30 August 2016

Review: Mechanic: Resurrection (2016)


"I’ve spent my whole life setting up people to die."

Mungkin setelah ‘Transporter’ dan juga ‘Crank’ tidak banyak dari penonton yang menaruh ekspektasi bahwa film di mana Jason Statham menjadi bintang utamanya akan memperoleh sekuel atau kelanjutan, karena pada dasarnya formula mereka sama dan yang dijual oleh mereka juga sama, yaitu pria yang merupakan versi imitasi dari James Bond dan Jason Bourne. Itu yang mengejutkan ketika kabar bahwa ‘The Mechanic’ yang rilis lima tahun lalu dengan prestasi box office yang kurang memuaskan, akan mendapat sekuel. Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang ingin dilakukan oleh Mechanic: Resurrection? It’s a half-baked action flick from an unwanted sequel.

Contract killer bernama Arthur Bishop (Jason Statham) masuk ke dalam sebuah situasi buruk ketika temannya Mae (Michelle Yeoh) mengatakan bahwa Gina Thorne (Jessica Alba) sedang berada dalam bahaya. Arthur bertemu dengan Gina di Thailand dan menaruh rasa suka padanya, oleh sebab itu ketika Gina berada diculik oleh Riah Crain (Sam Hazeldine), rival yang selama ini selalu mengincar Arthur kini ia terpaksa memenuhi tiga permintaan sebagai syarat: Arthur harus melakukan tiga aksi pembunuhan. 


Jujur saja terasa sedikit kesulitan merangkai sinopsis di atas tadi, bukan karena hubungan sebab dan akibat yang rumit serta kompleks tapi sulit untuk membuat mereka agar tampak menarik. Sama seperti film Jason Statham  pada umumnya tidak ada yang salah dengan premis cerita di Mechanic: Resurrection, standar dan tetap punya peluang menjadi kemasan yang menghibur. Yang menarik adalah Mechanic: Resurrection sepertinya sadar bahwa film pertamanya ‘The Mechanic’ sebenarnya tidak punya hal menarik dari segi plot atau cerita, dan yang dilakukan oleh Dennis Gansel serta tim penulis di sini ternyata sama, membuat alur cerita klise dengan banyak vehicle agar Statham dapat melancarkan aksinya. Tentu saja plot atau cerita bukan masalah yang harus terlalu dipusingkan dari sebuah film yang sejak awal memang ingin menjual action dan thrill seperti Mechanic: Resurrection ini tapi dengan syarat dua hal tadi juga ditampilkan dengan baik dan menarik. Sayangnya yang terjadi tidak demikian. 


Dan dampak domino muncul, action dan thrill lesu there's nothing appealing left from Mechanic: Resurrection. Sejak awal salah satu pertanyaan dari Mechanic: Resurrection adalah apa alasan Arthur melanjutkan petualangannya? Alasannya ternyata ada tapi sayangnya tidak menarik. Salah satu hal yang menarik adalah film ini terasa lebih lembut dan sedikit lebih sentimental jika dibandingkan dengan ‘The Mechanic’ tapi sayangnya tidak punya hal menarik yang menjadi alasan, mencoba tampil sedikit emosional Mechanic: Resurrection lebih sering jatuh jadi terasa hampa dan datar. Sementara itu di luar kisah “cinta” yang forced itu celakanya Mechanic: Resurrection juga tidak punya hal menarik lain yang harus ia lakukan. Di konflik tentu saja Arthur masih harus melakukan syarat yang wajib ia penuhi tadi tapi karena sejak awal tidak ada “kejelasan” yang tercipta sejak awal sulit untuk merasa peduli pada keselamatan Gina di dalam cerita, dan dampaknya cukup besar pada aksi yang dilakukan oleh Arthur. 


Meskipun harus tidak mengikutsertakan kualitas cerita di dalam penilaian dan lebih menaruh fokus pada kualitas action dan thrill nilai akhir Mechanic: Resurrection tetap tidak berada di level memuaskan. Too hectic bukan masalah utama walaupun fight scenes mayoritas terasa awful dengan editing yang terasa kasar, masalah utama dari Mechanic: Resurrection selain cerita adalah Dennis Gansel tidak mampu membuat pesona Jason Statham bersinar dengan baik. Hanya pada adegan di kolam renang ia mampu menciptakan suspense yang oke namun selain itu charm yang Arthur punya tidak terasa appealing. Karakter lain juga terasa sedikit sulit untuk di mention secara luas, Jessica Alba hanya menjadi damsel in distress yang minta diselamatkan oleh pahlawan utama cerita sementara itu menyaksikan peran dari world-class actor seperti Tommy Lee Jones di sini terasa menyedihkan. 


Hal positif dari film ini mungkin hanya pada lokasi yang ia gunakan, dari Australia, Brazil, hingga Thailand, mereka terasa menarik. Sejak awal hanya mencoba menjual elemen action dan memberi penontonnya thrill saja, tapi sayangnya usaha tersebut juga berakhir dengan excitement yang terasa kurang nendang. Dan dari sana kita akan bertanya apa penyebabnya? Itu karena di sektor cerita Mechanic: Resurrection tidak punya something yang diolah untuk terasa benar-benar penting dan menarik untuk dilakukan, dari romance terasa forced lalu kerap berusaha untuk tampak “clever” tapi juga terasa forced, ini membuat penonton kembali ke pertanyaan utama tadi: apakah masih ada hal menarik yang Arthur Bishop kembali lakukan? Dares nothing, it’s a half-baked action flick from an unwanted sequel.










0 komentar :

Post a Comment