29 March 2015

Review: ’71 (2014)


Salah satu hal paling menyakitkan jika berbicara tentang kekerasan atau hal-hal brutal adalah ketika mereka di tampilkan kepada kita secara tenang, rasa sakit yang dihasilkan kerap lebih besar ketimbang jika kekerasan tersebut di kemas dengan cepat dan kemudian berlalu. Yann Demange seperti mencoba menerapkan konsep tersebut dalam film debutnya ini, '71, mencoba mengurung penonton bersama karakter yang sedang dalam kondisi terkurun untuk kemudian berjuang hingga merasakan sakit yang ia alami. Well, itu cukup berhasil.

Gary Hook (Jack O'Connell) memutuskan untuk bergabung dengan tentara Inggris, menjalani pelatihan yang instensif dengan fokus utama pada kerjasama tim serta menempa daya tahan serta keterampilan bersenjata miliknya. Tapi tiba-tiba Gary bersama unitnya dikirim menuju pusat Belfast dalam  upaya menjaga perdamaian yang memaksa mereka harus berhadapan dengan penduduk yang sedang berada dalam kondisi marah karena tidak terima akan kedatangan pasukan tersebut. Masalah bagi Gary tidak berhenti disitu karena ketika pasukan Inggris terpaksa mundur ia justru kehilangan posisi dan terpaksa melarikan diri sendirian.


Bagaimana ketika kamu yang sejak awal bergabung didalam sebuah tim yang menerapkan kerja sama sebagai hal yang harus kamu junjung sangat tinggi suatu ketika justru ditinggal pergi oleh tim milikmu. Tidak hanya itu, dengan status kamu yang masih baru justru datang rintangan yang begitu besar yang harus kamu lewati. Itu menakutkan. '71 berhasil membuat saya merasakan sesuatu yang mengerikan dari kondisi yang dialami oleh Gary, berjuang bertahan hidup dalam keadaan yang sangat menakutkan dimana saya tidak hanya bisa diam menunggu namun harus berhadapan dengan berbagai hal yang datang menguji. Yann Demange berhasil menciptakan arena bermain yang baik disini, namun tercapainya nilai positif tadi lebih banyak dikarenakan performa yang menarik dari seorang Jack O'Connell.


Saya kurang suka dengan  penampilan Jack O'Connell di Unbroken tapi disini ia seperti kebalikan Eric Love namun dengan intimitas bersama penonton yang sedikit lebih baik ketimbang ketika ia menjadi Louis Zamperini. Ketakutan dan kepanikan serta rasa frustasi yang ia tampilkan punya kontribusi yang besar pada kemampuan ’71 mempermainkan penonton didalam cerita yang sesungguhnya tidak begitu special. Ternyata setelah mampu membuat kita terperangkap bersama Gary yang Yann Demange lakukan setelah itu adalah sebuah aksi survival yang terlalu formulaic. Potensi yang tampak solid ternyata perlahan berubah menjadi sebuah film action dengan shaky cam yang bermain-main dengan identitas yang kurang jelas. Bukan berarti buruk tapi film ini terlalu sering memberikan kesan ambigu yang perlahan terasa melelahkan.


Andai saja Yann Demange menempatkan potensi besar yang ia miliki dimana ’71 dapat menjadi film yang mencoba menampilkan kisah patriotic mungkin isu-isu seperti loyalitas dan moralitas misalnya dapat tampil dengan kegelisahan bahkan impact yang menarik. Ini terlalu tenang, intim memang tapi kurang intens, tidak pernah jatuh ke level buruk tapi disisi lain ia seperti tidak mencoba untuk menerobos naik ke level diatasnya. ’71 seperti di set untuk memberikan penggambaran yang realistis tapi sayangnya justru menjadi terlalu nyaman sehingga gelora perang itu sendiri tidak besar. Ini seharusnya bisa memberikan kita keputusasaan perang, tapi dari permainan kucing dan tikus yang kita peroleh justru mondar-mandir yang menunggu datangnya konklusi, meskipun seperti yang disebutkan tadi ia tidak pernah jatuh menjadi buruk bahkan ia terhitung sukses menjaga momentum.



Seandainya Yann Demange memompa sedikit saja energi dari cerita yang ia punya, ini pasti akan lebih menarik, karena meskipun berhasil menjadi sebuah film action yang stabil dari awal hingga akhir, ’71 pada dasarnya punya materi yang akan lebih menarik jika dikemas dengan urgensi yang mumpuni meskipun memilih tampil tenang, sehingga hasil akhir punya impact yang lebih kuat ketimbang konklusi yang terburu-buru itu.






0 komentar :

Post a Comment