14 August 2016

Movie Review: The Tunnel [2016]


Bencana yang datang mendadak mampu menghasilkan dampak yang lebih berbahaya ketimbang bencana yang telah kamu perkirakan sebelumnya. Coba bayangkan ketika kamu sedang berkendara sambil mendengarkan lagu dengan suasana hati yang gembira tapi terowongan yang sedang kamu lintasi tiba-tiba runtuh. Situasi tersebut jika dibentuk menjadi sebuah film memang akan tampak sederhana, terjebak, proses, dan selamatkan, tapi berhasil dimanfaatkan dengan oleh The Tunnel (Teoneol) untuk menjadi sebuah presentasi berwarna-warni yang terasa menyenangkan. From the director of 'A Hard Day', it's a more-than-basic disaster film.   

Dalam kondisi yang sedang bergembira seorang salesman bernama Jeong-su (Ha Jung-woo) berkendara pulang ke rumah, ia baru saja mendapat sebuah kesepakatan besar di tempat kerjanya dan kini bersiap untuk merayakan ulang tahun putri tercintanya. Namun celakanya sebuah musibah menimpa Jeong-su. Sebuah terowongan yang baru saja dibangun runtuh ketika Jeong-su belum melintasinya secara penuh, Jeong-su terperangkap di dalam terowongan bersama smartphone, kue ulang tahun anaknya, dan dua buah botol air, mencoba untuk bertahan hidup.  


Setelah sinopsis tadi masih banyak hal lai yang terjadi di cerita, dari istri Jeong-su bernama Se-hyun (Bae Doo-na) yang mulai dilanda kepanikan hingga pasukan penyelamat di bawah komando Dae-gyeong (Oh Dal-su) mencoba menyelamatkan Jeong-su. Tapi hal yang paling menarik dan sukses menggelitik dari film ini adalah Kim Seong-hun menggunakan situasi emergency dari sebuah bencana ini untuk “menyentil” sistem pemerintahan termasuk di dalamnya isu sosial yang familiar seperti humanity. Pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan terowongan tersebut tidak menyediakan manual atau prosedur jika terjadi kecelakaan yang dialami oleh Jeong-su. Tapi yang paling menarik adalah cara Kim Seong-hun memasukkan karakter dari pihak pemerintahan mulai datang dan “pasang muka” tampan dan sedih mereka di depan kamera para jurnalis, ini sebuah poke yang manis terhadap tragedi Sewol, memberikan instruksi yang tampak berisi dari luar tapi “doing nothing” terhadap bencana. 


Hal semacam itu mungkin sedang jadi materi yang empuk digunakan oleh filmmaker Korea, ‘Train to Busan’ juga melakukan hal yang serupa, tapi keputusan tersebut membawa dampak positif bagi cerita. Saya suka cara Kim Seong-hun memanfaatkan press untuk berbicara tentang kemanusiaan, mereka lebih asyik menciptakan “presentasi” terhadap bencana ketimbang peduli pada nasib Jeong-su di dalam reruntuhan tersebut dan perjuangan Dae-gyeong berhasil menjadi penyeimbang. Kim Seong-hun memang tampak ingin membuat penonton merasakan situasi yang Jeong-su alami, caranya dengan mewarnai situasi tersebut dengan hal-hal yang kurang manusiawi. Itu yang membuat ‘The Tunnel’ punya isi yang menarik di balik cerita yang sederhana itu, fokus kita pada korban utama dan penderitaan serta perjuangannya jadi menarik berkat hal-hal lain yang eksis di sekitarnya.


Ya, script ‘The Tunnel’ yang berdasarkan novel dengan judul yang sama karya So Jae-won punya liku-liku yang menarik dan menjaga penonton untuk terus merasa terlibat. Dari rasa bingung dan frustasi karakter film ini terasa oke dalam menggambarkan will power serta nilai dari sebuah kehidupan. Unik memang karena awalnya saya menganggap ini akan jadi disaster film yang fokusnya pada proses prosedurial, itu memang ada tapi tidak jadi pesona paling memikat. Sebuah keyakinan yang kuat dapat mengalahkan segalanya, itu isi film ini, dan semakin lengkap jika ditambah dengan kasih sayang pada setiap manusia. Tapi hal-hal itu tidak membuat ‘The Tunnel’ jadi drama yang berat, mereka hadir di dalam kekacauan yang oke, gripping dan juga thrilling, tapi manis karena tidak mencoba “mendorong” isu terlalu keras tapi menghadirkan dengan cara satire yang cerdas dan menyenangkan.


Kim Seong-hun juga membuat film bencana dengan formula standar ini terasa seimbang, serius tapi tidak berlebihan, ia lucu tapi tidak terlalu komikal. Humor di film ini tampil dalam bentuk sebuah ironi, kamu tersenyum tapi rasanya bittersweet dan tidak mengganggu mood claustrophobic dan situasi berbahaya yang masih terjadi. Elemen teknis dan performa cast juga memiliki kontribusi penting dalam pencapain itu. Ha Jung-woo menampilkan situasi sulit dengan baik, ia membuat kondisi terjebak Jeong-su tidak monoton, ia percaya dapat selamat dari rasa depresi dan frustasi juga menghantui dengan baik. Bae Doona juga oke, seperti di ‘A Girl at My Door’ ia menampilkan ekspresi wajah dan gerak tubuh yang berisikan emosi memikat. Sementara Oh Dal-soo berhasil menjadi kunci dari suksesnya isu tentang kemanusiaan terasa menarik. 


Jika harus menggunakan kalimat sederhana buat ‘The Tunnel (Teoneol)’ maka surprisingly colorful disaster film akan menjadi pilihan saya. Sinopsis yang sederhana itu akan membuat kamu bertanya apa yang akan film ini lakukan hanya usaha penyelematan tapi kejutan terasa oke apalagi jika kamu klik dengan berbagai isu di modern society yang coba di“goda” oleh film ini. Proses penyelamatan, emosi yang memikat, drama yang tidak dipaksakan, make fun with social issues, bercerita tentang will power dan nilai kemanusiaan bersama beberapa momen lucu tanpa lupa mempertahankan tensi dari situasi depresi dan rasa putus asa, meskipun sedikit terburu-buru di bagian akhir ‘The Tunnel’ berhasil menjadi sajian penuh warna yang menyenangkan. The Wailing, The Handmaiden, Train to Busan, ‘Right Now, Wrong Then’, The Last Princess, and The Tunnel in one year so far. Well done Korean filmmakers. You guys rock! Segmented.  








1 comment :