

      Delete
  4. !SPOILER ALERT!
    Saya menonton film Asghar Farhadi seperti saya sedang mengintip kehidupan seseorang yang belum saya kenal sebelumnya.
    Pada awal film, saya hanya disajikan oleh plot cerita yang sederhana dari para tokohnya, yang mana membuat saya penasaran dengan masa lalu para tokohnya. karena tidak ada scene flashback ke masa lalu atau scene yang memiliki setting masa lalu tentang masa lalu para tokohnya.
    Seperti film the past ini, pada awal filmnya hanya digambarkan oleh seorang pria dari Iran yang datang ke Perancis untuk bercerai dengan istrinya.
    Tetapi, kehebatan Asghar Farhadi adalah dia mengetahui rasa penasaran para penonton filmnya yang ingin mengetahui masa lalu para tokohnya. dia mengetahui bahwa penonton ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi oleh para tokoh tersebut?, dan dia tahu bahwa dia harus membuat naskah yang menjawab rasa penasaran para penonton tersebut.
    Jadi Asghar Farhadi membuat filmnya dengan kejutan-kejutan dari fakta akan kebenaran yang sebenarnya terjadi oleh para tokohnya. Namun, fakta tersebut akan diputar balikan dengan twist dari fakta yang sebenarnya.
    seperti saat Marie yang mengetahui bahwa Lucie telah mengirimkan email kepada istri Samir mengenai perselingkuhannya dengan Samir. Dan sehari kemudian istri Samir pun memutuskan untuk bunuh diri.
    Namun, beberapa saat kemudian, fakta lain muncul. Ternyata istri Samir, Celine, tidak bunuh diri karena perselingkuhan Samir dengan Marie, tetapi cemburu akan pegawai Samir yang merupakan imigran tersebut. Celine cemburu akan kedekatan Samir dengan pegawainya.
    Dan saya di kejutkan lagi oleh Asghar Farhadi dengan fakta bahwa Lucie mengirimkan email nya ke pegawai Samir, bukan email Celine, dan tidak pernah sampai ke Celine.
    Wow, eksekusi film yang sangat sempurna. Dan ending filmnya sama seperti yang disajikan oleh Asghar Farhadi pada filmnya yang lain, A Sepration. Setelah rasa penasaran saya disuapi oleh Asghar Farhadi akan fakta yang mengejutkan, kemudian dia pun membuat rasa penasaran baru, namun, dia tidak membeberkan faktanya. Asghar Farhadi mengakhiri filmnya dengan rasa bingung dan kesal dari penonton.
    Standing applause untuk Asghar Farhadi. rating pribadi 10/10.

    ReplyDelete