12 June 2013

Movie Review: The Incredible Burt Wonderstone (2013)

 

Seperti judulnya, film ini seperti memberikan anda sebagai calon penonton sebuah ekspektasi dari pertunjukan sulap yang incredible, menyajikan pertarungan antara dua jago komedi di barisan depan, Carell vs Carrey, serta dibantu dengan kombinasi pendukung yang tidak kalah terkenal dari Steve Buscemi, Alan Arkin, James Gandolfini, hingga si cantik Olivia Wilde. Namun Don Scardino seperti mendapatkan sebuah boomerang dari salah satu line dialog yang hadir pada film ini, If you don't believe what you're doing, how are they gonna believe?

Burt Wonderstone (Steve Carell), adalah bocah kecil yang menjadi kaum minoritas, selalu menjadi objek bahan ejekan teman-temannya, tapi punya ketertarikan yang sangat besar pada dunia magic. Suatu ketika di hari ulang tahunnya, sang ibu memberikan Burt hadiah berupa perlengkapan sulap yang lengkap, yang merupakan produk dari pesulap favoritnya, Rance Holloway. Burt mulai belajar mempraktekkan apa yang ia baca dan lihat, tanpa peduli reaksi dari lingkungan sekitarnya. Mendadak hadir Anton (Steve Buscemi), anak yang juga menjadi kaum minor, namun tertarik pada sulap ketika melihat Burt berhasil menghilangkan sehelai kain.

Berselang 30 tahun kemudian mereka berdua menjadi sangat terkenal, dari popularitas hingga pertunjukkan pribadi di sebuah hotel mewah di Las Vegas milik Doug (James Gandolfini). Namun ternyata Burt dan Anton tidak memiliki dasar yang kuat dalam hubungan persahabatan mereka. Berawal dari perselisihan yang berujung pada penunjukkan assisten dadakan pada seorang Jane (Olivia Wilde), mereka berdua harus menghadapi fakta bahwa popularitas mereka perlahan menurun, mulai tampak membosankan, terlebih dengan kehadiran Steve Gray (Jim Carrey), street magician yang sudah dilabeli sebagai future magic.


Seperti yang saya sebutkan diawal, hal utama yang menjadikan film ini menarik tentu saja kombinasi pemeran utama yang ia usung, Carrel bertemu Carrey, meskipun fokus utama terletak pada Carrey dengan harapan ia dapat mengembalikan performanya ke tingkat yang lebih baik, sesuatu yang telah hilang empat tahun terakhir (semoga ia terus ingat bahwa ia bukan lagi detektif hewan, bermain bersama penguin?). Premis yang ditulis oleh Chad Kultgen, Tyler Mitchell, John Francis Daley, dan Jonathan Goldstein sebenarnya juga menarik, dan punya potensi yang tidak kecil. Namun nilai positif yang dimiliki film ini ternyata hanya berhenti pada bagian ini.

Dapat dimengerti bahwa tujuan dari empat orang tadi adalah untuk menyajikan tontonan yang lebih di dominasi unsur personal. Dari kisah persahabatan sebagai inti utama, kemudian di isi dengan berbagai konflik pendukung yang masih berputar pada sisi personal, dari perjuangan hidup, proses menemukan jati diri, hingga penggambaran bagaimana sulap yang sebenarnya. Semua hal tadi secara konsisten coba terus disuntikkan dengan ikut menyelipkan beberapa pesan yang sangat implisit. Sayangnya Daley dan Goldstein gagal dalam meracik sebuah screenplay yang mumpuni, dan ikut berimbas pada Don Scardino.

Ya, tidak tampak sebuah rasa percaya diri dari cara film ini berjalan. Tidak menunjukkan sebuah keberanian dalam mengemas cerita dan memilih menerapkan banyak cara klasik, keraguan dari Scardino terlihat nyata dari beberapa blunder yang ia lakukan. Contohnya, ia kurang mampu mengolah hal-hal bodoh menjadi lucu dan menarik, dimana akhirnya hal bodoh tadi justru menjadikan karakter dan mungkin cerita menjadi tampak bodoh, dan celakanya kurang menghibur. Contoh lainnya adalah ketika Scardino memilih untuk memberikan porsi cerita yang terlalu dominan kepada Burt. Ia seperti berupaya begitu keras untuk menjadikan kegagalan serta perjuangan yang Burt alami menyentuh sisi emosional penontonnya. Akibatnya, sisi drama justru terasa lebih dominan di banyak bagian dibandingkan dengan  unsur komedi yang menjadi jualan utamanya, atau mungkin satu-satunya.


Well, Daley dan Goldstein juga punya peran besar dalam nilai minus yang dimiliki oleh film ini. Tidak mampu menciptakan sebuah rasa penasaran pada penontonnya tentang akhir dari kisah angel versus devil, sering berputar ke cerita yang terasa tidak penting, ia juga tidak mampu menjaga tensi cerita untuk setidaknya tetap stabil. Script mereka tulis ulang sebanyak 15 kali, dalam periode tiga tahun lebih, sebuah fakta yang sudah cukup untuk menggambarkan bahwa mereka sendiri sudah bingung pada bagaimana cara terbaik untuk membangun kisah ini. Ini seperti menyaksikan banyak hal kurang penting yang bekerja menyambungkan konflik diawal dengan konklusi sederhana di bagian akhir.

Totalitas yang sangat kecil akibat rasa percaya diri yang juga sangat dangkal dari sutradara hingga screenplay, juga ikut berimbas pada para actor. Berjalan pelan dan tidak fokus dalam dua warna cerita yang hendak ia kombinasikan, suasana menyenangkan yang tercipta sepanjang cerita terasa minim, baik dari apa yang ditampilkan karakter, cast, hingga bagi para penonton. Sulit untuk menemukan bagian yang sangat lucu, sampai adegan yang sangat menyentuh, semua terasa nanggung. The Incredible Burt Wonderstone seperti sebuah film komedi yang hampa dengan sebuah jiwa yang perlahan mulai kehilangan kekuatannya. 

Even a great actor can't save a bad movie, kalimat singkat yang menggambarkan performa dari para pemeran, dimana awalnya mereka tampil memikat namun mulai kacau karena materi yang tidak mumpuni. Carell tampil baik ketika karakter Burt masih jaya, namun ketika popularitas Burt perlahan menghilang, ia juga ikut tenggelam. Sedangkan Carrey tampil lucu dibagian yang menggunakan komedi dengan gerak tubuh, namun sisanya tidak. Yang justru menjadi blunder adalah kurangnya porsi Buscemi dalam cerita, padahal karakternya punya potensi untuk tampil sejajar bersama Carell dan Carrey. Wilde tampil baik di balik tugas minim yang ia miliki, begitupula dengan Alan Arkin yang sukses menjadi scene stealar.


Overall, The Incredible Burt Wonderstone adalah film yang kurang memuaskan. Mungkin film ini memakai kata “Incredible” sebagai upaya untuk memotivasi diri mereka sendiri, karena faktanya banyak elemen film seperti tidak memiliki rasa percaya diri bahwa proyek yang mereka kerjakan ini akan menemukan kesuksesan. Unconfident, unfocus, just a little bit funny, The Incredible Burt Wonderstone doesn't even credible to be called as an Incredible.



2 comments :

  1. bung udah nonton higher ground nya Vera Farmiga?boleh dong direview in..nuhunn

    ReplyDelete
  2. @dui: Oke, sudah ditaruh di daftar tonton, sepertinya menarik. Thanks. :)

    ReplyDelete