23 October 2016

Movie Review: Jack Reacher: Never Go Back (2016)


"Sure you can handle him by yourself?"

Tom Cruise memang punya semacam likability issues dengan kontroversi terkait agama sehingga mungkin tidak semua penonton menyukainya sebagai individu, namun di sisi lain ia masih memiliki “force” yang sangat kuat sebagai aktor terlebih ketika tampil di genre action dan juga sci-fi yang sering ia lakukan belakangan ini. Cruise masih punya charm yang sangat kuat sebagai seorang agent maupun “hero” yang mampu membuat penonton “percaya” padanya, dan hal tersebut yang kembali dimanfaatkan dengan baik oleh film kedua dari Jack Reacher ini. Jack Reacher: Never Go Back: when Mission Impossible agent, Marvel's SHIELD agent, and clone of Anna Paquin doing an enjoyable picnic.

Setelah masalah hukum yang ia hadapi telah dianggap "clear" Jack Reacher (Tom Cruise) memutuskan untuk kembali ke markas militer di Washington D.C. dengan tujuan utama untuk bertemu dengan Major Susan Turner (Cobie Smulders), sahabat baru yang menarik perhatian Reacher meskipun belum pernah bertemu dan hanya melakukan percakapan via panggilan telepon. Merasa semuanya akan berjalan lancar Reacher justru dikejutkan pada dua hal, pertama bahwa ia masih memiliki “urusan” hukum yang belum selesai dan yang kedua adalah sosok yang ingin ia temui tadi justru kini ditahan dengan tuduhan terlibat dalam sebuah spionase terkait sebuah informasi sensitif yang merenggut nyawa dua tentara USA di Afghanistan.

Jack Reacher kemudian sadar bahwa bersama dengan Turner kini ia menjadi target dari seorang assassin yang berusaha membunuh mereka untuk melindungi sebuah rahasia terkait sebuah kejahatan yang terjadi di Afghanistan, mereka berusaha untuk mencari sosok yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Celakanya pelarian Jack dan Turner itu ikut membawa beban lain yang tidak mudah, seorang remaja dengan free spirit bernama Samantha Dayton (Danika Yarosh). Informasi terkait Samantha sangat terbatas dan Jack hanya tahu bahwa remaja tersebut merupakan anak perempuan dari seorang wanita yang melancarkan tuntutan hukum terhadap Jack terkait sebuah masalah di masa lalu.  


Ketika muncul hampir empat tahun yang lalu satu dari sekian banyak respon yang diterima oleh ‘Jack Reacher’ adalah ia merupakan upaya persiapan yang coba dilakukan oleh Tom Cruise jika suatu saat perannya sebagai Ethan Hunt di Mission: Impossible film series pada akhirnya bertemu dead-end. Faktanya respon yang Jack Reacher peroleh kala itu cukup positif baik itu dari pengamat film dan tentu saja penonton dengan menuai pencapaian box office lebih dari tiga kali lipat budget yang ia punya. Namun satu hal yang mungkin sebagian besar penonton akan sepakat adalah secara kualitas upaya “cadangan” tersebut tidak memiliki kualitas yang benar-benar kuat, bermain dengan formula klasik ia memiliki beberapa kelemahan meskipun di sisi lain juga memiliki potensi yang tidak kalah banyak untuk digali atau dieksplorasi secara lebih jauh serta lebih mendalam.

Hal terakhir tadi berhasil dilakukan dengan cukup baik oleh film ini walaupun harus diakui kehilangan Christopher McQuarrie di bangku sutradara serta screenwriter memberikan dampak yang cukup signifikan. Yang cukup mengejutkan adalah ketimbang mencoba mendorong lebih jauh kesan tough-guy yang telah Jack Reacher miliki di sini Edward Zwick bersama dengan Richard Wenk dan juga Marshall Herskovitz mencoba mengambil resiko yang cukup berani, mereka menjaga pesona tangguh yang telah Reacher miliki namun ikut mencoba menyuntikkan kesan hangat dan lembut ke dalam pesona yang ia miliki tersebut. Pada awalnya terasa canggung memang terlebih street-fighter yang buas itu juga seperti coba dikaitkan dengan sebuah romance relationship, namun kombinasi hal-hal tadi justru berhasil memberikan “rasa” yang cukup segar bagi petualangan Jack Reacher. 


Jack Reacher: Never Go Back bukan sebuah kelanjutan yang jauh lebih baik dari pendahulunya, di beberapa bagian it falls a bit short, namun dengan menggunakan formula action klasik yaitu coming and run yang dikombinasikan bersama plot lurus tanpa berisikan banyak kerumitan, mengikuti Reacher berpetualang di sini terasa cukup menyenangkan. Chasing hingga fistfight, mereka kembali hadir di sini bersama dengan berbagai minus klasik dari film action seperti karakter yang unsympathetic serta cerita yang tipis. Berbicara tentang cerita ‘Jack Reacher: Never Go Back’ seperti tidak mencoba memberikan banyak tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Reacher, sutradara dan writer seperti mencoba mengembangkan “dunia” milik Reacher secara low key, mencoba menciptakan hit hanya pada elemen besar.

Sejak berangkat dari sinopsis ‘Jack Reacher: Never Go Back’ mencoba untuk tampak cool not in a cool way, menariknya pada akhirnya ia terasa cukup cool. Terdapat berbagai momen yang mungkin akan terasa absurd seperti adegan di dalam pesawat terbang itu, tapi mereka tidak merusak “appeal” yang film ini coba bangun sejak awal. Kesuksesan terbesar Edward Zwick di sini tentu saja mampu menciptakan kesan segar terhadap pesona yang dimiliki karakter Jack Reacher, energi yang ia tampilkan memang masih terasa sedikit lacking serta tidak terasa meyakinkan tapi aksi flee, flee, and flee yang ia lakukan bersama Turner terasa mengalir dengan baik. Staging yang dimiliki oleh ‘Jack Reacher: Never Go Back’ memang tidak terasa bersih tapi cukup mampu untuk mempertahankan rhythm sehingga cerita tidak terasa stuck dan menjengkelkan. Berbagai kejutan memang terasa terlalu biasa dan basi namun tidak pernah muncul rasa monoton sekalipun itu pada momen yang dipenuhi dengan rasa canggung. 


Ya, canggung, itu satu dari beberapa masalah yang cukup menonjol dari Jack Reacher: Never Go Back. Seperti yang disebutkan tadi ini terasa cool tapi cara yang ia gunakan tidak semuanya cool. Cerita memiliki beberapa momen canggung, di antaranya terasa cringeworthy meskipun tidak terasa mati, baik itu dari hal terkait romance relationship maupun terkait masalah paternity, alasan utama eksistensi karakter Samantha di dalam cerita. Masalah paternity sendiri memberikan dampak positif pada war machines kita dengan membuatnya berada pada mode melindungi Samantha meskipun tidak bersifat full go dan terasa semu. Masalah lain yang dimiliki film ini juga berasal dari cerita yang sejak awal tidak malu menjadi predictable itu, yaitu fokus yang tidak padat, hal tersebut tidak hanya berasal dari Reacher dan dua wanita di sampingnya saja namun juga dari threat yang dilancarkan oleh villain, harus diakui mereka terasa ompong di sini.

Untung saja tiga karakter utama berhasil menciptakan semacam tim yang terasa menarik dan juga menyenangkan untuk diikuti. You can say what you want about Cruise namun ketika berbicara tentang charm and charisma meskipun tanpa six-pack abs this guy still nailed it, he's as charismatic as ever, dari tatapan mata hingga sikap “sombong” yang terasa nakal. Kombinasi yang Cruise ciptakan bersama dengan dua wanita di sampingnya juga terasa menarik, terutama dengan Cobie Smulders. Smulders berhasil membuat Turner menjadi semacam asisten yang tidak hanya membantu Reacher dalam hal teknis saja namun juga menyeimbangkan energi yang tersimpan di dalam cerita. Sementara Danika Yarosh mungkin tidak begitu kuat secara individual namun ketika berkombinasi dengan Cruise ia berhasil menjalankan tugas yang dimiliki oleh Samantha terkait masalah paternity tadi, aksi mencoba tampak “cool” yang ia lakukan beberapa juga terasa cukup oke. 


Overall, Jack Reacher: Never Go Back adalah film yang cukup memuaskan. Tidak memiliki villain yang kuat tidak menghambat upaya film ini untuk mengembangkan pesona dan dunia milik Jack Reacher, berhasil menjaga karisma natural karakter utama yang dikombinasikan bersama beberapa materi klise yang berhasil dikemas secara cukup segar. Plot terasa standar serta fokus dan pace terkadang terasa dingin, Jack Reacher: Never Go Back tidak mencoba untuk tampil beda dari formula action thriller pada umumnya namun berhasil mengolah banalitas tersebut menjadi sebuah old fashioned action thriller rasa picnic dengan durasi 118 menit yang terasa efektif dan enjoyable











0 komentar :

Post a Comment