07 February 2020

Movie Review: Avengers: Endgame (2019)


“I love you 3000.”

Kedigdayaan Thanos di Avengers: Infinity War tidak hanya sekedar meninggalkan cliffhanger yang sangat besar bagi The Avengers namun juga pekerjaan rumah bagi semua sosok di balik layar film berikutnya. Sederhananya, Infinity War menciptakan situasi yang sangat hectic dan pertanyaan berikutnya bagaimana dan ke arah mana perjuangan dari petualangan The Avengers selama ini itu akan diurai serta berakhir? Avengers: Endgame : a big and ambitious finale.

Setelah banyak populasi dunia menghilang akibat kekuatan jentikan jari dari Thanos (Josh Brolin), yang di antaranya termasuk anggota The Avengers, para anggota The Avengers yang masih tersisa seperti Steve Rogers/Captain America (Chris Evans), Bruce Banner / Hulk (Mark Ruffalo), Thor (Chris Hemsworth), Natasha Romanoff / Black Widow (Scarlett Johansson), Clint Barton / Hawkeye (Jeremy Renner), James Rhodes / War Machine (Don Cheadle) dan juga Rocket (Bradley Cooper) mencoba untuk menangkap Thanos dan memperbaiki “kekacauan” yang telah terjadi.

Itu pekerjaan yang tidak mudah sekalipun Carol Danvers/Captain Marvel (Brie Larson) telah bergabung dengan The Avengers. Namun suatu ketika Dr. Stephen Strange (Benedict Cumberbatch) melihat sebuah "celah" untuk membalik keadaan saat ini. Melalui kehadiran Scott Lang/Ant-Man (Paul Rudd) kemudian muncul harapan, Natasha dan Rogers kemudian mengumpulkan kembali The Avengers yang tersisa, termasuk Tony Stark / Iron Man (Robert Downey Jr.), bersama mempelajari cara untuk mengembalikan kondisi dunia dengan cara memutar waktu.


Pertanyaan di awal tadi tentu juga menjadi perhatian dari duet sutradara Anthony Russo dan Joe Russo (Russo brothers) sejak film Avengers: Infinity Wars hadir, yaitu bagaimana cara “menyembuhkan” luka yang telah tercipta di bagian pertama tersebut? Kondisi dunia akibat perbuatan Thanos adalah malapetaka, menghancurkan dunia dan meninggalkan manusia yang tersisa dalam situasi dipenuhi rasa takut dan putus asa. Russo brothers memanfaatkan kondisi tersebut untuk sedikit menurunkan tempo cerita di bagian pembuka. Rasa sakit, hancur, tone cerita penuh kemuraman, kita dibawa menyaksikan kondisi dari para karakter yang masih bertahan.

Ending Avengers : Infinity Wars terasa rushed sehingga di bagian awal film ini Russo brothers mencoba untuk membuat mood dan tone cerita menjadi sedikit lebih ringan. Russo brothers memanfaatkan karakter yang telah lama dikenal penonton untuk menarik penonton merasakan situasi pasca aksi Thanos. Karakter yang di film pertama seolah menjadi pion yang terus bergerak cepat dalam proses pengenalan dan membangun konflik di sini mereka diberikan kesempatan untuk “hangout” sejenak, mencoba mencari solusi dan menyusun rencana dengan ditemani berbagai rangkain momen lucu yang oke, terutama dengan pilihan tepat menggunakan kondisi terkini dari Thor yang sukses mengundang tawa.


Berhasil memang, script yang ditulis oleh Christopher Markus dan Stephen McFeely memberi kadar emosi yang terasa tepat untuk masing-masing karakter, terutama ketika penonton bertemu dengan Tony Stark yang awalnya sudah memilih untuk menetap. Ada semacam emosi dengan jangkar yang kuat baik itu di dalam cerita maupun juga karakter, sebuah strategi yang sangat baik mengingat setelah itu Russo brothers mencoba mengeksploitasi emosi dari masing-masing karakter sebagai tandem bagi elemen action yang kembali mereka kebut dalam gerak cepat. Multiple plot lines, banyak hal yang terjadi di dalam Avengers: Endgame, dan sebenarnya tidak semua dari mereka terasa kuat.

Rencana mengalahkan Thanos misalnya, ditampilkan dengan sedikit tergesa-gesa, cerita juga punya berbagai paradoks yang terkesan berbelit-belit. Kita juga mendapati aturan yang dibuat dengan “cepat, hingga penggunaan elemen time travel yang terasa sedikit manipulatif dan justru kerap lebih sering digunakan untuk flashback dan mengulik masa lalu karakter ketimbang membawa plot bergerak maju. Tapi itu tadi, itu merupakan strategi yang diterapkan di sini dan ternyata sukses menambah kedalaman emosi ketika jualan utamanya muncul, yaitu peperangan besar yang telah kita nantikan bersama.


Russo brothers berhasil menyajikan pertarungan yang telah dinantikan itu dalam presentasi yang sangat baik. Itu adalah momen yang, well, dapat membuat berbagai isu tadi dimaafkan dengan mudah, sebuah monumental battle dengan begitu banyak karakter MCU di dalamnya serta tidak lupa, CGI actions. Didukung dengan visual effect yang sangat apik berbagai momen krusial penuh aksi itu dikemas secara spot on oleh Russo brothers, sama seperti ketika mereka memberi porsi serta kesempatan kepada cast member, dari Robert Downey Jr. dan Chris Evans yang sukses menjadi pusat dari film hingga pemeran lain seperti Scarlett Johansson yang sukses menjadikan momen yang dimiliki Black Widow menjadi momen yang terasa sangat membekas.


Overall, Avengers: Endgame adalah film yang memuaskan. Template yang digunakan masih serupa dengan film pertama, tidak mencoba membuat gebrakan meskipun di sini emosi dari cerita dan karakter terasa lebih mumpuni. Bermain aman memang, namun jika menilainya sebagai sebuah “puncak” dari 20 lebih film yang ada di Marvel Cinematic Universe keputusan untuk tetap berada dalam batasan franchise itu sendiri merupakan sebuah keputusan yang sangat tepat. Itu yang dilakukan oleh 'Avengers: Endgame', a big bang di bagian akhir dengan proses yang mengandalkan eksplorasi dan eksploitasi emosi serta penokohan. It’s a big and ambitious finale.











1 comment :