Menciptakan sebuah kombinasi dari berbagai genre film
menjadi satu kesatuan yang mengasyikkan bukan sebuah pekerjaan yang mudah,
sangat riskan menghasilkan kesal kurang total atau justru dapat menciptakan
masalah bagi dirinya sendiri pada fokus utama. Film yang menjadi wakil Palestina di ajang Oscar kategori Best Foreign Language ini berhasil menghadirkan
kesenangan tersebut, drama, romance, permainan politik, bahkan thriller juga
ikut beraksi, Omar.
Pekerjaannya sebagai tukang roti mungkin akan
menjadikan orang berpikir bahwa pemuda muda bernama Omar (Adam Bakri) merupakan salah satu dari sekian banyak anak muda
yang hidup tanpa ambisi, namun dibalik itu Omar punya rencana besar yang telah
ia susun. Ada dua, pertama ia ingin menyerang pos militer Israel, dan bersama dua temannnya, Tarek (Eyad Hourani) dan Amjad
(Samer Bisharat), berlatih secara mandiri tanpa berkeinginan untuk
bergabung dengan suatu kelompok tertentu. Yang kedua, membawa kisah cinta yang
masih backstreet ke jenjang yang lebih tinggi, menikahi kekasihnya, yang
merupakan adik perempuan Tarek, Nadia
(Leem Lubany).
Setelah berlatih dan merasa cukup, Omar mulai
menjalankan misinya. Namun status mereka sebagai seorang amatir sebatas anak
jalanan memberikan dampak negatif, menghasilkan tindakan ceroboh dan
tertangkap, dan dari sana Omar mulai dihadapkan dengan berbagai masalah. Ia
dipaksa untuk menjadi informan atau spy bagi Israel oleh seorang agent bernama Rami (Waleed F. Zuaiter), namun sebuah
masalah yang lebih besar juga hadir. Sumbernya adalah Nadia, yang perlahan
mulai merasa ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama Omar, semua karena
status dan reputasi Omar yang mulai
memburuk.
Sebenarnya tidak ada yang baru dari Omar jika harus menarik sinopsis diatas
kedalam bentuk yang paling sederhana. Romeo
+ Juliet langsung terlintas dipikiran, namun yang menjadikan Omar menarik
adalah kepiawaian dari Hany Abu-Assad
(Paradise Now) dalam membangun pondasi klise tersebut. Menyaksikan Omar
seperti melihat penggambaran dari perkawinan antara tragedi dan manusia, terus
berputar-putar di tema tersebut dan kemudian menjadikan gesekan antara Israel dan Palestina yang sejak awal telah diantisipasi itu tidak membawa
dampak yang begitu besar. Ya, mereka seperti sebuah setting belaka, karena Hany Abu-Assad tidak ingin membawa
penontonnya bermain dengan ideologi yang terlalu risky.
Omar adalah sebuah drama tentang manusia yang
menghancurkan dirinya sendiri. Memang ada aksi spy di dalamnya, terorisme dan
interogasi brutal, hingga aksi kucing dan tikus yang menarik, namun Omar tidak bergerak terlalu jauh untuk
menyentuh isu-isu tersebut, bahkan warna politik juga terasa minim disini. Omar hanyalah sebuah visualisasi dari
isu umum yang selama ini pasti pernah kita rasakan, konsekuensi dari sebuah
keputusan yang tidak tepat, yang uniknya tidak mencoba membawa penontonnya
menuju sebuah jawaban dari sistem sebab akibat yang sederhana. Ya, sederhana,
ambisi, kondisi tertindas, beraksi, masalah, tekanan, dan kemudian mencari
jalan keluar, kita hanya akan disajikan sistem tadi dengan sedikit sentuhan
dokumenter.
Lantas apa yang menjadikan Omar menarik dan berhasil menjadi lima terbaik dari ratusan film
berbahasa asing di ajang Academy Awards?
Seperti yang disebutkan di awal tadi, ini adalah sebuah kombinasi genre yang
menyenangkan. Drama tentu saja berada di posisi terdepan, namun dibalik itu ada
sebuah kisah romantisme klasik yang mampu tampil menarik, dan nafas thriller
yang semakin menjadikan ia tampak variatif. Mungkin nyawa menjadi alasan utama,
kisah umum itu berhasil memberikan kehidupan di layar, ada ketegangan yang
mumpuni, humor bahkan, namun disertai pula dengan empati dan simpati. Mereka
seperti dimanfaatkan dengan tepat oleh Abu-Assad
dalam gerak cepat yang memikat.
Irama menjadi kunci lain Omar, menjadikannya seperti sebuah film thriller yang bergerak
perlahan untuk mencapai ledakan. Ada sebuah tahapan yang menarik disini, diawal
Abu-Assad fokus membentuk setting
pada cerita dan juga karakter, membekali mereka dengan karakterisasi yang mampu
menunjang ambiguitas yang kelak akan ia hadirkan, kemudian masuk kedalam kisah
mondar-mandir yang berpusat pada trust (sedikit riskan menggunakan kata
“kepercayaan” dalam bahasa Indonesia),
hal yang juga mungkin akan menjadikan ia seperti bergerak tanpa tujuan. Dari
sana tanpa rasa malu dan dengan rasa percaya diri tinggi ia memasukkan kisah romantisme
klasik, dan kemudian menyatukan mereka menjadi sebuah thriller berbasis
karakter dan emosional.
Hasilnya adalah sebuah hiburan penuh warna dengan
dinamika yang memikat. Anda diajak bermain dengan teka-teki, kemudian sedikit
mellow dengan elemen cinta, dan dihajar dengan thriller yang memiliki momentum
yang terasa pas. Tidak sempurna memang, ya sebut saja seperti unsur mellow yang
sedikit tergesa-gesa serta di beberapa titik terasa datar, serta kinerja
karakter yang meskipun memukau tetap menghadirkan momen yang menggerus rasa
peduli kita kepada mereka. Namun itu minor, karena Abu-Assad berhasil
menyajikan berbagai pergeseran yang tidak kasar dan tetap fokus, dan uniknya
ini akan terasa menyenangkan bagi penggemar thriller karena ia terus hidup hingga
akhir.
Divisi akting juga menjadi daya tarik tersendiri,
terlebih dengan status Omar sebagai
sebuah kisah yang bertumpu pada karakter. Adam
Bakri berhasil menopang tugasnya sebagai pusat cerita, kita dapat melihat
rasa percaya diri pada sosok Omar dengan halus, karisma menarik yang juga
berhasil mengundang simpati. Pemeran pendukung lainnya juga tidak kalah baik,
seperti Samer Bisharat yang mampu
menberikan unsur lucu, hingga Waleed
Zuaiter yang berperan sebagai antagonis dan berhasil mencapai level cukup
baik. Leem Lubany yang menjadi love
interest juga memberikan keberhasilan yang mumpuni, kisah cinta yang riskan
menjadi murahan itu berhasil dikemas dengan baik meskipun minim ledakan yang
mengasyikkan.
Overall, Omar
adalah film yang memuaskan. Menyebut dirinya hanya sebatas sebuah drama, Omar
berhasil memberikan kejutan karena apa yang ia berikan lebih dari itu. Sebuah
visualisasi dari ikatan tragedi dan manusia, konflik Israel – Palestina sebagai pondasi utama, dengan hati-hati dan
penuh rasa percaya diri Hany Abu-Assad
berhasil membangun Omar menjadi
sebuah petualangan padat dan intens penuh warna berlandaskan kesetiaan yang menyenangkan, dari
tragedi yang mencekam, sebuah kisah cinta penuh dramatisasi yang standard tapi
efektif dan lembut, dan unsur thriller yang mumpuni. Segmented.
Screened at 2014 Indonesia Arts Festival
Jatuh-jatuhnya film thriller yah mas rory atau drama?
ReplyDelete*cakep lagi pemeran cweknya, alamat donload nih hehehe
Salam kenal :)
Imo sih mix ya, berimbang, tapi sensasi thriller nya yang mungkin akan lebih mudah dikenang. :)
DeleteHahaha, benar, Leem Lubany emang manis disini. Salam kenal juga. :)