14 August 2016

Movie Review: Operation Chromite [2016]


Liam Neeson in Korean movie? Wohooo. Itu respon pertama saya ketika mengetahui bahwa Bryan Mills akan tampil di film Korea, dia punya karisma yang keren dan harus diingat dia juga seorang bapak yang keren di ‘Taken’. Tapi pertanyaannya adalah apakah Liam Neeson mampu klik dengan baik di dalam kisah yang mengangkat sebuah peristiwa historis Korea ini? Operation Chromite (Incheonsangryookjakjun) sendiri mencoba bercerita tentang unsung heroes dari Korea di dalam sebuah operasi di The Battle of Inchon. Is it a good "tribute"?

Seoul berada di bawah kekuasaan Korea Utara tiga hari setelah mereka menginvasi Korea Selatang di tahun 1950. Mengetahui Korean Peninsula kini berada di bawah kekuasaan Jenderal Douglas MacArthur (Liam Neeson) berusaha untuk menjalankan sebuah operasi dengan nama Operation Chromite. Untuk mensukseskan rencana masuk ke Incheon tersebut Kapten Jang Hak-soo (Lee Jung-jae) ditugaskan untuk menjalankan operasi rahasi dengan kode "X-Ray", menyamar menjadi tentara Korea Utara untuk menyelinap ke markas mush di Pyongyang yang dipimpin oleh Lim Gye-jin (Lee Bum-soo). 


Niat sutradara Lee Jae-han menarik, ingin membuat penonton mengetahui dan mengapresiasi pahlawan dari Korea yang berada di bawah bayang-bayang Douglas MacArthur. Setup awal juga cukup oke, jelas ingin menjadi sebuah blockbuster yang menjual visual dan battle scenes tapi sejak sinopsis cerita yang ditulis oleh Lee Man-hee punya duduk masalah dibentuk dengan cukup baik. Operation Chromite juga ternyata lebih condong ke arah menjadi sebuah action spy dengan rasa thriller ketimbang menjadi war movie sepenuhnya, meskipun hal itu tidak menghalangi Lee Jae-han membuat ini jadi sajian yang sedikit lebih style over substance. Cara ia membuat fokus pada aksi heroisme juga tidak kalah jika dibandingkan dengan ‘Northern Limit Line’ dan Assassination, rasa formulaic memang kental tapi kesan risky dari misi militer penuh strategi itu mampu membuat karakter terasa menarik, pada awalnya. 


Ah, pada awalnya. To make it clear bagian awal Operation Chromite terasa menarik, 30 sampai 40 menit bagian awal terasa sangat cair, setengah dari durasi masih memikat, gerak alur cerita terasa oke, pesona karakter juga oke, masalah yang harus karakter selesaikan juga terasa menarik, tapi setelah itu ini jatuh menjadi sebuah sajian yang repetitif dan terlalu sering terasa sedikit bleak in a bad way. Ini yang paling mengejutkan, sebuah film tentang peperangan yang dipenuhi senjata, peluru, dan darah tapi cukup sering terasa datar. Aksi spionase punya positif dan negatif yang sama rata, awalnya jadi sumber ketegangan cerita tapi perlahan terasa macet dan menjadi melodrama yang terlalu biasa. Usaha Lee Jae-han untuk memainkan unsur politik sambil menarik simpati penonton juga kurang nendang, meskipun dibantu score yang suspenseful sekalipun cerita dan karakter yang tadinya menarik lama-kelamaan menjadi terlalu "normal" karena berputar-putar di pattern yang sama. 


Plot yang repetitif buat saya bukan masalah asalkan diisi dengan warna-warni yang menarik. Film ini lemah di bagian itu, karakter protagonist masuk, sukses, pulang, masuk lagi, dan hasilnya tidak ada perkembangan yang oke di karakter. Ya, karena niatnya ingin “menjual” pada unsung heroes maka fokus saya taruh lebih besar pada cara karakter asal Korea mengimpresi penontonnya. Awalnya mereka menarik tapi perlahan jadi terasa “sederhana” untuk ukuran seorang pahlawan. Sejak awal memang sudah terasa aneh sebenarnya, ini style over substance tapi ingin “menjual” karakter yang uniknya tidak dipoles secara lebih jauh. Unsur style sendiri tidak buruk, battle scenes terasa cukup memikat dengan cameraworks yang tidak begitu buruk meskipun di beberapa bagian mereka terasa hampa. Unsur action dan thriller kurang mampu menjaga ketegangan cerita, kekacauan yang ia ciptakan terasa biasa.  


Hitam dan putih juga ada di cast film ini. Penampilan terbaik tentu saja milik Lee Jung-jae, dia mampu mengemban tugas besar sebagai penggerak utama, aksi menyamar yang ia lakukan juga terasa menarik, ia terasa kuat di setengah durasi awal. Lee Beom-soo juga oke sebagai Jenderal dari Korea Utara yang kejam dan terus merasa ragu pada identitas sesungguhnya Jang Hak-soo. Yang jadi masalah adalah daya tarik utama film ini, Liam Neeson, justru terasa terlalu biasa. Saya tidak mau menyebutkan berapa menit ia tampil dari durasi total 155 menit itu but there's no emotional depth from his character, sometime feels a bit corny. Memiliki seorang bintang besar yang memainkan peran yang penting di dalam cerita, sangat disayangkan Lee Jae-han kurang memanfaatkan dengan lebih maksimal keberadaan Liam Neeson di dalam cerita, Jenderal Douglas MacArthur bukan karakter yang “kaya” dan terus terasa menarik sampai akhir. 


Operation Chromite bukan sebuah war drama yang buruk, setengah dari durasi awal bahkan masih berhasil tampil memikat, yang disayangkan adalah setengah sisanya itu kurang memikat. Lee Jae-han mencoba banyak hal untuk menggambarkan kisah unsung heroes ini, ada aksi menyamar, thriller, action dan peperangan, drama yang mellow, bahkan usaha menampilkan momen tear-jerking, tapi tidak ada satupun dari mereka yang standout dan terasa maksimal eksekusinya. Itu mengapa ada yang bilang bahwa bekerjalah dengan cermat dan tepat karena kalau terlalu berlebihan hasilnya justru akan merugikan. Operation Chromite seperti itu, punya bagian awal yang manis tapi berakhir kurang manis karena went too far ketika berusaha menampilkan kisah patriotisme dan heroisme yang ia punya. 









1 comment :

  1. admin film korea A Man and A Women di review juga dong...

    ReplyDelete