24 September 2016

Movie Review: The Magnificent Seven [2016]


"Every man got the right to choose where he dies."

Antoine Fuqua merupakan sutradara yang senang bermain dengan “kemarahan”, menampilkan cerita dengan rasa slow-burn lalu kemudian menghajarnya dengan ledakan yang menciptakan kesan brutal, dari Training Day, Shooter, Olympus Has Fallen, The Equalizer, hingga Southpaw. Kali ini dia mencoba bermain dengan materi klasik, sebuah remake dari ‘The Magnificent Seven’ rilisan tahun 1960 yang dianggap sebagai salah satu film western terbaik yang pernah dibuat. Started with a bang, 'The Magnificent Seven' is when cowboy hang out and then playing with a gun while watching a cartoon.

Rose Creek, 1879, perampok kejam bernama Bartholomew Bogue (Peter Sarsgaard) mengintimidasi para petani yang dipimpin oleh Matthew Cullen (Matt Bomer) agar menyerahkan tanah mereka kepadanya. Tapi rencana Bogue itu bertemu hambatan ketika bounty hunter bernama Sam Chisolm (Denzel Washington) tiba di Rose Creek. Emma Cullen (Haley Bennett), istri Matthew, meminta pertolongan Sam Chisolm untuk menghentikan aksi Bogue tadi. Sam Chisolm kemudian membentuk sebuah tim beranggotakan Josh Farraday (Chris Pratt), Goodnight Robicheaux (Ethan Hawke), Jack Horne (Vincent D'Onofrio), Billy Rocks (Lee Byung-hun), Vasquez (Manuel Garcia-Rulfo), dan Red Harvest (Martin Sensmeier).


Kembali bersama Denzel Washington di kursi terdepan sutradara Antoine Fuqua (Training Day, The Equalizer) mencoba menghidupkan kembali kisah tentang para cowboy dari film dengan judul yang sama rilisan tahun 1960 karya John Sturges yang juga merupakan remake dari Akira Kurosawa's  Seven Samurai. Film ini tidak mencoba menyimpang terlalu jauh dari formula film dua film klasik tadi tapi screenwriters Richard Wenk dan Nic Pizzolatto tampaknya mencoba membentuk irama mereka sendiri. Beberapa memang terasa sedikit too much tapi di bagian awal semua usaha penyegaran dengan perubahan minor itu tampil baik, dari sinopsis sederhana yang kemudian dibuka dengan sebuah unsettling moment kualitas ancaman yang dihasilkan oleh karakter Bogue cukup oke dan membuat daya tarik pada usaha heroism yang akan dilakukan oleh Sam Chisolm dan timnya serta konsekuensinya menjadi menarik untuk dinantikan. 


For me bagian terbaik dari ‘The Magnificent Seven’ ada di paruh pertama, eksposisi cerita terasa menarik and shaping tujuh karakter utama. Sayangnya yang hadir setelah itu adalah a lacking and generic western dish. Salah satu daya tarik dari ‘Seven Samurai’ dan the 1960 The Magnificent Seven adalah memiliki sebuah “pertarungan” di mana tidak hanya tujuh karakter utama saja yang menarik, bahkan enemy mereka juga menarik. Di sini Antoine Fuqua kurang berhasil membuat pesona dari tujuh karakter utama tumbuh semakin menarik, dan di sisi lainnya kesan berbahaya dari antagonis perlahan meredup. Karakter terasa underdeveloped dan yang mereka lakukan adalah menembak dan menciptakan ledakan dengan kohesi terhadap masalah utama yang kurang kuat. Kita punya tujuh karakter yang punya basis penuh warna tapi rasa yang mereka tampilkan menariknya sama. Dan yang lebih gawat adalah meskipun punya misi mengalahkan “evil” di samping melakukan adegan aksi mereka sering berusaha sedikit terlalu keras untuk adu skill agar dapat tampil paling lucu di antara yang lain. 


Hasilnya ini kerap terasa seperti hang out para cowboy, harus diakui beberapa dari usaha mereka terasa lucu. Tapi dari situ pula yang membuat kesan magnificent dari ‘The Magnificent Seven’ terasa terus bersembunyi dan membuatnya kesulitan untuk terlihat perkasa, tidak terasa kuat hanya karena sebuah minus simple: tim beranggotakan tujuh pria ini terasa kurang “kompak” dengan rasa persahabatan yang kurang kokoh. Sebagai sebuah tim di awal mereka oke tapi semakin jauh durasi berjalan mereka masih berada di level yang sama seperti di awal tadi. Menariknya Antoine Fuqua dan screenwriters terasa konsisten pula ketika berurusan dengan konflik di dalam cerita, seperti misalnya tentang masalah racial yang di awal mereka lemparkan sebuah prasangka tapi setelah itu tidak coba dipertajam. Hasilnya sama seperti performa akting dari cast konflik terasa lacking the urgency, mereka menarik tapi terasa kurang matang atau kurang bumbu untuk membuat rasa menjadi lebih sedap. 


‘The Magnificent Seven’ bukan sebuah remake yang menjengkelkan, ia datang kehadapan penonton dengan impresi yang cukup oke tapi yang disayangkan setelah itu ia tidak tumbuh menjadi sebuah sajian yang semakin dan semakin menarik untuk mencapai potensi besar yang ia punya. Antoine Fuqua dan screenwriters melakukan pekerjaan yang baik ketika berusaha membuat arena bermain mereka sendiri dengan rasa yang lebih modern, berusaha bermain aman menjadi sebuah crowd-pleaser ketimbang sebuah “puisi” bagi genre western dengan berbagai berusaha menghadirkan "kejutan" yang memang tidak semuanya berhasil bekerja dengan sangat baik. But well, that’s it, berhasil tampil cukup menarik namun akibatnya ia tidak pernah terasa dekat untuk mencapai kesan magnificent. Segmented.  











0 komentar :

Post a Comment