Film crime drama karya terbaru dari sutradara Jia
Zhangke ini sebenarnya sudah menebar sesuatu yang menarik dari judul yang ia
gunakan. A touch of sin, sekumpulan manusia yang menyentuh dosa? Atau
sebaliknya, para manusia yang disentuh oleh dosa. Pertanyaan sederhana tadi
yang kemudian di kembangkan menjadi sebuah drama yang bergerak lambat dengan
teknik penceritaan yang kuat dan berani. A
Touch of Sin (Tian zhu ding), a soft brutal drama about sin.
Ada empat kisah terpisah disini. Dimulai dari sebuah
truk yang mengalami kecelakaan, berada dalam kondisi terbalik dengan muatan
tomat yang terhampar berantakan di jalanan sepi, namun dibalik keheningan
bersama suasana muram seorang pria bernama Dahai
(Jiang Wu) justru dengan santainya mengamati dari atas motor sembari
memegang sebuah tomat. Namun dibalik tampilan tenang tersebut tersimpan monster
dalam jiwa penambang ini yang tidak terima dengan keadilan pada tindakan korupsi
pemerintah. Sama halnya dengan Zhou San
(Wang Baoqiang), seorang pekerja yang sangat cinta dengan topi rajutan Chicago Bulls miliknya, yang akrab
dengan pistol untuk membunuh dan merampok.
Pada cerita ketiga ada seorang wanita bernama Xiao Yu (Zhao Tao), sedang berada dalam
sebuah dilema karena kekasihnya masih merasa ragu untuk membuat sebuah
keputusan, memilih Xiao Yu atau istrinya kini, kemudian memutuskan untuk
bekerja di sebuah sauna yang celakanya membawa ia kedalam masalah baru. Dan
terakhir ada Xiao Hui (Lanshan Luo),
yang masuk kedalam petualangan penuh rasa frustasi, dari harus bekerja tanpa
bayaran, kabur dan bertemu seorang wanita (Meng
Li), bekerja di rumah bordil, hingga terjebak dan memutuskan melakukan
tindakan ekstrim.
Sinopsis diatas memang tidak terstruktur menjadi
sebuah kesatuan yang saling menopang, karena pada dasarnya mereka merupakan
upaya penggambaran dari Jia Zhangke
terhadap empat kisah nyata yang terjadi pada tahun 2001 hingga 2013. Dari
peristiwa Hu Wenhai yang pada tahun
2001 menelan belasan korban jiwa, kemudian masuk kedalam kisah seorang gunman
bernama Zhou Kehua, lantas bersambung
ke Deng Yujiao incident tahun 2009
yang melibatkan seorang wanita karyawan pusat perawatan berusia 21 tahun, dan
berakhir pada Foxconn suicides yang
sempat mengguncang dunia beberapa tahun yang lalu. Semua digunakan sebagai
sarana untuk menyampaikan isu sederhana terkait pemerintah dan masyarakat.
Disini letak keunikan yang dimiliki A Touch of Sin, Jia Zhangke sejak awal seperti tidak ingin menghadirkan solusi, ia
hanya ingin mengajak penonton untuk mengamati masalah yang ia bentuk kembali,
dan selepas itu mempersilahkan mereka bermain-main sendiri bersama argumen
masing-masing dengan pertanyaan tunggal terkait dosa tadi. Isu utamanya tentu saja
sebuah perkembangan pesat di Republik
Rakyat Cina yang tidak hanya memberikan dampak positif namun juga negatif
dalam kuantitas yang sama besar. Penyajian sebuah sistem, dari kesempatan yang
besar memberikan resiko yang juga sangat besar, sebuah kisah muram dari
bagaimana penduduk mulai akrab dengan sebuah ketidakpastian pada kehidupan yang
mereka jalani, berteman bersama tekanan yang kumulatif, putus asa dan frustasi,
hingga akhirnya meledak.
Tapi ada satu hal yang patut menjadi perhatian disini,
terlebih jika anda memperhatikan gambar yang dipergunakan pada review. A Touch of Sin bukan sebuah film action
dengan dinamika cerita berkecepatan tinggi, ini justru lebih terasa seperti
sebuah drama yang dipenuhi dengan kejutan-kejutan dengan penempatan dan eksekusi
yang efektif. Ya, Jia Zhangke masih
tetap menggunakan style yang telah identik dengan dirinya, membangun proses
menemukan sebuah sisi terang kehidupan itu menggunakan narasi gerak lambat
penuh rasa sabar yang terus dibumbui dengan daya tarik di setiap bagiannya,
dari cerita dan karakter,serta dibalut bersama sisi teknis mumpuni seperti
gambar-gambar manis penuh kesan natural yang menyenangkan, dan ditutup dengan
editing mumpuni yang menyebabkan ia mampu terus terasa padat sekalipun bergerak
lambat.
Yang menarik dari A
Touch of Sin adalah pertanyaan yang menghampiri ketika sedang menontonnya,
mengapa saya bisa bertahan selama 135 menit dalam cerita yang stabil dan
lambat? Bahkan sulit untuk memberikan jawaban yang pasti, namun jika harus
dibentuk dalam sebuah perumpamaan menyaksikan A Touch of Sin seperti mendengarkan seorang penyanyi seriosa/opera
yang sedang beraksi, tenang dan stabil, bertenaga, namun punya kejutan-kejutan
kecil yang memikat. Jia Zhangke
berhasil pada sisi mempertahankan atensi dari penontonnya, sekalipun ia tidak
punya kedalaman emosi yang memadai akibat penggalian tiap masalah yang terbatas
dan kurang dalam, begitupula dengan hal menjengkelkan seperti gerak
mondar-mandir yang menciptakan kesan bertele-tele pada proses penceritaan.
Lantas apa penyebab sehingga ia menjadi menarik? Empat
kisah tadi memberikan ruang yang luas bagi cerita, sehingga mereka tampak
variatif dan mampu menampung kombinasi antara aksi kekerasan liar dan brutal
disamping drama yang kelewat tenang itu. Ya, ini terasa sangat tenang, bahkan
perlu waktu yang cukup besar untuk masuk dan klik dengan irama atau sistem
penceritaan dari Jia Zhangke,
sekalipun anda telah menyaksikan Still
Life dan 24 City. Dari motivasi,
keserakahan, putus asa, hingga isu humanisme, tersusun dalam narasi antologi
dengan struktur seperti sebuah episode, berisikan polemik yang tenang dalam
ritme yang terasa kurang hidup walaupun kokoh, namun tidak jatuh menjadi
monoton dengan kehadiran kekerasan eksplisit yang selalu mampu bukan hanya menghadirkan
kejutan namun juga senyuman sembari gumaman “sakit”.
Divisi akting juga memiliki kontribusi yang besar.
Dari empat bagian, yang paling menarik adalah Wang Baoqiang, dari bagaimana ia terus menghadirkan situasi campur
aduk dibalik ketenangan yang ia tunjukkan, seperti melihat setan yang bergerak
bersama tatapan kosong dan siap mengancam. Zhao
Tao dan Jiang Wu terasa seimbang,
Jiang Wu mampu menjadi pembuka yang
mumpuni, sedangkan Zhao Tao tampil
baik dalam menghadirkan rasa ragu bersama rasa frustasi. Yang terlemah adalah Luo Lanshan, sedikit datar, hanya sukses
dalam menyajikan karakter yang terus merasa bingun seolah hidup tanpa tujuan
karena terus gagal, namun kurang mampu menghadirkan sisi kerapuhan.
Overall, A Touch
of Sin (Tian zhu ding) adalah film yang cukup memuaskan. Mungkin permasalah
paling besar adalah bagaimana empat bagian tadi kurang mampu untuk menyatukan
energi mereka masing-masing di akhir cerita, sehingga pertanyaan tunggal
terkait dosa itu terasa kurang kokoh. Selain itu tidak ada masalah yang
mengganggu, emosi yang kurang dalam, gerak terlalu lambat, semua terbayar
dengan narasi kuat yang dibentuk kedalam sebuah drama bertemakan survival yang
tenang dan terkendali. Segmented.
0 komentar :
Post a Comment