21 January 2013

Movie Review: Not Fade Away (2012)


Faktor utama yang menjadikan film yang mengusung tema coming-of-age tampil menarik adalah ketika ia mampu menghadirkan kisah yang sebenarnya sederhana, namun mampu membuat anda yang menyaksikannya seolah merasa menjadi karakter dalam film tersebut. Not Fade Away, film layar lebar pertama dari David Chase (The Sopranos), sebuah film yang mampu sejenak menggoyang hype dari The Perks of Being a Wallflower di ingatan saya pada kategori ini.

Berbeda dari Perks, Not Fade Away punya setting latar yang jelas, di New Jersey era 60-an, ketika tragedi pembunuhan John F. Kennedy telah terjadi, disaat Amerika diserang oleh invansi The Beatles dan The Rolling Stones, hadir Douglas (John Magaro), pria yang baru lulus dari high school, seorang anak dari keluarga yang kurang harmonis. Dikarenakan The Beatles dan The Rolling Stones, Douglas memutuskan untuk mengejar mimpinya, menjadi bintang di dunia musik, dan bersama Eugene (Jack Huston) serta dua teman lainnya membentuk sebuah band bernama Twylight Zones.

Konflik mulai tumbuh ketika jiwa rock ‘n’ roll dari Douglas mulai mekar. Bermula ketika ia mulai tidak senang dengan penilaian ayahnya, Pat (James Gandolfini), terhadap penampilannya dengan sepatu mirip orang Kuba, serta kehadiran Grace Dietz (Bella Heathcote), wanita idamannya, Douglas mulai berani tampil, memutuskan untuk merubah posisinya yang semula drummer menjadi vokalis karena merasa ia punya suara yang lebih baik (akibat sebuah insiden konyol di kamar mandi). Douglas perlahan mulai naik, namun tanpa ia sadari ada sebuah bukit terjal yang telah menanti di depannya, semua karena gesekan yang telah ia ciptakan.


Tidak ada sebuah gebrakan baru yang Chase hadirkan di film ini, bukan dalam lingkup perjalanan karirnya sebagai sutradara layar lebar, namun dalam lingkup film dengan tema yang sama, coming-of-age. Plot yang klasik, dan dapat dikatakan sudah lazim bagi sebagian orang, akan kembali anda temui dengan balutan tema rock ‘n’ roll kala memori perang dunia ke-2 masih cukup kental. Tapi jelas ada alasan yang tidak bisa anda abaikan dibalik kesuksesan yang telah Chase berikan kepada The Sopranos.

Chase menghadirkan plot yang sejujurnya dapat terbaca dengan mudah di 20 menit pertama film ini hadir. Anda seolah diajak untuk men-set sebuah akhiran sesuai dengan prediksi anda. Tapi bukan itu tujuan utama dari Chase. Not Fade Away justru menjadi sebuah studi karakter dari seorang pria yang sombong dan egois, dengan memanfaatkan musik, kisah asmara, serta hubungan keluarga sebagai bumbu pelengkapnya. Plot yang klasik itu perlahan mulai tidak begitu menggangu ketika saya mulai merasa ikut berjalan bersama Douglas, semakin lama semakin asyik mengikuti pergerakan dari karakter yang menjadi gambaran nyata rock ‘n’ roll pada jaman itu, kreatif, berani, dan sedikit pemberontak.


Ya, saya sangat suka bagaimana Chase membentuk film ini sejak awal, cara ia memasukkan unsur pemberontakkan, serta kasus sosial antara anak dan orang tua mereka dengan perbedaan prinsip sebagai pusatnya. Tapi, Not Fade Away lebih dari sekedar sebuah film yang membahas perjuangan sekumpulan pria untuk meraih popularitas. Not Fade Away adalah sebuah perjalanan sepanjang 112 menit yang diciptakan oleh Chase sebagai cerita yang menyajikan proses dari karakter utamanya, dan menjadi media bagi anda untuk mempelajari karakter tersebut. Uniknya saya justru merasa sangat dekat dengan karakter Daouglas, karena cara penceritaan yang dipakai Chase sangat fokus pada karakter.

Film ini tidak sempurna. Not Fade Away punya jalan cerita yang klise, plot yang dapat membuat anda bergumam “yah, begini lagi”. Tapi, Chase menutupi itu dengan menjadikan film ini tidak tampil terlalu sentimental, tidak berlebihan dalam setiap konflik yang ia bawa. Kisah asmara Douglas dan Grace punya porsi yang apik, dan permasalahan internal band tetap tidak terlupakan ditengah kehadiran sub-plot. Semuanya fokus, meskipun punya porsi yang kecil, bahkan permasalahan Joy Deitz (Dominique McElligott), kakak Grace, dengan kedua orangtuanya juga mampu tampil menarik walau untuk sejenak.

Chase juga patut berterima kasih kepada cast yang ia miliki, mereka mampu membentuk sebuah tim yang solid. Magaro tampil memikat, jiwa rock ‘n’ roll berhasil ia transfer kepada saya lewat Douglas, membentuk Douglas menjadi sebuah karakter yang layak untuk anda cintai, namun juga layak untuk anda benci. Jack Huston, Boardwalk Empire, berhasil memanfaatkan dengan efektif porsi kecil yang ia punya. Bella Heathcote, si cantik yang mampu mencium Johnny Depp ini punya kesempatan yang lebih besar di film ini, dan mampu ia gunakan untuk menjaga Grace agar terus menarik sebagai salah satu titik penting dari film ini. Dan yang terakhir adalah James Gandolfini. Permainan emosi yang ia hadirkan keren, membuat saya mengerti serta merasakan tekanan yang ia alami.


Overall, Not Fade Away adalah film yang memuaskan. Memang bukan sebuah film yang megah, namun keberanian dari David Chase patut mendapatkan apresiasi. Keyakinan yang Chase tampilkan menghasilkan sebuah studi karakter yang sangat fokus, mempesona baik dari cara ia berjalan maupun cara ia menyampaikan pesannya. Punya tema yang sama dengan The Perks of Being a Wallflower, Not Fade Away justru sebuah film yang segmented. NFA memang diselesaikan dengan cara yang tidak biasa, akan terkesan konyol bagi sebagian orang, namun sebuah hal yang biasa bagi mereka yang pernah menyaksikan The Sopranos, meskipun hanya beberapa episode seperti saya. 

Score: 7,5/10

0 komentar :

Post a Comment