11 April 2013

Movie Review: Pee Mak Phra Khanong (2013)


Masih dengan kegemarannya, Banjong Pisanthanakun kembali dengan sebuah cerita yang punya premis sempit dan sederhana. Setelah bermain dengan foto, hantu kembar siam, di karya terbarunya Banjong seolah masih terus percaya bahwa horror klasik tetap dapat tampil menarik. Pee Mak Phra Khanong, seperti versi terbaru dari dua karya pendek Banjong di 4bia dan Phobia 2, bukan karena kembali hadirnya quartet gila Ter, Puak, Shin and Aey, namun karena nafas identik yang ia miliki, berjalan dengan satu pertanyaan kuat sejak awal hingga akhir.

Mak (Mario Maurer) harus rela meninggalkan istri tercintanya, Nak (Davika Hoorne), yang sedang mengandung anak pertama mereka, demi menunaikan tugasnya di medan perang, bersama empat sahabatnya yang gila, Ter (Nuttapong Chartpong), Shin (Wiwat Krongrasri), Aey (Kantapat Permpoonpatcharasuk), dan Puak (Pongsatorn Jongwilas). Mereka yang kala itu sedang dalam kondisi kritis dan berada di ambang kematian masing-masing membuat sebuah harapan, dan Mak berjanji akan pulang untuk menemui Nak apapun yang akan terjadi kelak pada dirinya ataupun Nak.

Apakah itu cinta? Ya, mungkin, karena setelah pulang dari medan perang Mak tidak perduli akan hal lain dan fokus terhadap istri tercintanya serta anak pertama mereka yang baru saja lahir. Tragisnya, isu yang beredar diantara para penduduk mengatakan bahwa sebenarnya Nak telah meninggal. Siapa yang celaka? Bukan Mak, melainkan Ter, Puak, Shin and Aey, yang diminta oleh Mak untuk tinggal sementara di Phra Khanong sebagai bentuk perayaan mereka, mendapati berbagai clue yang aneh seputar Nak, dan berupaya untuk meyakinkan Mak bahwa sosok Nak yang mereka lihat adalah hantu.


Banjong Pisanthanakun seperti memilih bermain aman dalam film arahannya kali ini, menawarkan cerita (yang ia tulis bersama Chantavit Dhanasevi) dengan pertanyaan klasik yang mungkin sudah sering anda saksikan sebelumnya, dan bagi beberapa orang justru akan cenderung membosankan. Lantas apa yang menjadi daya tarik utama film ini? Bagi saya adalah Banjong Pisanthanakun itu sendiri, yang sejauh ini selalu berhasil mengolah film horror klasik menjadi tontonan yang menghibur.

Well, Mario Maurer mungkin tidak dapat dipungkiri menjadi daya tarik utama bagi mayoritas penonton film ini, namun bagi saya justru quartet yang berisikan Ter, Puak, Shin and Aey yang menjadikan saya memutuskan untuk menyaksikan film ini. Dan terbukti, Pisanthanakun tahu materi apa yang harus diberikan serta bagaimana membentuk karakter empat sekawan yang aneh dan efektif ini. Sejujurnya, tanpa empat karakter tersebut film ini akan berakhir biasa bahkan mungkin saja bisa mati, karena pertanyaan utama yang coba dilemparkan film ini justru dapat bertahan hidup berkat penampilan konyol dan kocak dari mereka.

Pee Mak adalah film horror, namun harus kembali anda ingat bahwa ia juga mengusung komedi didalamnya, sehingga anda harus siap dengan segala hal yang menjadi ciri dari sebuah film komedi, hal bodoh dan konyol yang mencoba membuat anda tertawa. Nah, disini letak kekurangan yang dimiliki Pee Mak. Ketika saya menyaksikannya, mungkin hampir 75% studio terisi penuh, dan ketika berbagai komedi itu hadir hampir selalu terdengar tawa dari para penonton. Ya, selalu, namun tidak bagi saya. Sangat berimbang, dimana komedi yang ia berikan mampu memberikan tawa skala besar, namun di beberapa bagian justru terasa hambar. Komedi hambar itu mayoritas berasal dari Mario, yang saya rasa terlalu overdo dalam membangun karakternya, dan pada akhirnya menciptakan hubungan yang aneh antara dirinya dengan Davika, bukannya romantis malah terkesan sangat childish.

Yang menjadikan Pee Mak menarik adalah dimana ia mampu menghadirkan banyak komedi yang sanggup mengundang tawa, namun selalu berhasil membuat anda tetap waspada ketika ia kembali menghadirkan suasana horror kehadapan anda. Ya, memang tidak begitu seram, tapi at least berhasil memberikan warna yang menarik pada tensi cerita yang naik dan turun dalam interval yang tidak begitu besar. Selain itu memang tidak layak mengharapkan sebuah sajian horror yang benar-benar menyeramkan dari sebuah film yang ikut mengusung komedi sebagai materi pendampingnya.

Lantas Pee Mak sebenarnya film apa, horror atau komedi? Bagi saya ini komedi, meskipun saya sendiri bingung jika harus memilih satu diantara dua opsi tersebut, karena dua unsur tersebut mampu hadir dengan porsi yang cukup berimbang serta memberikan kinerja yang sama baiknya. Hasilnya mungkin akan menarik bagi sebagian orang, namun tidak bagi saya yang sejak awal mengharapkan sebuah film horror, bukan komedi yang berdiri sejajar dengan horror. Ketika komedi yang ia berikan bekerja bagi saya itu menjadi bagian yang baik, namun berakhir datar ketika komedi itu juga terasa datar. Ada bagian yang menarik (terutama ketika ia menyinggung Ang Lee, yang sayangnya hanya saya sendiri yang tertawa, pffttt), namun ada juga bagian yang terasa membosankan, dan sayangnya mereka punya porsi yang berimbang.


Overall, Pee Mak Phra Khanong adalah film yang cukup memuaskan. Menyenangkan kembali menyaksikan karya Banjong Pisanthanakun setelah Phobia 2, dan ia kembali membuktikan bahwa premis klasik itu masih bisa tampil menarik. Ia punya komedi dan horror yang di beberapa bagian bekerja maksimal, mampu mengolah hal bodoh menjadi lucu, dan dengan hal simple sanggup membuat anda sedikit bergidik, dikemas dengan rapi dan jauh dari kesan murahan.



9 comments :

  1. its a very simple yet a very comedy movie! (for me lor) haha

    ReplyDelete
  2. @Sizzling Suzai: Yap, with a simple & classic story. Thanks. :)

    ReplyDelete
  3. tertarik nih buat ngeliat filmnya ;) horrornya 'menjijikan' dan 'kasar' tdak? biasanya horror thailand itu menjijikan dan kasar hehe, menurutku sih

    ReplyDelete
  4. @Widya Chury Aini: Menurut standar saya jauh dari kesan kasar dan menjijikkan, lebih ke permainan tebak-tebakan dengan bumbu komedi yang masih menarik. Lebih layak disebut film comedy-horror sih menurut saya ketimbang horror-comedy. :)

    ReplyDelete
  5. bner sih gan semua ya berimbang,,ttp konyol ya 4 sekawan tu,,,bikin ngakak perutt hahaha...apalagi waktu si Ter (Nuttapong Chartpong)habis di sengat lebah,,,ngomong y gk karuan...wkwkwkwkwkwk :D

    ReplyDelete
  6. @rey vindra: iya, tapi imo komedinya itu yang justru nutupin potensi horror yang ia punya. :)

    ReplyDelete
  7. aku nonton juga gara2 ada nama mario maurer hehehehe :)

    ReplyDelete
  8. kok 6.5 sih film bagus begini? heran seleranya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada yang puas dengan Avanza, ada yang puas dengan Innova, tapi ada juga yang baru puas dengan Fortuner. Bukan cuma selera, tapi standard setiap orang juga berbeda-beda. Semoga “nyampe” deh ya. :)

      Delete