26 April 2013

Movie Review: Iron Man 3 (2013)


Selain menciptakan sebuah standar baru bagi film yang mengusung tema super hero, kesuksesan yang diraih The Avengers tahun lalu ikut memberikan dampak positif bagi beberapa karakter yang ia miliki yang menurut saya kurang begitu megah ketika ia berdiri sendiri, seperti Captain America dan Hulk. Namun timbul satu pertanyaan, bagaimana nasib dari karakter yang telah terkenal, apakah mereka masih mampu tampil memikat ketika kembali menjalankan tugasnya masing-masing? Salah satunya adalah leader The Avengers dalam hal popularitas, Iron Man

Setelah selesai melakukan tugasnya di The Avengers, Tony Stark (Robert Downey Jr.) mulai melakukan sebuah proyek untuk menciptakan baju besi miliknya agar dapat dikendalikan dari jarak jauh hanya dengan panggilan tangan dan gerak tubuh, yang juga menjadi penyebab retaknya hubungan Stark dengan kekasihnya Pepper Potts (Gwyneth Paltrow) yang sudah menjabat sebagai pemimpin Stark Industries. Proyek ini telah lahir sejak tahun 1999, dimana Stark dan kekasihnya kala itu, Maya Hansen (Rebecca Hall) sampai menolak Aldrich Killian (Guy Pearce) yang datang bersama perusahaan besar miliknya, Advanced Idea Mechanics.

Tahun 2013, terjadi beberapa serangan bom yang bersumber pada satu sosok misterius, The Mandarin (Ben Kingsley), penjahat yang dingin dan bertindak tanpa belas kasihan. Gerakan teroris itu semakin bertambah runyam dengan kembalinya Killian, dan kali ini bersama sebuah virus bernama Extremis. Tujuan utama yang ia miliki adalah membunuh Presiden USA, dan mengambil alih kendali negara tersebut. Langkah pertamanya adalah merebut salah satu bodyguard Presiden, Iron Patriot (Don Cheadle). Ini seperti sebuah paket cobaan yang menjengkelkan bagi Stark, karena disisi lain proyek yang sedang ia bangun juga mengalami masalah.


Jelas, Iron Man 3 punya pangsa pasar yang sangat luas sebagai sasaran mereka, dan berdampak pada setiap kali ia dirilis mayoritas calon penonton pasti akan memasang ekspektasi yang tinggi. Nah, disini faktor utama yang menjadi penentu bagus atau tidaknya film dengan jenis serupa Iron Man, ekspektasi awal yang ingin anda dapatkan dari film tersebut. Jika anda merupakan penonton yang sudah sangat puas dengan apa yang diberikan Iron Man 2, dan mengharapkan dapat memperoleh hiburan yang sama besarnya, maka Iron Man 3 tidak akan mengecewakan anda. Namun jika anda bukan bagian dari mereka, maka tidak ada salahnya untuk memasang ekspektasi yang tidak begitu tinggi.

Apa yang saya harapkan dari Iron Man 3, dan bahkan mungkin sekuel super hero lainnya yang akan rilis? Saya ingin dihibur dengan adegan aksi spektakular yang dibalut dengan tampilan gambar visual yang tentu merupakan jualan utama mereka, namun disisi lain saya selalu berharap agar karakter utama dan juga musuh yang ia hadapi mengalami perkembangan dari film sebelumnya. Ini yang tidak dimiliki oleh Iron Man, tidak berkembang signifikan dari pendahulunya, dan lebih kacaunya justru mencoba menerapkan “cara gelap” yang sedang trend belakangan ini, yang malah bagi saya menghilangkan ciri khas Iron Man. 

Apa kata yang paling tepat untuk menggambarkan Iron Man 3? Banyak. Dalam konteks yang luas, film ini terasa sangat kaku, seperti memiliki sebuah aturan ketat yang tidak bisa dilanggar sedikitpun, dari A ke B, B ke C, dan seterusnya. Hal yang lumrah, dan mungkin masih dapat dimaafkan. Namun apa yang ia berikan selanjutnya justru tidak mampu mempertahankan kualitas umum yang sudah ia ciptakan di bagian awal. Kata lainnya adalah mengecewakan.

Kelemahan utama terletak pada screenplay yang diciptakan Drew Pearce dan Shane Black. Oke, untuk komedi dan sebagai paket hiburan film ini sangat menyenangkan, semua berkat Robert Downey Jr. yang mampu menjadi pusat cerita dengan cukup baik. Namun jika anda menilik dari sisi cerita, Iron Man bahkan tampak tidak percaya diri. Awalnya menarik, mencoba menghadirkan beberapa konflik sebagai media bermain Iron Man, namun semakin lama ia semakin kehilangan fokus, tampak berputar-putar, dan puncaknya menjadi sangat kacau dengan kehadiran sebuah twist yang justru gagal dieksekusi dengan baik. Anda sudah menyaksikan trailer yang ia berikan? Sebaiknya turunkan ekspektasi awal anda jika tidak ingin kecewa ketika keluar dari studio.

Ya, sangat bertolak belakang. Iron Man 3 dengan mudahnya telah menjadikan calon penontonnya berharap banyak dengan menghadirkan The Mandarin dengan nuansa gelap layaknya The Joker dan Bane, namun justru membuat penontonnya seperti merasa sangat tertipu akibat keputusannya untuk membelokkan cerita, yang bahkan menjadikan musuh terbesar Iron Man menjadi seperti tak berharga. Ini yang menjadi titik dimana saya meledak dan mulai berharap agar waktu cepat berputar. Sejak saat itu cerita mulai sedikit membosankan, dimana anda kan diajak berputar-putar bersama Tony Stark yang bahkan menunjukkan kondisi yang paling saya takutkan seperti di paragraf awal, terjebak dalam konflik pribadi sehingga menjadikan ia seolah tampak lemah, putus asa, dan berdampak pada sisi heroik yang ia miliki.


Mungkin Drew Pearce dan Shane Black punya maksud lain dari keputusan mereka memisahkan Stark dari salah satu hal penting yang menjadi kekuatannya. Menjadikan Strak tampak manusiawi? Memberikan Stark ruang untuk bermain dengan emosionalnya? Atau memberikan Stark kesempatan untuk lebih banyak berinteraksi dengan manusia biasa? Memang ada yang cukup berhasil, namun hal-hal tadi justru menjadikan film ini tampak terlalu sibuk dan bingung karena berbagai konflik yang ia tawarkan dalam skala yang sama besarnya, sehingga kekuatan dari konflik utama dalam rupa serangan teroris seperti tidak memiliki taji.

Tidak perduli seberapa klasik cara yang ia pakai, ketika menyaksikan film superhero saya hanya berharap mereka mampu tampil heroik di akhir cerita. Iron Man 3 tidak punya itu. Dan jujur saja, saya berani melabeli genre komedi pada film ini, dan menaruhnya di posisi yang sejajar dengan action, adventure, dan sci-fi. Ada yang berhasil, memberikan tawa dalam skala besar, namun Iron Man terlalu banyak menampilkan unsur lelucon, dan celakanya tidak di jalankan dengan baik yang justru menjadikan ia tampak bodoh. Berulang kali menyinggung The Avengers, mulai dari palu dari langit, kota New York, hingga Black Hole, namun terasa hambar. Begitu pula dengan one-punch joke yang lemah bahkan sulit untuk dicerna. Dan satu lagi, kenapa dalam keadaan yang sedang terdesak masih terus bersusah payah memperbaiki motor anda yang rusak jika anda punya begitu banyak motor lainnya yang siap digunakan? Bodoh.

Ini yang anda dapatkan dari Iron Man 3, konflik utama yang  potensial, pembukaan yang menarik meskipun berjalan dengan pace yang lambat, sebuah harapan dengan kehadiran The Mandarin yang menakutkan, dan booooom, muncul sebuah twist “menarik” yang justru akan “melepas” beberapa penontonnya. Sejak titik itu anda akan berjalan bersama Stark yang tampak bingung, ditemani berbagai lelucon yang punya kadar sama besar dalam hal berhasil dan gagal, dan celakanya anda akan berjalan bersama beberapa konflik hingga akhir tanpa disertai konflik utama yang kuat.

Tampilan visual? Ya, tidak perlu mempertanyakan kualitas visual untuk film sekelas Iron Man, tetap berhasil memberikan pengalaman visual yang menyenangkan meskipun dibeberapa bagian terasa terlalu gelap. Robert Downey Jr. juga masih mampu menjalankan “tugas” yang diberikan kepadanya. Sayangnya, sudah terlanjur lekatnya Iron Man dengan Robert Downey Jr. menjadikan apa yang ia berikan di film ini seperti sebuah pengalaman baru karena apa yang menjadi ciri khas yang telah ia bangun tidak begitu dominan. Sangat kesal dengan Shane Black, dimana ia seperti memperlakukan karakter yang ia miliki layaknya boneka, digerakkan sesuka hati tanpa memberikan impresi yang berarti, dari Guy Pearce, Ben Kingsley, hingga Rebecca Hall.


Overall, Iron Man 3 adalah film yang cukup memuaskan. Bagus atau tidaknya film ini tergantung dari apa yang anda cari dan harapkan dari film ini. Jika adegan aksi tanpa peduli detail cerita hingga hal terkecil, maka ini adalah sebuah tontonan yang menyenangkan. Namun jika anda mengharapkan sebuah sekuel yang mengalami sebuah perkembangan, sebaiknya anda tidak menaruh ekspektasi begitu tinggi, karena hanya dengan sebuah twist semua potensi itu hilang, yang bahkan akan menjadikan beberapa penonton yang sensitif seperti merasa tertipu. Terbukti, ini imbas dari The Avengers yang sudah menaikkan standard Iron Man sedikit lebih tinggi, dan Iron Man 3 tidak mampu menyamainya.



6 comments :

  1. Mandarin oh Mandarin, mengapa engkau jadi begitu....

    ReplyDelete
  2. @Luthfi Prasetya Putra: At least Iron Man 3 punya hal memorable, archenemy jadi bahan lelucon. :)

    ReplyDelete
  3. 6,75? well, i give 6 to this movie.
    It's fun, entertaining, but not WOW.
    And the Mandarin things just WTF :)))

    Oh, maybe i add +0,75 score to Jarvis OS.
    LOL
    :)))

    ReplyDelete
  4. @Adhitya Teguh Nugraha: Hahaha,ternyata penyebabnya sama ya guh, The Mandarin. Kalau dia diperlakukan lebih baik pasti bisa lebih menarik.

    ReplyDelete
  5. @rory pinem: film ini terselamatkan oleh JARVIS doang. :))

    Btw, ini kok balesan komen dari kau nda masuk notif di email aku ye?? :/

    ReplyDelete
  6. @Adhitya Teguh Nugraha: gak ngerti guh, setiap comment di blog notifnya selalu masuk ke email aku.

    ReplyDelete