30 September 2016

Review: Julieta [2016]


Nikmatilah hari demi hari kamu dengan sikap positif seolah kamu akan mati keesokan hari. Mungkin terdengar aneh dan mengerikan tapi jika diperhatikan secara lebih mendalam hal tersebut ada benarnya, itu membuat kita untuk tetap berada di jalur yang benar setiap harinya sehingga segala macam kesalahan yang bersifat merugikan tidak punya kesempatan untuk hadir dan melukai memori di kehidupanmu. Hal tersebut merupakan isi dari film ini, sebuah kisah kelam dari masa lalu “menghantui” yang di tangan auteur asal Spanyol, Pedro Almodóvar mencoba memadukan present dan past, ditampilkan dalam staging yang manis dengan sedikit rasa Hitchcock tentu saja berpadu dengan unique style andalannya, Almodóvariano. It’s an affecting melodrama.

Julieta (Emma Suárez) berencana meninggalkan hiruk-pikuk kota Madrid dan pindah ke Portugal bersama kekasihnya Lorenzo (Darío Grandinetti), namun rencana tersebut berubah ketika Julieta bertemu dengan Beatriz (Michelle Jenner), teman masa kecil dari anak perempuannya Antía (Priscilla Delgado). Berharap untuk dapat bertemu kembali dengan anak perempuannya itu Julieta memilih bertahan di Madrid dan menyewa apartement tempat dahulu ia membesarkan Antia. Julieta memutuskan untuk mengisi jurnal sembari menunggu kabar dari Antia, berkisah tentang kehidupannya selama ini termasuk ketika ia masih muda (Adriana Ugarte) dan bertemu dengan pria bernama Xoan (Daniel Grao).  


‘Julieta’ dibuka dengan sangat vivid, sebuah frame berisikan lipatan gaun berwarna merah yang bersinar dia bawah sinar matahari, seolah menjadi sebuah hati yang secara berirama terus meluas. Itu seperti sebuah “lukisan” pembuka yang kemudian membawa kamu bertemu dengan Julieta lengkap dengan segala “kesedihan” yang ia punya. Pedro Almodóvar mencoba mengeksplorasi rasa sakit di sini dengan tone yang mungkin sedikit berbeda dengan apa yang penonton kenal dari film yang ia sutradarai sebelumnya, I'm So Excited, lebih minim humor dan menekan melodrama meskipun kamu akan tetap bertemu dengan beberapa wit yang oke. Dengan sinopsis yang berdasarkan dari tiga short stories karya Alice Munro film ini menaruh fokus pada gejolak di dalam kehidupan karakter utamanya, dari gairah cinta, kehilangan, dan penyesalan yang berujung pada rasa sakit dengan membawa penonton maju dan mundur menyaksikan Julieta di dua era yang berbeda. 


Julieta sendiri merupakan karakter yang menarik, dia tampak seperti mature woman yang normal tapi ada aura di mana ia tampak memiliki kutukan di dalam hidupnya. Ketika setup termasuk penggunaan atmosfir cerita yang oke itu berhasil dilakukan Almodóvar kemudian melakukan keahliannya dalam “mengurung” karakter bersama masalah dari masa lalu. Julieta masih tersangkut dari jeratan kisah di masa lalunya, kita dibawa untuk mengamati mengapa ia kini menjadi wanita yang tenang namun tampak dipenuhi rasa sakit atau rasa nyeri seperti itu, dari emosi, determinasi, hingga sikap pasrah. Ini sebenarnya kisah yang sederhana tapi Pedro Almodovar bentuk dengan baik sehingga cerita tadi terus terasa convincing hingga akhir, dan tidak hanya itu karena urutan alur yang tampak seperti sebuah psychological thriller dengan sedikit warna dan rasa Hitchcock cara film ini bergerak sering terasa cukup unpredictable, perpaduan past and present yang terintegrasi dengan baik. 


Saya suka staging yang Almodovar tampilkan di sini, tidak hanya sekedar kisah seorang ibu yang sedang mencari anaknya tapi ada semacam sedikit analisa psikologis, seperti trauma dan rasa bersalah. Almodóvar berhasil membuat mereka menjadi sebuah kasus yang menarik untuk diamati, perpaduan antara harapan dan kondisi terjebak oleh masa lalu. Pena dan kertas menjadi media bagi Julieta untuk mengusir “setan” yang selama ini mengganggunya, di sana ia berusaha untuk lepas agar dapat berbicara dengan anaknya yang sudah lama tidak dia temui. Ketika kebenaran terungkap di sana harapan mulai memudar, apakah ia harus menyerah pada godaan atau justru melawan gelombang besar untuk membayar kesalahan yang pernah ia lakukan. Terdengar aneh bukan? Ya, namun hal tersebut ditampilkan oleh Almodóvar ke dalam sebuah staging yang indah, tidak mencoba tampil over-the-top namun menciptakan sebuah manipulasi emosi yang menyenangkan, menjaga kesan realistic lewat camerawork untuk membawa dramatisasi konsisten terasa compelling. 


Walaupun begitu bukan berarti Julieta tidak memiliki kekurangan, contohnya cerita yang mungkin akan terasa klise dan terkadang terkesan terlalu melodramatic sehingga terasa ironic. Untung saja itu tidak merusak keindahan Julieta secara keseluruhan apalagi jika kamu telah terbuai dengan pesona dari karakter Julieta di dua era yang berhasil ditampilkan dengan baik oleh Emma Suárez dan Adriana Ugarte. Emma Suárez berhasil membuat karakter Julieta terasa “hidup” di dalam layar, membuatnya karakternya real enough untuk membuat penonton merasa peduli dengan masalah yang ia hadapi. Sementara itu Adriana Ugarte mendapat keuntungan dari setup yang diciptakan oleh Emma Suárez, dan ia dengan baik menunjukkan bahwa Julieta merupakan wanita yang kuat dan mandiri sejak ia muda dan bergeser setelah peristiwa naas masuk ke dalam hidupnya. Mereka bermain di dua era yang berbeda namun mereka berhasil tampil sebagai sebuah kesatuan yaitu karakter Julieta, dan itu pencapaian yang memikat. 


Tanpa kegilaan yang berlebihan dan murni berisikan gejolak batin seorang wanita yang merindukan sang anak, Pedro Almodóvar berhasil membentuk sebuah melodrama yang manis, deeply moving dengan sesekali menyajikan suspense yang “normal” namun terasa mencengkeram. Ini character study tentang perasaan bersalah, dalam struktur narasi yang kompleks mencoba bercerita tentang kesalahan dan pengampunan lewat sebuah perjuangan dari ibu yang ingin menghapus masa lalu kelam yang pernah ia lakukan. Bukan sebuah drama yang luar biasa dan bahkan perlu melakukan rewatching untuk dapat benar-benar menikmatinya, namun ‘Julieta’ punya affecting power yang besar sehingga ketika melangkah pulang penonton merasa bahwa apa yang baru saja mereka saksikan merupakan sebuah petualangan emosi yang begitu mumpuni. Segmented.











0 komentar :

Post a Comment