27 June 2022

Movie Review: Watcher (2022)

“I just had a sense that someone was always behind me, even when I was alone.”

Firasat adalah keadaan yang dirasakan atau diketahui akan terjadi sesudah melihat gelagat, biasanya akan mendapat pengaruh dari pola tingkah laku serta dorongan untuk secara tidak sadar bertindak yang tepat, atau yang lebih kita kenal dengan sebutan insting. Firasat maupun insting tentu belum pasti akan terjadi, namun jika tidak mampu ditata dengan baik maka berpotensi menimbulkan masalah, terutama bagi mental dan psikologis. Contohnya seperti ketika kamu merasa ada yang sedang mengamatimu dari jauh, membuatmu merasa tidak nyaman hingga terancam, meski di sisi lain kamu belum tahu apakah memang niatnya jahat atau tidak, bahkan apa memang benar ada yang sedang mengamatimu dari jauh? ‘Watcher’: a psychological thriller that understands the nature of the horror-thriller.


Wanita muda bernama Julia (Maika Monroe) meninggalkan kota New York bersama dengan suaminya, Francis (Karl Glusman) dan baru saja tiba di Bucharest, ibu kota negara Rumania. Mereka kini menetap di sebuah apartement, dan saat Francis yang kini tidak hanya mendapat gaji lebih besar namun juga tanggung jawab pekerjaan juga semakin besar, sedang sibuk Julia yang katanya seorang Aktris tidak langsung mendapat pekerjaan. Alhasil yang bisa ia lakukan hanya menikmati waktu di dalam apartement sembari sesekali berkeliling kota yang masih sangat asing baginya. Bahasa tentunya menjadi rintangan bagi Julia, selain usahanya untuk bisa berhenti merokok.

Menjalani aktifitas yang monoton membuat Julia perlahan merasa bosan, rasa cemas pun lahir ketika Francis tidak ada di sampingnya. Hal tersebut menciptakan masalah ketika suatu ketika mendapat respon dari sosok asing di gedung apartement sebelah lewat jendela. Sosok asing itu sebenarnya telah lama Julia curigai tapi mendapat respon dingin dari Francis, apalagi ketika seorang pria bernama Daniel Weber (Burn Gorman) menyatakan keberatannya kerena gerak-gerik Julia yang mulai aneh dan mengganggu kehidupannya. Tapi Julia tidak bergeming, dia sangat yakin bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan dan mengikutinya.

Usianya memang masih tergolong muda tapi dengan jumlah film yang hingga kini terus berkembang semakin konsisten tiap tahunnya itu masih terasa sangat sulit untuk tidak meletakkan ‘It Follows’ tepat di samping nama Maika Monroe, sebuah acting performance yang tidak hanya memikat namun juga menghasilkan karakter yang terasa ikonik pula. Kala itu Maika masih belum berusia 20 tahun tapi berhasil menampilkan seorang wanita muda yang secara konstan terus "disakiti" oleh entitas yang akan mengikutinya ke mana pun dia pergi, berperan penting pada keberhasilan film arahan Sutradara David Robert Mitchell itu mengukuhkan dirinya sebagai salah satu film horror di era modern yang berpotensi menyandang status cult. Sadar akan hal itu Sutradara dan Screenwriter Chloe Okuno menerapkan pola serupa di sini.


Salah satu kunci sukses ‘It Follows’ terletak pada wajah Maika. Aksi hunting yang menempatkan karakter Jay tanpa pilihan lain selain terus berusaha melarikan diri, ada ancaman dan rasa takut yang cantik di wajah Maika dan ikut membuat penonton ikut "bermain" bersama cerita. Yang terjadi di ‘Watcher’ memang tidak berada di oktan yang sama tapi Chloe Okuno mengeksploitasi dengan sangat baik salah satu senjata utamanya tersebut. Maika Monroe kembali memainkan karakter yang (mungkin) diikuti oleh sosok asing, namun posisinya sedikit berbeda karena ia ditempatkan pada posisi menunggu sembari mencari tahu. Dua hal itu dibungkus dengan permainan psikologis yang oke, dibangun perlahan memang tapi berkat Maika suspense yang terbentuk terasa stabil dan secara konsisten bergerak semakin ketat dan menegangkan.

Tidak semua aktor punya kemampuan demikian, mengekspresikan ketakutan dan kerentanan karakternya sembari terus membuat cerita menjadi semakin kuat dan menarik. Chloe Okuno memang diuntungkan, ekspresi rasa cemas Julia itu terasa mengikat terutama dalam hal membuatmu sebagai penonton ikut merasa waspada. Julia sendiri ditempatkan pada situasi yang tidak mudah, lingkungan baru yang sangat asing jelas membuatnya merasa kesepian, bahasa jadi salah satu rintangan lainnya di samping tentu saja usaha untuk berhenti merokok, barang yang mungkin saja jadi solusi ketika ia sedang merasa gundah maupun galau. Kondisi asing itu pula yang awalnya membuat saya berasumsi bahwa apa yang Julia rasakan hanyalah bagian dari proses adaptasi yang wajib dijalani. Tapi yang membuat meragu adalah peristiwa tragis di lingkungan apartement karakter utama.


Penonton dibuat ikut merasakan paranoia sembari bertanya-tanya, sungguh sebuah trik klasik yang dikemas dengan baik di sini. Script yang ditulis oleh Chloe Okuno dari basis cerita karya Zack Ford mencoba mendorong sebuah psychological thriller dengan menggunakan sosok misterius sebagai MacGuffin, sehingga asumsi di awal tadi lantas beradu dengan kemungkinan lain bahwa memang ada bahaya di sana. Alhasil ada dua hal yang berjalan bersama, yakni inner struggle karakter utama dan kegilaan kriminal lewat aksi serial killer yang digunakan sebagai tema utama. Dan film seperti ini akan menempatkan penontonnya tidak hanya ikut mengamati dan meneliti saja, tapi juga menunggu. Nah, hal terakhir tadi mungkin terkesan sepele tapi sebenarnya tidak mudah untuk membuat penonton tidak merasa bosan saat menunggu narasi bergerak perlahan mendekat ke garis finish.

‘Watcher’ tergolong oke dalam hal terakhir tadi berkat kemampuan Chloe Okuno dalam membentuk atmosfir chilling yang mengintimidasi. Tidak sangat kuat namun tatanannya cukup mampu dalam memberikan thrill, dari permainan kamera hingga kontribusi score yang oke pula, tidak terlalu mengandalkan jump scare tapi banyak menebar situasi mencekam yang dengan ambiguitasnya mampu membuat penonton ikut merasa berada dalam posisi siaga atau waspada. Pesonanya mengingatkan saya pada ‘The Invisible Man’ yang explores unsettling fear, mengeksploitasi secara tepat sisi rapuh karakter dengan tone melankolis sebelum ledakan. Chloe Okuno sukses mengunci atensi ke arah Julia dan membuatmu merasa dekat dengannya, membuat classic paranoia mendominasi yang eksekusinya membantu menutupi kekurangan cerita yang sebenarnya tipis itu.


Narasi terus berkubang dalam misteri di paruh pertama dan tanpa disertai dengan pengembangan pada "ancaman" utama yang misterius itu. Dampaknya tidak jelek dan justru penonton jadi penasaran, tapi membuat babak ketiga terasa kurang kuat buat saya. Itu kekurangan kecil memang tapi pasca adegan di dalam kereta mungkin bisa diberikan satu ruang tambahan untuk memberi kesempatan agar pesona villain naik satu tingkat lagi. Meskipun memang apa yang terjadi di babak akhir itu jelas menakutkan dan juga termasuk melakukan pekerjaan yang cukup kompeten sebagai klimaks, tapi dengan tampil menggunakan formula klasik serta menerapkan teknik eksposisi yang klasik serta predictable, saya mengharapkan sebuah klimaks yang lebih kuat lagi bagi kisah yang piawai dalam bermain dengan kecemasan dan rasa takut ini.

Overall, ‘Watcher’ adalah film yang cukup memuaskan. ‘Watcher’ adalah film thriller psikologis sederhana namun efektif yang digerakkan oleh satu kemungkinan kecil yang berbahaya, menggunakan premis sederhana untuk menyajikan pertunjukkan yang berhasil mengajak penontonnya bermain dengan elemen-elemen klasik genre horror dan thriller, dari kecemasan yang berubah menjadi rasa takut dan lantas berkembang menjadi krisis eksistensial. Acting performance dari Maika Monroe juga berperan penting dalam pencapaian tersebut, dia tahu bagaimana membentuk dan mengendalikan karakternya dengan baik, sama seperti Sutradara Chloe Okuno dalam menangani elemen genre untuk membawa penonton terikat dalam rasa takut dengan sensasi yang cukup memikat.






1 comment :