05 March 2020

Movie Review: Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 (2020)


“Tapi yang lebih menakutkan justru mengetahui kegilaan ini benar-benar nyata.”

Bersama dengan saudaranya, Kimo Stamboel, sutradara Timo Tjahjanto dapat dikategorikan sebagai filmmaker yang “keras kepala”. Tidak mau memanggilnya idealis, namun sejak mencuri perhatian satu dekade yang lalu lewat film ‘Rumah Dara’, dari ketika masih berduet dengan nama The Mo Brothers hingga karya terakhirnya ‘Sebelum Iblis Menjemput’ Timo terus menerus teguh pada satu hal: let’s have fun anak setan! Hal tersebut kembali hadir di film ini. ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2’ : a run-of-the-mill horror.

Seorang wanita muda bernama Gadis (Widika Sidmore) suatu hari didatangi oleh sahabat masa kecilnya, Dewi (Aurelie Moeremans). Dewi adalah satu-satunya orang yang percaya pada cerita Gadis tentang masa lalu mereka di mana Gadis percaya menyimpan sebuah misteri gaib yang harus mereka pecahkan. Sayangnya, tidak lama berselang nasib tragis menimpa Dewi, hal yang kemudian memaksa lima sahabat Gadis yang lain berkumpul, mereka adalah Jenar (Shareefa Daanish), Martha (Karina Salim), Budi (Baskara Mahendra), Kristi (Lutesha), dan juga Leo (Arya Vasco).

Untuk dapat memecahkan misteri tersebut Gadis dan teman-temannya memutuskan untuk meminta bantuan kepada Alfie (Chelsea Islan) dengan cara menculik Alfie dan adiknya Nara (Hadijah Shahab) lalu membawa mereka ke sebuah rumah yatim piatu yang sudah tidak terawat lagi. Di sana Alfie menemukan dirinya bersama sang adik terjebak dalam situasi yang memaksa mereka harus kembali berhadapan dengan iblis, bertarung dengan mantan bapak pengasuh Gadis dan teman-temannya semasa mereka kecil serta para penghuni rumah lainnya.
Ketika muncul satu setengah tahun yang lalu, ‘Sebelum Iblis Menjemput’ karya Timo Tjahjanto (Rumah Dara, Killers, Headshot, The Night Comes For Us) sukses menghadirkan sajian horror yang membawa penonton bertemu dengan berbagai “mimpi buruk” yang terasa sangat menyenangkan. Masih dengan signature milik Timo Tjahjanto di mana kesan brutal seolah selalu berada di posisi terdepan, ‘Sebelum Iblis Menjemput’ bergerak dengan pace yang sangat oke menyajikan kisah tentang manusia melawan iblis, dari ritual, jump scares, hingga aksi kejar yang penuh darah, penonton dibawa masuk ke dalam rangkaian konflik di mana momen untuk penonton “bernafas” tidak terasa terlalu banyak.

‘Sebelum Iblis Menjemput’ kala itu seperti menjadi sebuah pembuktian dari seorang Timo Tjahjanto tentang visi yang ia miliki, dari hal teknis seperti cinematography hingga score lalu kemudian kemampuannya menangani jajaran aktor dan aktris yang sukses menghadirkan “nyawa” ke dalam masing-masing karakter yang mereka perankan. The terror = really good, permainan konflik di dalam cerita juga sukses mengintimidasi penonton dengan perputaran konflik penuh gesekan yang menarik, dari setting di awal yang terasa kuat kemudian cerita serta karakter berkembang dengan ritme yang menarik hingga berakhir di puncak yang terasa impresif.
Bagaimana dengan ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2’? Dua paragraf sebelumnya dipenuhi dengan berbagai keunggulan dari film pertama, hal-hal yang sayangnya beberapa dari mereka ternyata memilih absen di ayat dua ini. Timo Tjahjanto kembali memilih mengedepankan kebrutalan di sini, dan itu sebuah keputusan yang tepat karena beberapa momen menyenangkan yang dimiliki film ini berasal dari sana. Meskipun tidak banyak. Karena kembali mengedepankan kebrutalan Timo Tjahjanto membuat karakter iblis langsung “menyerang” karakter manusia setiap kali mereka muncul, beberapa dari mereka terasa oke tapi dampaknya memang momen “menggoda” penonton jadi terasa minim.

Sehingga tidak heran dampak dari pilihan yang diambil oleh Timo tersebut adalah mungkin momen paling memorable bagi banyak penonton dari film ini adalah ketika Alfie sedang bermain dengan lampu. Kualitas paranoia yang terasa dari kemunculan berbagai hantu dan iblis terasa tidak merata, secara kuantitas mereka terasa kaya namun secara kualitas mereka kurang merata, beberapa jump scares memang sukses menciptakan efek kejut yang oke namun beberapa dari mereka juga ada yang terasa monoton. Sayang memang karena dari premis yang ia punya film ini sebenarnya masih merupakan sebuah “mimpi buruk” bagi penonton, sayangnya kemasannya terasa lebih longgar dibanding film pertama.
Tidak ada masalah yang terasa mengganggu sebenarnya di sektor cerita, perputaran konfilk terasa simple meskipun hadir berbagai ritual dan hubungan sebab dan akibat di dalamnya. Di sini Alfie diculik dan langsung dipaksa tune in di dalam “permainan” tersebut, cerita juga tidak mendorong pertanyaan utama yang terasa kompleks, and that’s okay. Masalahnya adalah tidak hanya cerita yang pengemasannya terasa longgar, tapi juga karakter, hal yang sebenarnya merupakan salah satu kunci keberhasilan di film pertama. Upaya “mengganggu” lewat berbagai makhluk gaib yang terasa kerap terasa rushing itu kurang berhasil membuat karakter seperti sedang berada di dalam situasi genting yang diselimuti rasa waspada, dan putus asa. Pesona yang dimiliki mayoritas karakter terasa kurang oke.

Timo Tjahjanto sedikit mencoba menghadirkan unsur psychological thriller dipenuhi berbagai kekacauan emosi di sini, sayangnya emosi baik dari cerita dan karakter perlahan menunjukkan grafik menurun secara kualiitas. Emosi karakter mayoritas terasa kering, Alfie seperti karakter yang bingung, berada di antara menjadi cemas dan menjadi tangguh di setiap momen, Chelsea Islan tampak kesulitan mengendalikan itu, terasa jelas ia butuh Pevita Pearce dan Karina Suwandi. Sensasi berkualitas yang muncul dari karakter hanya berasal dari karakter Gadis yang diperankan dengan baik oleh Widika Sidmore, dalam diam ia misterius, setiap gerakan mengundang tanya, dan momen “meledak” yang Gadis punya ditampilkan dengan baik oleh Widika Sidmore.
Overall, ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2’ adalah film yang kurang memuaskan. Bagian pembuka (sebelum Alfie muncul) itu terasa sangat kuat, cinematography memikat, berbagai kebrutalan yang tersaji juga cukup oke, serta kinerja akting impresif dari Widika Sidmore yang sukses memperkenalkan dirinya dengan sangat baik. Itu adalah hal-hal positif dari film ini, sebuah horror-slasher dari Timo Tjahjanto yang masih mengandung berbagai elemen menyenangkan meskipun memiliki pula banyak kekurangan. Dari sisi sensasi tidak sejajar dengan film pertama, kurang memuaskan, tapi sebagai sebuah kelanjutan yang sudah dinantikan banyak orang ‘Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2’ tidak ada di kategori buruk. It's a run-of-the-mill horror, fall short but not bad. Segmented.











0 komentar :

Post a Comment