01 January 2013

Movie Review: Lincoln (2012)


Seseorang pernah berkata kepada saya yang intinya mungkin seperti ini, “Untuk menjadi seorang pemimpin, tidak cukup hanya bermodalkan kecerdasan yang anda miliki. Anda harus punya mental seorang pemimpin, kharisma dari seorang pemimpin.” Dia sangat sangat benar, karena seorang pemimpin harus siap menanggung beban dan tanggung jawab yang jauh lebih berat dari bawahannya, dan menjadi penentu utama kesuksesan yang mereka raih.

Abraham Lincoln (Daniel Day-Lewis), satu dari tiga greatest presiden yang pernah dimiliki USA, pada tahun 1865 sedang berupaya meluluskan amandemen ketigabelas untuk menghapuskan perbudakan, sebuah langkah nyata untuk membela serta melindungi kaum kulit hitam setelah banyak korban jiwa yang harus tewas di medan perang karena permasalahan ini. Permasalahan muncul ketika amandemen tersebut masuk ke kongres.


Seperti yang kita ketahui bersama, USA punya dua partai besar yang telah dikenal ibarat anjing dan kucing, sangat sulit untuk disatukan. Thaddeus Stevens (Tommy Lee Jones), pemimpin Partai Republik menghadapi tekanan dari Partai Demokrat di bawah kendali George Pendleton (Peter McRobbie) dan Fernando Wood (Lee Pace). Partai Demokrat menentang rencana yang telah disusun oleh Lincoln. Namun, Lincoln ingin agar permasalahan ini diselesaikan sebelum terjadi peperangan, dengan syarat mereka harus memperoleh beberapa vote dari Partai Demokrat. Melalui tangan kanannya Secretary of State William H. Seward (David Strathairn), dibentuk sebuah tim yang beranggotakan Richard Shell (Tim Blake Nelson), William Bilbo (James Spader), dan Kolonel Robert Latham (John Hawkes), dengan sebuah misi untuk membeli vote.

Steven Spielberg, adalah figur yang kinerjanya sudah tidak layak lagi saya bahas terlalu dalam. Spielberg punya cita rasa tersendiri dalam memberikan sentuhannya kepada sebuah film, dan Lincoln masih di hiasi kekuatan dari magic itu. Tampilan visual yang kembali menampilkan detail yang cemerlang, secara tersirat memberikan sebuah power kepada cerita yang telah dibentuk dengan rapi dan kuat oleh Tony Kushner. Dibantu teman karibnya Janusz Kaminski dengan cinematography yang apik, serta music karya John Williams, lengkap sudah kombinasi sebuah tim teknis kuat yang dimiliki film ini.

Tapi, sesungguhnya bukan Steven Spielberg daya tarik utama saya kepada film ini, melainkan sosok Abraham Lincoln. Proyek yang kabarnya sempat mengalami berbagai permasalahan sejak ia dicetuskan lebih dari satu dekade lalu ini sukses besar dalam memvisualisasikan sosok Lincoln. Film berdurasi 150 menit ini ibarat sebuah informasi kepada anda bagaimana kuat serta tenangnya Abaraham Lincoln dalam meng-handle semua permasalahan yang menghampirinya dalam waktu bersamaan. Dari upaya memperoleh suara, hingga mengamankan suara yang ia miliki, anda juga akan menemukan konflik antara Lincoln dan anaknya Robert (Joseph Gordon-Levitt), serta semakin tidak harmonisnya hubungan Lincoln dengan istrinya Mary Todd Lincoln (Sally Field) dikarenakan sedikit perbedaan pemahaman. Semua konflik itu berhasil membaur, saling membantu untuk mengisi sebuah transisi cerita yang dihadirkan, sehingga tensi cerita berhasil stabil hingga akhir.


Spielberg dan Kushner melakukan pekerjaan yang cemerlang dalam membangun karakter Lincoln. Mereka telah punya modal yang kuat, karena sosok Lincoln yang sudah sangat dicintai oleh masyarakat Amerika, dan semakin dicintai karena visualisasi yang indah dari tokoh besar yang satu ini. Saya yang sebelumnya hanya mengenal Lincoln sebagai salah satu presiden besar USA, semakin kagum pada beliau berkat penggambaran yang diberikan Spielberg. Lincoln yang penuh dengan kharisma seorang pemimpin, mampu tetap tenang dan bahkan tampil lucu dihadapan anak buahnya ketika sebuah permasalahan besar sedang terjadi. Lewat cerita-cerita singkatnya, Lincoln seolah tampil sebagai seorang guru yang rendah hati.

Sebesar apapun tokoh yang diangkat ke layar lebar, tidak akan menuai kesuksesan jika tidak disertai pemeran yang mampu menghidupkan karakter dari tokoh tersebut didalam cerita. Daniel Day-Lewis adalah seorang yang gila, memberikan performa yang sangat memukau. Anda tidak perlu bersusah payah untuk menilai apakah Daniel Day-Lewis menjiwai karakter yang ia mainkan. Sosok Abraham Lincoln berhasil dihidupkan olehnya, lewat penjiwaan yang sangat memukau. Begitupula dengan Tommy Lee Jones, yang dengan porsi tidak sebanyak Lincoln tapi selalu mampu mencuri perhatian, serta memaksa anda untuk menjadikannya fokus utama setiap kali ia hadir di layar. Berikutnya mungkin Sally Field, menjadikan konflik pembantu memberikan warna tersendiri, bukan hanya sebagai pemanis.


Overall, Lincoln adalah film yang sangat memuaskan. Saya terlalu malas untuk mencoba mencari di mana letak kelemahan film ini, karena sejak menit pertama hingga akhir saya telah terperangkap bersama Lincoln, dengan konflik sentiment yang kental serta diwarnai dialog-dialog kelas premium. Lincoln adalah tampilan visual dari seorang tokoh besar di abad 19, dengan permainan politik yang menghipnotis, dan Daniel Day-Lewis yang luar biasa.

Score: 9/10

0 komentar :

Post a Comment