29 January 2017

Movie Review: Master [2016]


Berangkat dari seorang cinematographer pada tahun 2013 yang lalu sutradara Cho Ui-seok berhasil mencuri perhatian cinema di Korea sana lewat karyanya yang berjudul Cold Eyes, sebuah perpaduan action, crime, dan thriller dibintangi oleh Jung Woo-sung dan Han Hyo-joo yang sukses menjadi hit. Tahun lalu Cho Ui-seok kembali menyajikan karya terbarunya yang tidak dapat dikatakan “fresh” pula, kembali bermain di ranah action dan crime kini ia merangkul tiga aktor populer Korea Lee Byung-hun, Kang Dong-won, dan Kim Woo-bin di dalam film yang berjudul ‘Master’.

President Jin (Lee Byung-hun) merupakan seorang pemimpin dari sebuah “kerajaan” bernama Won Network yang suatu ketika dicurigai telah menipu para investor di perusahaannya. Sebuah tim investigasi kemudian terbentuk dengan di bawah komando seorang pria cerdas dan agresif bernama Kim Jae-Myung (Kang Dong-Won). Namun upaya tersebut tidak berjalan mudah karena di sisi lain President Jin punya sosok bernama Park Jang-Goon (Kim Woo-Bin), “otak” di balik Won Network.  


Master’ akan cukup banyak mengingatkan kamu pada Cold Eyes, masih bermain dengan materi yang kembali mencoba membawa crime sebagai senjata utama di sini Cho Ui-seok kembali mencoba menggabungkan hal tersebut dengan teknologi serta elemen action sebagai pelengkap thrill. Tidak heran sama seperti “kakak seperguruan” itu ‘Master’ juga berhasil menjadi sebuah kemasan action crime yang fast-paced, dipenuhi suspence dan action yang berhasil menghadirkan sebuah start yang terhitung kuat. Karakter Jin dengan cepat berhasil mencuri atensi, dari kesan “absurd” hingga “drama” ia berhasil meyakinkan penonton bahwa Won Network merupakan antagonis yang “menarik” untuk ditaklukkan. Namun jika Cold Eyes hanya cukup oke menghadirkan build-up setelah lepas dari bagian pembuka celakanya ‘Master’ juga melakukan hal yang sama. 


Dari bagian awal yang tampak menjanjikan itu ‘Master’ kemudian berubah menjadi sebuah action crime yang terasa "menggelikan" bersama dengan politik, keuangan, dan hacking itu. Tidak konyol memang karena jalinan kisah yang ditulis oleh Cho Ui-seok bersama dengan Kim Hyun-duk masih terasa cukup composed namun di sisi lain kesan mencoba untuk terlihat “cool” justru terasa semakin kental kuantitas dan kualitasnya. Elemen teknis terasa oke terutama pada cinematography namun mulai dari babak kedua Cho Ui-seok tampak mulai “melepas” berbagai unsur comic untuk bermain di dalam cerita. Eksistensi mereka tidak salah namun sayangnya justru cukup menghambat jalan bagi elemen yang lebih serius untuk terus tumbuh semakin kuat dan besar. Hasilnya meskipun tetap mengalir dengan baik hingga akhir apa yang ‘Master’ coba gambarkan terutama terkait komentar sosial jadi terasa kurang nendang dan tidak klik pada sempurna pada tempat yang telah disediakan sedari awal. 


Untung saja Cho Ui-seok memiliki jajaran cast yang berhasil tampil dengan baik sehingga mampu mempertahankan daya tarik yang dimiliki oleh karakter ketika cerita atau script mulai sedikit menurun daya tariknya. Chemistry yang dihasilkan tiga pemeran utama terasa oke dan ketika tampil secara individual mereka juga sama baiknya. Lee Byung-hun tampil baik sebagai villain utama, karisma seorang bad guy berhasil ia bentuk dengan baik. Kim Woo-bin mampu membuat Jang-goon tampak memikat ketika berurusan dengan teknologi sementara itu Kang Dong-won terasa oke sebagai leader dari tim investigasi yang tampak meyakinkan namun juga ambigu. Yang menarik dari cast adalah karakter wanita berhasil meninggalkan impresi yang sama kuatnya yaitu Uhm Ji-won yang berperan sebagai Shin Gemma dan juga Jin Kyung yang di sini menjadi advertising executive  bernama Kim Eom-ma. 


Bukan sesuatu yang mengejutkan mendapati Cho Ui-seok kembali menyapa penonton dengan menggunakan formula yang sama seperti karya yang dia telurkan sebelumnya, namun yang mengejutkan adalah ia masih melakukan kelemahan yang ia hasilkan di Cold Eyes. Sebuah action crime dengan oktan tinggi ‘Master’ berhasil mencuri perhatian di awal lewat karakter dan tentu saja masalah terkait bisnis dan korupsi untuk kemudian berjalan terlalu stabil. Yang menjadi masalah adalah ini di balik gerak cepat itu isi film ini ternyata terasa tipis terutama dengan ketiadaan emosi di level mumpuni di dalamnya. Hasilnya, sama seperti Cold Eyes film ini kurang berhasil membuat agar excitement dari cerita dapat terus bertumbuh. Oh, durasinya juga terlalu besar, 140 menit untuk film dengan komposisi yang dapat dikemas menjadi sebuah action flick berdurasi 100 menit. Segmented. 









Cowritten with rorypnm

0 komentar :

Post a Comment