24 January 2014

Movie Review: Jackass Presents: Bad Grandpa (2013)


Banyak kalimat unik dari pagelaran 71th Golden Globes yang lalu, salah satunya berasal dari Tina Fey yang berbunyi seperti ini, “in Hollywood if something kinda works they'll just keep doing it till everybody hates it.” Yap, begitulah sistem yang bekerja, jika masih ada yang menikmati maka tidak ada alasan untuk berhenti. Jackass adalah salah satunya, mereka masih menjadi mesin uang yang menjanjikan, tidak menghilangkan wajah utama dalam balutan aksi gila, namun dengan sedikit sentuhan berbeda pada struktur cerita dan unsur drama, Jackass Presents: Bad Grandpa.

Billy (Jackson Nicoll) seperti memang tidak bernasib baik sejak ia lahir kedunia, punya ayah yang tinggal jauh darinya dan tidak bersikap kurang peduli padanya, hingga berada dibawah naungan Kimmie (Georgina Cates), ibu yang seperti sudah tidak asing lagi berurusan dengan penjara. Celakanya ternyata hal tersebut juga terjadi tepat dua tingkat diatas Billy, ayah dari ibunya, sang kakek, Irving Zisman (Johnny Knoxville), ternyata juga merupakan sosok yang jika dijabarkan secara halus merupakan pria berjiwa bebas dengan sikap kacau yang tak pernah berhenti mencari kesenangan dan masalah.

Billy harus menghabiskan waktu bersama Irving, tidak singkat karena dengan kembalinya sang ibu kedalam masalah yang memaksanya untuk menjalani proses hukum Billy diminta untuk sementara berada dibawah pengawasan sang ayah, Chuck (Greg Harris). Nasib kurang baik tidak berhenti sampai disitu, penyebabnya adalah ia harus diantar oleh sang kakek, menggunakan sebuah mobil tua dari Nebraska di pusat USA, menuju North Carolina dibagian timur, berpindah dari satu masalah menuju masalah lainnya.


Penjelasan diawal tadi cukup mampu menggambarkan secara umum kepada anda yang mungkin bertanya heran mengapa Johnny Knoxvill, Jeff Tremaine, dan juga Spike Jonze terus mempertahankan Jackass yang kita tahu bersama berisikan berbagai hal bodoh dari aksi stunt dan prank. Jawabannya sederhana, mereka masih mampu menjadi mampu mengeruk keuntungan, melipat gandakan budget dalam level belasan menjadi puluhan juta, bahkan Jackass 3-D berhasil meraup 170 juta Dollar hanya dengan budget 20 juta, sebuah pendapatan yang fantastis jika menilik materi yang ia tawarkan. Hal tersebut membuktikan bahwa masih banyak penonton yang mampu menerima aksi gila mereka, so, mengapa harus berhenti?

Benar, belum ada alasan untuk berhenti, dan masih dengan kombinasi trio tadi, kendali utama ditangan Jeff Tremaine, dan bintang utama pada Johnny Knoxvill, Jackass kembali hadir untuk menawarkan sebuah hiburan lewat kumpulan aksi gila. Ya, ini masih di isi dengan beberapa aksi hardcore yang berani pada konteks adegan aksi, dari pemakaman, beer, supermarket, hingga striptease, mereka ingin membuat orang heran, mereka ingin membuat orang kesal. Namun ada sesuatu yang baru disini, Knoxvill, Tremaine, dan Jonze seperti ingin menciptakan sebuah wajah baru bagi Jackass, gaya dokumenter kini sedikit bersembunyi, dan kemudian menghadirkan sebuah petualangan yang memiliki struktur. Celakanya ide berani itu tidak disertai hal yang sama pada tahap eksekusi.

Tidak salah memang berupaya menghadirkan kombinasi antara ciri khas dari cara bermain andalan mereka dengan sentuhan baru berupa unsur drama, namun dengan syarat keduanya mampu dikendalikan dengan baik. Itu yang tidak dimiliki Jackass Presents: Bad Grandpa, kegembiraan penuh kegilaan yang lepas itu kini tampil sedikit ditekan untuk menciptakan ruang, masuk kedalam sebuah konsep penuh dengan keteraturan, bahkan pertama kalinya sebuah film Jackass mampu membuat saya mengernyitkan dahi sembari bergumam, “oh, sepertinya menarik.” Namun yang menjadi masalah adalah film ini perlahan justru mulai tampak terjebak didalam konsep yang ia ciptakan.


Sumbernya adalah tidak ada totalitas pada sisi kualitas di dua elemen yang ia punya. Upaya untuk menciptakan image baru dari sebuah Jackass justru membuat Jeff Tremaine dan rekan-rekannya tampak seperti takut untuk bergerak terlalu jauh, dimana jika mereka tampil terlalu gila akan membunuh drama, disisi lain jika terlalu mellow juga akan menghilangkan image utama. Akhirnya sebuah awalan yang menjanjikan itu perlahan jatuh kedalam sebuah perputaran cerita yang datar ketika materi-materi yang masih tampil dengan formula yang sama itu tidak mampu bekerja dengan baik, tidak ada petualangan yang bergerak lepas, yang hadir justru penceritaan penuh beban untuk tampil seimbang.

Ya, penuh beban, yang kemudian membunuh begitu saja potensi diawal yang sesungguhnya cukup cerah berkat formula lama yang mereka usung. Benar, formula lama, Sacha Baron Cohen pernah sukses besar menggunakan cara ini dengan karakternya Borat, sistem dimana pemeran melakukan interaksi sembari ditemani candid camera yang terus mengawasi dalam wujud tak dikenal, kali ini dalam wujud kaum lanjut usia yang tak mungkin menjadi objek kekerasan. Masalahnya Borat tidak menuntut penontonnya untuk peduli dalam skala besar, sedangkan Bad Grandpa seperti tidak pernah berhenti meminta atensi, padahal ia juga tampil setengah hati di dua warna cerita sehingga apa yang ia berikan kerap kali terasa hit dan miss dalam kuantitas yang sama.

Sorotan unik lainnya mungkin adalah bagaimana Knoxville berhasil disulap menjadi seorang pria tua yang mampu meyakinkan semua orang yang ia ajak berbincang, sukses menipu banyak orang berkat bantuan make-up yang memikat. Johnny Knoxvill sendiri cukup mampu menjalankan cerita yang menjadi tanggung jawab utamanya, punya sebuah momen bersama kelompok motor yang mampu menghadirkan emosi dengan cukup baik, tidak kehilangan sentuhan gilanya, dan juga mampu membangun chemistry yang cukup manis dan terkadang menyenangkan  bersama Jackson Nicoll.


Overall, Jackass Presents: Bad Grandpa adalah film yang kurang memuaskan. Konsep tipis yang ia usung berhasil dibentuk kedalam teknik bercerita yang memberikan nafas baru bagi film Jackass, sebuah struktur cerita yang tertata. Menyembunyikan kamera, memperhalus aksi gila, menyuntikkan unsur drama, ini merupakan sebuah upaya yang berani untuk menjadikan image Jackass terasa segar, namun sayangnya keberanian itu tidak berlanjut pada eksekusi, kurang total, sehingga kerap kali hit dan miss.



2 comments :

  1. prank-nya kurang pecah kayak jackass yang semestinya..
    yaa mungkin karna temanya kakek2 sih ya?
    tapi prank "titit kejepit" di awal film cukup keren kok..
    :)))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, gak pecah men. Karena main aman kali ya, mau memperhalus image, tapi justru film berikutnya yang jadi potensial, asal konsep sekarang dipertahankan.

      Delete