20 August 2016

Review: Viral (2016)


"I can feel it inside of me."

Diproduksi oleh Blumhouse Productions menarik ketika mendapati ‘Viral’ dirilis lewat video on demand. Memang selain beberapa “produk” andalannya yang telah populer film-film dari movie production company yang fokus di genre horror ini kerap terasa seperti trial and error, putar kembali premis klasik bersama budget yang kecil. Apakah treatment yang ia peroleh menandakan ‘Viral’ tidak lebih baik dari film-film lain Blumhouse yang mendapat kesempatan rilis di layar lebar? No, together with ‘Hush’ so far this one is this year not-bad-film from the studio that brought you Paranormal Activity, Insidious, Sinister, The Purge, Oculus, Ouija, The Visit, and Whiplash.

Virus yang bersifat parasit menyerupai cacing bergerak cepat untuk memusnahkan populasi manusia, mereka yang terinfeksi akan berubah menjadi zombie gila dengan kekuatan super. Akibat ibu mereka yang terjebak di dalam kekacauan akibat penyebaran virus tersebut Emma (Sofia Black D'Elia) dan Stacey (Analeigh Tipton) kini harus berjuang sendiri untuk menghindar dari virus tersebut ketika orang-orang di sekitar mereka mulai jatuh sakit, menunjukkan tingkah laku psychotic dan melakukan aksi agresif. 


Ya, dari sinopsis tadi mudah menduga kemana ‘Viral’ akan berjalan selanjutnya, serangan dan bertahan, tapi menariknya formula yang klise itu tidak menghasilkan hiburan yang terasa terlalu buruk di sini. Emma dan Stacey merupakan karakter standard, mereka mencoba dan tidak semuanya berhasil, berada di dalam sebuah “karantina” berisikan rasa cemas yang perlahan semakin membesar. Tapi sutradara Henry Joost dan Ariel Schulman cukup berhasil menjaga perputaran yang dilakukan Emma dan Stacey menjadi aksi survival yang cukup oke, menghadirkan momen intens yang tentu saja jadi senjata utama tapi di sisi lain juga menaruh fokus pada unsur drama. Sama seperti Into the Forest film ini mencoba mengeksplorasi isu sisterhood, memberimu skema lari dan sembunyi karena siapa yang tertangkap akan mati tapi juga memiliki unsur dramatic dengan emosi yang uniknya terasa menarik. 


Itu bagian yang paling mengejutkan dari ‘Viral’ dan tidak saya harapkan sejak awal. Seperti film-film produksi Blumhouse pada umumnya 'Viral' merupakan horor yang tampil dengan formula cheap, materinya juga terasa biasa, tapi hasil akhirnya tidak ternyata tidak terlalu cheap. Meskipun terasa konyol ‘Viral’ tidak terasa menjengkelkan and frustrating, stupidity yang ditampikan masih oke dan skenario “permainan” yang harus dilakukan Emma dan Stacey juga cukup believable, good decisions dan bad decisions yang dilakukan karakter di ruang yang terbatas itu tidak menjadi distraksi yang mengganggu. Hal menarik lainnya ‘Viral’ punya sedikit feel realism, mampu membuat penonton merasa tertarik untuk berjalan bersama karakter. Meskipun power dari virus itu sendiri sesungguhnya kurang kuat tapi mampu dibantu dengan baik oleh relationship drama yang dimiliki cerita yang mempunyai intimitas yang cukup oke. 


Ditunjang dengan kualitas elemen teknis yang tidak menunjukkan kualitas film Direct-to-VOD ‘Viral’ berhasil membuat penonton merasakan tekanan dari pandemic yang mengancam dengan cara yang intens tapi intim. Salah satu bagian terbaik dari ‘Viral’ terletak pada cara karakter membuat cerita terus tumbuh, meskipun tidak semuanya menarik karena kesan cheesy yang juga ia miliki at least cukup mampu untuk terus mendorong karakter dan cerita untuk bergerak. Masalahnya fokus yang terbagi tadi membuat cerita memiliki pacing yang lamban, dapat membuat beberapa penonton kehilangan rasa tertarik apalagi kualitas gore ‘Viral’ juga rendah. Tapi ini tidak terasa “dreadful” buat saya, lambat tapi berhasil mempertahankan antisipasi pada sesuatu yang akan terjadi selanjutnya. Pencapaian itu juga berkat kinerja akting dua pemeran utama, Sofia Black-D’Ella (Project Almanactampil oke sebagai heroine yang bermain dengan emosi dan Analeigh Tipton (Warm Bodies) yang terasa oke dalam mempertahankan unsur dramatis cerita. 


Memadukan horror dengan unsur drama yang terasa sedikit lebih besar tidak membuat ‘Viral’ terasa menjemukan meskipun pace miliknya itu memang terasa lamban. Ini standard, cheesy, tampil dengan hal-hal “konyol” yang dimiliki genre horror, tapi skenario terjebak dan bertahan hidup itu mampu mengalir dengan cukup baik dan tetap terasa cukup menarik hingga akhir. Berisikan aksi survival dengan ditemani kisah tentang sisterhood yang cukup oke, ‘Viral’ merupakan sebuah sajian horror yang cukup menghibur, bermain standard namun mampu selamat dari penyakit klasik horror standard. Oh, last but not least, the jump scare, ‘Viral’ punya jump scare yang oke, predictable but good. Segmented. 










0 komentar :

Post a Comment