26 December 2020

Movie Review: The Nest (2020)

“Maybe that's why there's so much divorce. Too much expectation.”

Segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik, termasuk dengan harapan atau ekspektasi yang kamu taruh atau gantungkan terhadap pasanganmu. Menaruh harap bahwa sebuah hubungan percintaan akan selalu berisikan kebahagiaan jelas sesuatu yang sangat berbahaya, tidak heran jika pada akhirnya banyak orang yang memilih untuk menunda untuk lanjut ke pernikahan karena merasa bahwa mental mereka belum siap untuk berada di jenjang tersebut. Sutradara ‘Martha Marcy May Marlene’ mencoba mengulik isu klasik tersebut di film terbarunya ini, sebuah drama romance dengan balutan horror yang cukup menarik. ‘The Nest’: a marriage turmoil story.

 

Rory O’Hara (Jude Law) adalah seorang Englishman yang berprofesi sebagai trader, ia tampak memiliki kehidupan yang normal bersama dengan sang Istri yang bernama Allison (Carrie Coon) dan dua anak mereka, Samantha (Oona Roche) dan Benjamin (Charlie Shotwell). Allison sendiri merupakan seorang pelatih penunggan kuda yang memiliki kuda kesayangan bernama Richmond dan telah merasa settle di New York. Tidak heran jika Allison sangat kaget dan setuju dengan berat hati ketika suaminya meminta keluarga mereka untuk pindah ke Inggris di mana Rory merasa bahwa di New York City peluang yang ia miliki sudah sangat terbatas.

Keluarga O’Hara akhirnya pindah ke Inggris di mana Rory telah membeli sebuah mansion berukuran besar di daerah Surrey, rumah baru mereka itu bahkan memiliki lapangan yang luas di mana Allison dapat merawat Richmond. Namun ternyata ada yang ganjil dari rumah baru tersebut, hal yang tidak hanya dirasakan oleh Allison tapi juga oleh kedua anaknya. Sejak menghuni rumah baru mereka keluarga O’Hara yang dahulu normal dan rukun itu mengalami turbulensi, tidak hanya Rory saja yang bergejolak emosinya karena pekerjaan namun juga empat anggota keluarga lainnya.

Mild spoiler mungkin, bahwa sepanjang cerita sejak awal hingga akhir kamu akan merasakan nafas horror bercampur dengan thriller yang cukup kental, mayoritas dari mereka muncul dari atmosfir rumah baru keluarga O’Hara yang oleh Sutradara Sean Durkin seolah digunakan untuk meninggalkan kesan ganjil dalam cerita. Tapi sebenarnya itu adalah trik dari Sean Durkin, ya sama seperti yang dahulu pernah ia lakukan di film ‘Martha Marcy May Marlene’ yang punya sedikit nafas horror di cerita kali ini ia menggunakan formula yang sama untuk mendorong kisah yang dasarnya tidak jauh berbeda dari film pertamanya itu, sebuah drama yang terasa intim namun meninggalkan ruang yang "terbatas" bagi karakter serta penonton untuk bernafas lega.


‘The Nest’ akan dengan mudah membuat kamu menilainya sebagai sebuah film horor terlebih dengan cara narasi berjalan yang seperti selalu mengatur langkahnya untuk menciptakan situasi menunggu yang kemudian disusul dengan “jump scare” untuk menakuti penontonnya. Dari segi style memang sama, sulit untuk menampik bahwa opini saya digiring agar beranggapan bahwa turbulensi yang sedang terjadi di dalam keluarga O’Hara itu salah satunya berasal dari “penghuni” dari rumah baru mereka, bahwa ada kekuatan supernatural yang sedang mengawasi Rory dan keluarganya. Tapi tidak ada paranoia yang membawa cerita mengarah ke sana, Sean Durkin justru menggunakan “ketakutan” yang dialami oleh masing-masing karakter sebagai jalan untuk menunjukkan gejolak emosi yang mereka rasakan.

‘The Nest’ merupakan sebuah eksplorasi terhadap keadaan psikologis manusia saat mereka menemukan kondisi baru yang membuat perasaan bahagia dan nyaman itu seperti hilang secara perlahan. Perpindahan dari New York menuju Surrey adalah jalannya, Sean Durkin buat agar keduanya terasa kontras agar memudahkan untuk mendorong isu harapan dan ekspektasi muncul ke permukaan. Dari sana kemudian perlahan muncul berbagai masalah baru yang menciptakan grafik menanjak pada emosi masing-masing karakter yang membuat berbagai kekacauan muncul di dalam keluarga mereka. Saya suka cara Sean Durkin membentuk bagian ini, psychological experience bagi masing-masing karakter untuk mengeluarkan “setan” dari dalam diri mereka.


Begitupula dengan cara Sean Durkin meninggalkan pesan yang ia bawa agar terpatri di pikiran penontonnya, subtle namun menghujam. Rory O’Hara adalah contoh dari American dream, ia punya ambisi besar karena yakin lambang dari kesuksesan ialah ketika ia dapat memiliki segala sesuatu dalam ukuran yang lebih besar dari yang ia miliki saat ini. Alhasil ia kemudian membawa Istri dan dua anak mereka melawan arus, meninggalkan kehidupan mereka yang sudah nyaman itu. Tapi celaka baginya ketika harapan dan ekspektasi yang besar tersebut tidak dibarengi dengan mental yang besar pula. Sean Durkin bawa penonton untuk masuk ke dalam kepala karakter, mencoba mengamati mereka secara perlahan sembari memberi kesempatan semua kekacauan berkembang menjadi semakin besar.

Tapi yang menarik adalah tidak ada eksploitasi yang berlebihan di sana. ‘The Nest’ bermain seperti bom waktu yang menunggu momen ledakan itu tiba, tiap tindakan yang dilakukan oleh karakter seperti api yang sedang berjalan menuju bom tersebut. Cara Sean Durkin menjalankan cerita sebenarnya terasa segmented, tidak mudah terutama karena cukup banyak bagian di mana karakter seperti berpikir “mengapa kehidupanku menjadi kacau seperti ini?” Tapi karena ada kesan “hidup” di dalam cerita jadi mengikuti karakter tidak terasa menoton apalagi selalu ada gesekan antar karakter di saat emosi mereka semakin tidak terkendali. Sean Durkin tampilkan itu dengan baik tapi juga membuat penonton untuk ikut merasakan apa yang karakter sedang rasakan.


Itu adalah salah satu hal yang paling mengejutkan dari film ini, saya merasa seolah menjadi anggota lain di dalam keluarga O’Hara, kesal ketika mereka melakukan aksi blunder serta ikut bersimpati ketika mereka dirundung kesedihan. Hal tersebut juga berkat kinerja akting dari para aktor, terutama dua pemeran utama yakni Jude Law dan Carrie Coon. Sebagai pria yang penuh gengsi dan ambisi, Jude Law tampil kuat terutama saat menampilkan ekspresi seorang pria yang terjebak di dalam keinginan yang tak terpuaskan. Dan Carrie Coon berdiri kuat di sampingnya, performa akting yang sangat memikat dengan menyajikan kedalaman emosi yang terasa mencolok namun tetap terasa subtle. Jelas salah satu acting performance paling memorable di tahun ini.

Overall, ‘The Nest’ adalah film yang memuaskan. Saya akan sangat menantikan karya Sean Durkin selanjutnya karena setelah ‘Martha Marcy May Marlene’ yang manis itu apa yang ia sajikan di sini kembali berhasil memberikan rasa puas yang menarik dan juga memorable. Memakai cerita tentang pernikahan yang mendadak menjadi kacau karena isu psikologis dan tekanan hidup, ‘The Nest’ adalah sebuah eksplorasi yang intim dan menyenangkan tentang bahaya yang dapat hadir ketika manusia terjebak di dalam harapan dan ekspektasi yang tidak dapat mereka kendalikan, kesulitan mencari jalan keluar dan kemudian tenggelam di dalam kepanikan. Such a lovely turmoil. Segmented.








1 comment :

  1. “People seem to want everything from their husbands and wives, and expect every need to be fulfilled.”

    ReplyDelete