23 April 2020

Movie Review: Buffaloed (2019)


“I was grooming myself to be the next Warren Buffet.”

Capitalism is shit? Memang tidak semua manusia di dunia ini menyukai sistem yang dapat dikategorikan “keras” tersebut, namun perkembangan jaman seolah mempermudah sistem ekonomi tersebut untuk berkembang semakin besar. Dan semakin menarik? Dapat dikatakan demikian, karena sistem kapitalisme memaksa setiap orang untuk dapat “bergerak cepat” dan seolah telah menyiapkan hadiah menarik bagi mereka yang berani, mereka inovatif, dan mereka yang thinking out of the box. Hal tersebut hadir di film ini dalam bentuk perpaduan drama dan komedi. ‘Buffaloed’ : because fine is like mediocrity's dumb cousin.

Sejak ia masih kecil Peggy Dahl (Zoey Deutch) sudah menunjukkan bahwa ia akan tumbuh besar menjadi seorang wanita yang tangguh. Seleranya berbeda dengan anak-anak kecil pada umumnya, ia lebih tertarik pada acara televisi yang mengajak penontonnya untuk belajar menghasilkan uang dalam jumlah yang sangat banyak. Dari sana Peggy kemudian bermimpi untuk menjadi wanita yang kaya raya, dan untuk mencapai impian dan ambisinya tersebut Peggy terkadang tidak segan untuk melakukan hal-hal yang secara hukum dapat dikategorikan ilegal.

Tidak heran Peggy pada akhirnya begitu akrab dengan para polisi. Namun suatu ketika Peggy menemukan sebuah ide baru untuk mewujudkan mimpinya tadi, yaitu dengan cara menjadi debt collector. Peggy memutuskan untuk bergabung dengan gembong debt collector paling terkenal di kota Buffalo pimpinan seorang pria bernama Wizz (Jai Courtney). Namun ternyata kemampuan yang dimiliki Peggy “kurang cocok” dengan sistem yang diterapkan oleh Wizz, hal yang kemudian membuat Peggy memutuskan untuk mengambil keputusan. Celakanya keputusan tersebut membawa Peggy masuk ke dalam sebuah masalah yang sangat besar.
Peggy Dahl merupakan karakter utama dan juga heroine yang sangat menarik, sedari momen di mana ia menunjukkan selera yang berbeda dengan saudaranya ketika masih kecil penonton sudah dapat merasakan pesona dan aura seorang pemenang di dalam diri Peggy. Hal tersebut terus bertumbuh menjadi semakin kuat ketika Peggy telah dewasa, yang tentu saja terus dieksploitasi dengan sangat baik oleh Sutradara Tanya Wexler. Sulit untuk menolak untuk tidak mendukung Peggy, ia punya semangat dan juga energi yang memikat ketika mencoba untuk melakukan apapun cara untuk meraih ambisinya, hal yang terkadang terasa gila namun dengan efektif sukses menjadi sebuah penggambaran yang oke terkait American dream.

Ya, Peggy bersama dengan semua ambisi besarnya itu di sini adalah pengejawantahan dari American dream, isu kapitalisme yang disentil secara tajam lewat berbagai aksi cerdik dan bahkan jahat yang dilakukan pada konflik utama, yaitu debt collector. Yang membuat ‘Buffaloed’ terasa menarik adalah isu-isu tersebut tadi dikemas oleh Tanya Wexler dengan tone cerita yang terasa sangat cheerful, fun to watch di mana penonton yang telah menyaksikan Peggy terus berjuang menghancurkan berbagai rintangan yang ada di hadapannya. Namun di sisi lain cerita yang ditulis oleh Brian Sacca itu juga berhasil dikemas oleh Wexler untuk menimbulkan pertanyaan bagi penonton, setidaknya dari sudut pandang ekonomi, hukum, dan moral.
Sama seperti karakter Peggy yang dipenuhi dengan rasa percaya diri tinggi, eksekusi di paruh pertama film ini terasa sangat percaya diri. Ada sebuah goals yang sangat jelas di sana disertai dengan runtutan masalah yang menarik, upaya pembuktian diri yang direncanakan Peggy juga terasa kuat. Di bagian itu kita kembali bertemu dengan pesona yang menarik dari seorang Peggy, kecerdikan dan kelicikan yang ia miliki dalam menghasilkan uang semakin mengukuhkan dirinya sebagai karakter yang tangguh. Tanya Wexler tidak membatasi gerak Peggy, ia justru melepas Peggy untuk bergembira bersama berbagai taktik kotor dengan menggunakan aksi menemukan solusi atas setiap masalah yang ia hadapi.

Namun di bagian tersebut cerita benar-benar didominasi dengan tone yang terasa santai, berbagai konfik mengalir dengan sangat baik serta dikemas dalam gerak cepat, hal tersebut sukses membentuk presentasi yang mengakomodasi kelebihan yang dimiliki oleh Peggy. Menariknya cerita ternyata tidak bermain di satu tone saja, dan di sana ‘Buffaloed’ mulai terasa goyah. Tidak dapat dikatakan lebih berat atau lebih kelam, namun ‘Buffaloed’ menyimpan sebuah konflik yang lebih “serius” ketimbang hanya menjadi arena bagi Peggy untuk tertawa lepas tanpa beban. Ada beban yang ditaruh pada pundak Peggy, sesuatu yang lebih penting ketimbang ambisi untuk menjadi kaya yang seolah selalu menjadi isi pikiran dan dasar dari setiap aksinya.
Eksekusi yang dihadirkan oleh Sutradara Tanya Wexler di bagian ini tidak buruk, apalagi dengan kualitas cerita dari Brian Sacca, runtutan masalah masih terasa bagus. Namun perubahan mood cerita menjadi lebih serius tersebut ternyata memberi dampak yang cukup besar pada daya cengkeram yang dimiliki oleh cerita, terlebih karakter Peggy. Terasa goyah, masih terasa cheerful dengan spirit yang oke namun saya merasa apa yang terjadi di bagian akhir serta sedikit di belakang sebelum bagian tersebut terasa too normal and a little too easy. Kesan eksentrik yang kental sedari awal absen di sana, punch yang sejak awal terus menerus dihadirkan oleh Peggy juga absen di sana.

Perubahan yang mendadak bukan menjadi masalah namun bagian akhir kisah Peggy ini terasa tumpul, terlebih pada momen ketika menyusun rencana licik dengan menggunakan ornamen dinding itu, momen tersebut seharusnya terasa ketat dan kicking namun yang hadir justru eksekusi yang terasa longgar. Untung saja hal tersebut tidak memberikan dampak pada pesona karakter utama kita, Peggy Dahl, yang diperankan dengan baik oleh Zoey Deutch. Pemeran lain memberikan kinerja akting yang oke, terutama Judy Greer, namun sangat jelas di sini bahwa semua beban bertumpu pada Peggy Dahl dan untungnya dieksekusi dengan baik oleh Zoey Deutch, menampilkan pesona dari wanita ambisius yang tidak takut untuk melakukan hal-hal “liar” demi meraih impiannya.
Overall, ‘Buffaloed’ adalah film yang cukup memuaskan. Pesona Peggy yang sangat kuat berhasil menyelamatkan bagian akhir yang terasa loose itu, momen ketika cerita mulai mencoba membawa berbagai isu di dalam cerita semakin muncul ke permukaan. Namun selebihnya Tanya Wexler berhasil memberikan cukup banyak waktu bagi penonton untuk bergembira bersama dengan karakter utama yang eksentrik, seorang wanita muda dengan ambisi dan mimpi tinggi yang sukses membuat penonton terikat padanya. A good one.








1 comment :