19 June 2016

Movie Review: The Handmaiden [2016]


Menjadi bagian dari Festival Film Cannes 2016, The Handmaiden (Agassi) dikabarkan sukses mencuri perhatian dengan adegan seks yang "berani" dan itu menarik mengingat film ini berasal dari Korea Selatan, negara yang masih tertutup pada LGBT. Dipenuhi dengan kerumitan dan keintiman bersama sexual tension yang menarik, The Handmaiden ternyata merupakan sebuah media yang digunakan oleh Park Chan-wook untuk bercerita tentang isu hierarki gender dan kebebasan bersama berbagai ledakan keinginan dan nafsu di dalamnya. It's a tantalizes erotic drama.

Korea, tahun 1930-an, Kouzuki (Cho Jin-woong) merupakan pria Korea yang melakukan naturalisasi menjadi warga negara Jepang, pria kaya raya yang “kotor” dan kini hidup bersama keponakannya Lady Hideko (Kim Min-hee). Lady Hideko menjadi sasaran Count Fujiwara (Ha Jung-woo), seorang penipu yang menyamar menjadi bangsawan dan berniat untuk merebut harta Hideko, caranya dengan membuat Hideko jatuh cinta padanya. Count Fujiwara menyewa anak yatim dan miskin bernama Sook-hee (Kim Tae-ri) untuk membantunya memuluskan rencana tersebut. Tapi Sook-hee yang bertugas menjadi pembantu dan melayani Lady Hideko ternyata menarik perhatian majikannya itu. Lady Hideko jatuh cinta pada Sook-hee.



Berdasarkan novel Fingersmith karya Sarah Waters, The Handmaiden (Agassi) merupakan sebuah melodrama yang menjual erotisme dengan cara yang mewah. Berbagai detail yang ia tampilkan lewat setting memang selalu mampu mencuri perhatian tapi fokus dan imajinasi penonton tidak pernah teralihkan dari sensualitas yang begitu menggoda. Park Chan-wook kembali melakukan pekerjaan yang memikat di film ini, ia mencampur cerita dan visual untuk berkombinasi menciptakan sebuah ketegangan yang menyenangkan. Tidak pernah berhenti menggoda sexual tension selalu eksis padahal pendekatan yang dilakukan Park Chan-wook pada cerita tidak melulu berusaha menjual seks bahkan The Handmaiden punya rasa thriller yang kental. Park Chan-wook cerdas dalam membaur berbagai genre kedalam narasi yang tampak penuh kompleksitas, dengan mondar-mandir secara efisien bermain tarik dan ulur dalam cerita yang tampak rumit.



Park Chan-wook merupakan ahli dalam memainkan kisah penuh belokan, di sini ia berikan kamu petunjuk namun yang kamu rasakan justru misteri semakin terasa kompleks. Di balik sinopsis yang berisikan sebuah rencana jahat tadi The Handmaiden sebenarnya berisikan tentang kisah dua wanita yang berusaha menemukan kebebasan, satu ingin lepas dari kemiskinan dan satu lagi ingin lepas dari kurungan yang selama ini menjeratnya. Tampak sederhana tapi cerita The Handmaiden itu seperti berada satu langkah di depan penonton sehingga muncul berbagai kejutan darinya, di beberapa bagian ini bahkan terasa lucu meskipun muatan erotis cerita tetap mampu menghipnotis. Saya suka dengan cara Park Chan-wook menangani cerita yang dibagi menjadi tiga bagian itu, ia mendorong agar terjadi perubahan perspektif tapi tetap dalam pola sebuah thriller erotis dengan sedikit nada horror di dalamnya, ia cermat dalam merangsang penonton dengan menggunakan sisi dingin dan sisi panas dari materi yang ia punya dan kombinasi berbagai genre yang ia gunakan.

Semakin jauh cerita berjalan The Handmaiden semakin dipenuhi dengan konspirasi, hubungan antar karakter dapat berubah dengan cepat karena walaupun tampak berkilau dan classy dari luar mereka merupakan manusia yang sedang bertarung dengan nafsu masing-masing. Di sini semua karakter terasa ambigu, kamu bisa lihat apa yang mereka lakukan tapi kamu dibuat tidak yakin pada niat utama yang mereka miliki. Semua orang di dalam cerita punya agenda masing-masing, semua karakter punya rahasia masing-masing, semua karakter bisa saling mengkhianati. Mereka secara tersembunyi saling mengamati dan itu semakin menarik karena terkadang narasi sengaja dibuat terasa tidak terlalu clear dan cerita yang terbagi menjadi beberapa bab dimanfaatkan untuk menampilkan aksi bolak-balik yang mempertahankan ketegangan dan memberimu kejutan. Cara Park Chan-wook mempermainkan penontonnya itu terasa manis juga berkat kualitas yang sama manisnya dari elemen teknis, dalam hal ini sinematografi.



Menemukan film yang memiliki sinematografi yang impresif itu mudah, tapi menemukan film dengan sinematografi yang memorable tidak mudah. Chung-Hoon Chung (Oldboy, Lady Vengeance, Stoker, Me and Earl and the Dying Girl) kembali membuktikan bahwa ia merupakan salah satu cinematographer handal yang dimiliki industry film saat ini. Saya masih ingat bagaimana ia mempermainkan sudut di karya terakhirnya sebelum film ini, Me and Earl and the Dying Girl (nominasi best sinematografi PnM Awards 2016), dan di sini ia kembali “mempermainkan” saya. Nilai artistik dari gambar-gambar yang ditampilkan The Handmaiden berada di level atas, dieksekusi dengan percaya diri yang tinggi dan cekatan, cara ia menggunakan komposisi pencahayaan untuk setiap adegan terasa halus, berkombinasi bersama desain produksi yang juga tidak kalah manisnya visual sukses menciptakan dunia yang mewah namun menyeramkan, tampak berbahaya namun terus menggoda imajinasi.



Lalu apa kekurangan dari The Handmaiden? Meskipun berisikan berbagai usaha konspirasi fokus penonton tertuju pada gairah di antara dua karakter utama wanita, mereka berhasil menampilkan perkembangan yang baik, menunjukkan sisi kompleks dan misterius begitupula dengan emosi yang rentan. Tapi hal tersebut benar-benar sepenuhnya terasa kuat hanya di 70%-80% durasi film, selebihnya terasa kurang padat, sempat muncul kesan eksploitasi yang kurang perlu terhadap tubuh wanita lewat adegan seks yang "melimpah"  itu. Tidak banyak memang yang terasa seperti itu tapi motivasi untuk mengungkap kondisi batin manusia yang kelam tidak selalu berhasil, beberapa dari mereka tidak menggendong tugas untuk memajukan cerita. Park Chan-wook juga seperti punya obsesi untuk menjelaskan konspirasi dari struktur cerita yang telah ia bentuk sehingga menjelang akhir pesona karakter terasa sedikit goyah.



Untung saja The Handmaiden memiliki aktor dan aktris yang mampu memberikan performa yang baik sehingga walaupun sedikit jatuh di bagian akhir karakter di dalam cerita tidak sepenuhnya kehilangan pesona. Ha Jung-woo berhasil tampil sebagai pria necis yang vulgar dengan sebuah rencana jahat di tangannya. Cho Jin-woong berhasil tampil sebagai pria yang menjijikkan. Kim Hae-Sook dan Moon So-Ri berhasil menjadi “pion” yang bekerja dengan singkat namun baik bagi cerita. Bintang utamanya adalah dua pemeran utama wanita, Kim Min-hee dan Kim Tae-ri. Lady Hideko adalah wanita naif yang memiliki sifat “mendominasi” dan itu ditampilkan dengan baik oleh Kim Min-hee. Sementara Sook-hee merupakan karakter polos yang humble, itu berhasil ditampilkan dengan baik pula oleh Kim Tae-ri di debut layar lebarnya ini.



Meskipun sedikit kurang kuat dan longgar di bagian akhir The Handmaiden (Agassi) merupakan sebuah paket drama romance dengan rasa thriller dan misteri yang menyenangkan. Menampilkan prestasi memikat di sektor teknis lewat sinematografi yang eye-catching, Park Chan-wook kembali berhasil menelurkan sebuah karya yang berani dengan mengangkat tema cinta sesama jenis yang mengusung tema kebebasan di dalamnya, meskipun kamu harus waspada karena ini punya potensi pula untuk terasa kosong. Memiliki misteri yang manis dengan gerak mondar-mandir yang menarik, sexual tension yang konsisten sejak awal hingga akhir, berbagai belokan di dalam plot yang berlimpah sama seperti adegan seks yang ditampilkan dengan berani, The Handmaiden (Agassi) merupakan sebuah erotic melodrama berisikan godaan, penyimpangan(?), manipulasi, dan kebebasan yang terasa menyenangkan. Segmented. 















Thanks to rory pinem

6 comments :

  1. Kapan si film ini tayang reguler atau ada home cinemanya? TS-nya enak bisa nonton di Cannes, ngiri :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo manchesterawr. Saya nonton film ini bukan di Cannes, jauh banget level saya buat sampai kesana. Saya nonton di Lotte Cinema Seoul. :)

      Delete
  2. Dari trailernya aja udah yakin banget kalo film ini bakal memanjakan mata (seperti layaknya Stoker, Lady Vengeance dan Old Boy), dan setelah baca review ini jadi tambah gak sabar nonton filmnya huhu.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Sepertinya film ini menarik. Hanya saja aku baru menonton sekarang :"D

    ReplyDelete
  5. baru aja beres nonton. ga nyampe tamat.. ga kuat. Tapi terimakasih berkat film ini jadi tau kalau lesbi ternyata begitu caranya. karena selama ini saya fujoshi,, dan ga suka yuri.

    ReplyDelete