27 August 2022

Movie Review: 12 Cerita Glen Anggara (2022)

“Yang namanya cinta, ya cinta.”

Manusia tidak bisa hidup sendiri, tidak bisa melakukan semuanya sendiri. Karena sebagai manusia kita saling membutuhkan satu sama lain, dari tegur sapa sederhana, gotong royong, bersimpati, berempati, serta membantu orang lain. Karena salah satu tujuan hidup manusia bukan hanya bertanggung jawab menjaga keberlangsungan hidupnya namun juga sekitarnya, bukan hanya untuk membuat dirinya sendiri hidup bahagia namun juga untuk menolong orang lain merasakan kebahagiaan. Sesuatu yang terkesan berat memang namun hal tersebut tadi coba dikemas dalam bentuk sebuah drama remaja yang ringan, santai, dan tenang oleh film ini, spin-off dari film ‘Mariposa’ yang rilis dua tahun lalu. ’12 Cerita Glen Anggara’: mencapai target yang tak dipasang tinggi.


Glen Anggara (Junior Roberts) merasa bersyukur memiliki orangtua dengan tingkat ekonomi yang di atas cukup untuk memenuhi segala keinginannya, meskipun di sisi lain kedua orangtuanya (Marcelino Lefrandt & Imelda Therinne) telah berulang kali menegur Glen untuk mengubah pola hidupnya. Pria muda yang merasa nyaman tidur di kamar berantakan miliknya itu tidak mau melanjutkan studi ke bangku kuliah, itu menjadi masalah terbesarnya karena itu menunjukkan Glen tidak punya ambisi dan juga mimpi di dalam hidupnya. Glen merasa nyaman mengisi kesehariannya dengan hangout bersama dua sahabatnya, Iqbal (Angga Yunanda) dan Rian (Abun Sungkar) serta pacar kedua sahabatnya, Acha (Adhisty Zara) dan Amanda (Dannia Salsabilla).

Semua berubah ketika di satu hari saat Glen sedang hangout bersama Iqbal dan Rian, mereka didatangi oleh wanita muda yang mendadak melempar beberapa pertanyaan kepada Glen dan teman-temannya. Nama lengkapnya adalah Shena Rose Hunagadi (Prilly Latuconsina), berawal dari pertanyaan siapa yang paling tampan, paling kaya, dan yang masih single, Shena lantas mengucapkan selamat pada Glen karena telah terpilih menjadi pacarnya. Pria yang doyan cireng dan tidak mampu melihat darah itu menolak tapi kemudian berubah setelah menemukan sebuah secarik kertas milik Shena. Di sana tertulis 12 buah keinginan yang ingin Shena wujudkan, yang ternyata mengalami rutin cuci darah dua kali seminggu. Gagal ginjal, Shena bertarung dengan ajal.

Saya merupakan anggota kelompok penonton yang menyukai film Mariposa’, kisah tentang dunia para remaja beranjak dewasa yang dikemas dengan youthful energy dan berhasil menjadi perayaan tentang perjuangan cinta, menghantarkan isu dewasa seperti makna dari mencintai dan dicintai tapi tanpa malu untuk menjadi “remaja” bersama hal-hal lucu ciri khas masa-masa indah di sekolah menengah atas. Walau kala itu sempat terpaksa turun layar akibat pandemi COVID-19 tapi respon film yang jadi kolaborasi kedua dari Angga Yunanda dan Adhisty Zara itu dapatkan tergolong positif. Maka tidak alasan untuk ragu mencoba mengadaptasi novel sempalan dari ‘Mariposa’ berjudul ‘12 Cerita Glen Anggara’ karya Luluk HF, mencoba untuk sedikit memutar pengisahan menggunakan karakter Glen dengan memakai formula klasik drama remaja.


Begitupula dengan formula yang diterapkan Sutradara Fajar Bustomi, akan banyak mengingatkan kamu pada beberapa judul film drama remaja yang pernah ia tangani sebelumnya, seperti tiga buah film Dilan’, ‘Mariposa’ tentunya, dan yang juga rilis di tahun ini yakni My Sassy Girl’. Kembali hadir dengan visual menggunakan palet warna yang dominan bermain di pastel film ‘12 Cerita Glen Anggara’ punya berbagai gambar yang manis, terasa segar layaknya mint dan teduh di mata. Meski memang ada yang terasa dipaksakan seperti beberapa momen yang menggunakan efek untuk menciptakan kesan romantic di background tapi secara overall tone warna film ini sukses mengikat atensi saya sejak awal hingga akhir. Penggunaan warna yang terasa tenang itu seolah menjadi pengejawantahan dari ambisi yang diusung Fajar Bustomi di film ini: ringan, santai, dan itu tadi, tenang.

Bermain layaknya sebuah fantasi remaja sejak awal ‘12 Cerita Glen Anggara’ tidak pernah terasa mencoba terlalu keras, dibentuk secara longgar di sini Fajar Bustomi memanfaatkan dengan baik kedekatan yang sudah terbentuk antara penonton dan karakter. Tidak butuh waktu lama karakter Glen yang menjadi karakter pendukung di ‘Mariposa’ langsung menguasai panggung utama, latar belakang masalah tentang dirinya yang tidak punya “mimpi” langsung menjadi konflik menarik, kemudian dari sana narasi membawamu bertemu konflik utama yang konsisten bergerak maju dengan irama cukup oke. Terjadi pertukaran posisi di spin-off ini jika dibandingkan dengan ‘Mariposa’, kali ini karakter utama pria menjadi sosok yang ceria sedangkan karakter utama wanita menjadi si pasif yang misterius. Glen adalah Acha, sedangkan Shena adalah Iqbal. Peran Amanda bahkan digantikan sang pacar.


Itu utak-atik yang manis baik dari novel dan juga script yang ditulis oleh Alim Sudio, klise memang tapi berhasil menata ulang karakter yang ada untuk membentuk lagi satu buah kisah baru yang menarik. Wanita berhati dingin yang sedang didekati oleh pria lugu dan polos, berawal dari berusaha menolong karena kasihan tapi berujung ingin mendapatkan hati, ‘12 Cerita Glen Anggara’ sebenarnya juga punya berbagai isu dan pesan menarik. Sama halnya dengan ‘Mariposa’ film ini juga mencoba untuk menyentuh ranah yang lebih dewasa, dibalik hal-hal lucu dan cringe aksi Glen yang mungkin akan terasa impulsif di awal itu justru menjadi perwujudan dari apa arti mencintai dan dicintai, serta makna cinta itu sendiri yang sebenarnya sederhana. Ini juga mendorong posisi manusia sebagai makhluk sosial tadi, dikirim untuk hadir di dalam hidup seseorang dan membantu mereka agar dapat menjadi lebih baik lagi.

Termasuk menolong orang lain untuk meraih mimpinya. Isu dan pesan yang dibawa oleh ‘12 Cerita Glen Anggara’ tidak melulu seteduh visualnya, serta that loose and childish vibe yang terasa konsisten. Kisah yang sesekali mengeksploitasi clumsiness karakter utama ini pun sebenarnya punya potensi besar untuk menghujam penonton dengan emosi, tapi sayang terhalang pendekatan ringan, santai, dan tenang tadi yang ternyata juga tetap digunakan di babak akhir. ‘12 Cerita Glen Anggara’ punya potensi besar untuk menjadi kisah yang deep and impactful tapi dampak dari tidak mencoba terlalu keras justru membuat emosi tidak punya “akses” lebih untuk bisa bermain lebih jauh lagi. Sayang memang padahal naskah sudah memberi cukup ruang untuk dramatisasi terhadap kisah pilu Shena, namun sejak awal muncul dikemas secara ringan dan santai pula padahal fungsinya sangat besar untuk impact di bagian akhir.


Saya tidak menemukan masalah pada kinerja akting para Aktor, terasa cukup oke dan tidak ada yang berlebihan. Junior Roberts berhasil membuat pesona Glen yang tampaknya berjiwa free spirit itu bersinar dengan baik, sedangkan Prilly Latuconsina juga oke dalam membentuk Shena sebagai wanita yang bermimpi sembari bertarung dengan penyakitnya. Begitupula dengan ensemble cast lain juga tampil oke dengan karakter mereka masing-masing. Namun andai saja di babak akhir ada upaya sedikit lebih besar untuk memaksimalkan potensi ledakan emosi di dalam cerita, mungkin hasil akhir akan terasa lebih menawan. Yang seharusnya dipersiapkan sejak paruh pertama usai, karena dari sana narasi seperti hanya menjalankan misi utama Glen sedangkan pesona elemen lain di dalam cerita kurang berkembang menjadi sama kuat, sekedar yang penting “aman” sampai tujuan. Good, tapi bisa lebih baik dari itu.

Overall, ‘12 Cerita Glen Anggara’ adalah film yang cukup memuaskan. Utak-atik dari ‘Mariposa’ menghasilkan kisah remaja dengan youthful energy yang menarik di awal, masih dengan formula klasik drama remaja andalannya dibalut visual menyejukkan mata Fajar Bustomi bentuk secara ringan, santai, serta tenang. Alhasil narasi terasa longgar karena sejak awal memang tidak pernah mencoba terlalu keras, itu bekerja sangat baik di paruh pertama. Namun tidak di paruh berikutnya karena emosi jadi tidak punya akses lebih untuk bermain lebih jauh lagi sehingga isu terbaik film ini yakni “hidup yang memang tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan” pada akhirnya hanya sekadar mendarat dengan baik tanpa punch super menawan. Tidak menargetkan sesuatu yang tinggi, cukup mendarat secara aman, dan itu tercapai.





1 comment :

  1. “Cewek itu sering bilang ngak, padahal hatinya iya.”

    ReplyDelete