11 September 2016

Review: Hell or High Water (2016)



"Little brother, let’s go get that money."

Berbicara tentang isu yang ia miliki heist crime film berjudul ‘Hell or High Water’ ini mungkin tidak akan berbeda dari berbagai drama dengan konflik utama serupa, seperti apa yang akan kamu lakukan untuk keluargamu serta apakah untuk meraih kebahagiaan kamu rela melakukan apapun termasuk merampok bank? Klasik memang tapi thoughtful story seperti tadi berhasil diolah dan dibentuk kembali menjadi sajian yang segar oleh film ini, menggabungkan crime bersama drama, thriller, hingga comedy yang membuatnya terasa seperti film Coen brothers yang tidak disutradarai dan ditulis oleh Coen brothers. From the director of ‘Starred Up’ and the writer of ‘Sicario’, one of the best drama films this year so far, ‘Hell or High Water’. 

Setelah kehilangan sang ibu pria bernama Toby Howard (Chris Pine) juga terancam kehilangan peternakan kepada bankir yang memiki hak jamin terhadap properti milik keluarganya itu. Kondisi mendesak tersebut membuat Toby memutuskan untuk membantu saudaranya Tanner Howard (Ben Foster) merampok bank agar dapat membayar kembali pinjaman tadi. Celakanya mereka harus berhadapan dengan Marcus Hamilton (Jeff Bridges), seorang Texas Rangers yang sebentar lagi akan pensiun dan sedang menyusun sebuah rencana untuk menangkap sebuah rangkaian aksi perampokan yang selama ini menaruh target mereka pada Texas Midland Banks dan hanya mengambil uang tidak lebih besar dari $10,000.  


‘Hell or High Water’ merupakan perpaduan dari dua film terakhir dari dua sosok penting di balik layar, Starred Up yang disutradari oleh David Mackenzie serta Sicario yang ditulis oleh Taylor Sheridan, sajian yang ketat dan mengikat dengan sedikit rasa 'No Country For Old Men' di dalamnya. Tidak ada hal yang benar-benar baru dari materi film ini, dua orang kakak beradik, tindakan kriminal, lalu diburu dua pihak berwajib, terasa simple dan to the point, tapi menariknya materi perpaduan drama dan action-thriller dengan sedikit unsur politik yang familiar itu berhasil menjadi sajian yang terasa begitu segar. Sejak awal hingga akhir, sejak sinopsis yang sederhana itu hingga ketika durasi 102 menit itu berakhir tidak ada momen yang terasa “kering” di dalam film ini, menampilkan dengan baik pesona dari tiap genre yang digunakan tapi juga memberikan penonton something dengan kedalaman yang menarik namun tidak mengganggu aksi bersenang-senang yang karakter lakukan. 


Di sini Taylor Sheridan membuktikan bahwa apa yang ia ciptakan di Sicario itu bukan kebetulan belaka. Petualangan ini punya rasa unik yang sama, Taylor Sheridan kembali menciptakan karakter dengan karakterisasi yang menarik untuk membuat kamu merasa ambigu antara bad guys dan good guys, menciptakan ruang agar kedua sisi tadi punya ruang untuk diisi dengan rasa simpati dari penonton lalu masukkan mereka dalam konflik yang tampil ketat namun tidak mencoba mengumbar “ledakan” berlebihan. Cara cerita membangun suspense terasa sangat oke, materi yang berat dan materi yang ringan berpadu dengan baik, sementara itu penjahat yang memanggil korbannya dengan sir dan ma’am itu bukan satu-satunya “masalah” yang coba dihadirkan cerita. Sekilas cerita tampak klise tapi saya suka cara script menunjukkan “isi” yang terkandung di dalam cerita sama halnya dengan cara ia menjaga kesan suram cerita agar tidak kalah dari berbagai humor yang sukses menghibur itu.


Materi yang mumpuni itu berhasil tampil baik juga berkat cara David Mackenzie menerjemahkan mereka dari tulisan ke dalam visual. Film ini punya suspense yang oke tapi itu bukan satu-satunya pesonanya, hal cantik lain adalah mampu membuat penonton mencoba mengamati apa yang sedang berputar di dalam pikiran karakter, seperti Kate Macer yang bingung di ‘Sicario’. Cara David Mackenzie menampilkan itu sangat oke, tone hitam dan putih cerita seperti saling tarik menarik, dari humanity dan social lalu masukkan humor dan wit, kombinasi mereka terasa oke. Dari hutang hingga kebangkrutan di dalam bisnis, mereka sukses mengunci atensi sebagai masalah utama tapi atmosfir depresif yang ditampilkan oleh ‘Hell or High Water’ tidak terasa begitu berlebihan. Hal itu banyak membuat cerita jadi terasa segar karena alur cerita tidak stabil di sisi gelap saja, kita menemukan banyak arah yang tidak pernah mencoba menjadi “clear” sehingga ketika berjalan bersama suspense kita terus merasa dalam kondisi alert. 


Apa yang dialami oleh Toby dan Tanner sebenarnya sebuah situasi hidup atau mati, mereka berpacu dengan waktu sehingga terdapat urgensi yang oke. Tapi menariknya meskipun terasa pumping tapi pendekatan film ini terasa rileks, ia punya bahaya yang terasa horror tapi terror yang ditampilkan tidak berlebihan. Kualitas unsur komedi film ini juga jadi salah satu kejutan menarik, karena konflik memiliki isi seperti salah satunya tentang kemiskinan jadi sempat muncul kesan ‘The Big Short’ di dalamnya, memiliki materi yang membawa pesan tapi tampil lucu dan di sini plus dengan suspense dari direct crime. Hal tersebut juga dibantu oleh departemen teknis yang juga mampu mencuri perhatian. Visualisasi yang David Mackenzie coba terapkan di sini terasa stylish, cinematography menciptakan atmosfir bleak yang uniknya terasa cantik, score juga tidak kalah oke karena mampu membuat cerita jadi terasa haunting, kesan eerie yang ditampilkan terasa oke. Dan kualitas yang mereka hasilkan tidak sia-sia karena berhasil digunakan dengan baik oleh cast untuk “bergembira” bersama karakter mereka. 


Saya suka empat karakter utama, mereka berada di dua sisi yang berbeda tapi anehnya saya rooting dengan apa yang mereka lakukan. Hasilnya memang jadi ping-pong tapi itu tidak bukan masalah karena sebagai tim mereka berbagi beban ketika menghadirkan kegelisahan yang oke untuk diikuti. Ben Foster berhasil membuat Tanner jadi penjahat yang serius tapi lucu, punya trauma serta heart yang oke dan pesona terbesarnya hadir dari sikap energik yang ia tampilkan. Sementara itu Chris Pine oke sebagai seorang pria yang berada di bawah tekanan, seorang mastermind yang kurang percaya diri tapi punya goal yang membuat penonton mendukungnya. Bintang utamanya adalah Jeff Bridges yang membuat berbagai lapisan milik Hamilton berpadu dengan baik, punya duka, suka menghina, lucu, menjengkelkan, ia membuat Hamilton tampak seperti perpaduan antara Sheriff Ed Tom Bell dan Rooster Cogburn dengan aksi investigasi a ala Sherlock Holmes, dan bersama dengan Gil Birmingham yang juga tampil baik sebagai Alberto Parker mereka menjadi sebuah tim yang begitu menyenangkan untuk diikuti. 


Dari sebuah aksi perampokan lalu berubah menjadi studi karakter yang intim namun juga menghadirkan suspense yang oke bersama dengan berbagai humor yang lucu, ‘Hell or High Water’ merupakan sebuah heist crime film yang begitu menghibur. Ini seperti sebuah permen banyak rasa di mana setiap rasa berhasil mencuri atensi penikmatnya dengan baik, perpaduan heist movie dengan sentuhan road movie yang terasa tajam tanpa menggunakan gema yang berlebihan, dari neo-noir, western, drama, suspense, crime, hingga comedy mereka memiliki urgensi yang mumpuni namun tampil rileks dalam takaran yang pas. Tidak ada hal baru di materi yang mengandung thoughtful story itu tapi mereka dibentuk dengan baik sejak script, pengarahan, elemen teknis hingga kinerja akting sehingga terasa segar dan menyenangkan. Just like Coen brothers movies it’s charming in a unique ways. Segmented.











0 komentar :

Post a Comment