21 April 2016

Review: Criminal (2016)


"They stuck your husband in my head."

Jika kesuksesan sebuah film hanya ditentukan dari seberapa menarik dan kuat ide cerita maka Criminal akan berada di baris terdepan dan bertarung menjadi yang terbaik. Sayangnya faktor yang menentukan kesuksesan sebuah film ini tidak sesederhana itu, ide menarik harus mampu dieksekusi dengan menarik, jika ia merupakan sebuah film action thriller maka harus mampu menggoda penonton dengan berbagai pukulan yang energik serta menghasilkan sensasi yang "meledak" dan tidak generik. Memiliki banyak pemeran berbakat film ini coba melakukan eksekusi pada ide menarik yang ia miliki, Criminal, when Green Lantern marries Wonder Woman, seperti Face/Off bertemu Bourne dan berisikan lebih dari satu “Nicolas Cage”.

Agent CIA bernama Bill Paus (Ryan Reynolds) sedang menjadi target dari utusan seorang pria bernama Xavier Heimbahl (Jordi Mollà). Bill tahu keberadaan hacker komputer bernama Jan “the Dutchman” Stroop (Michael Pitt), pria yang mengetahui kontrol sistem pertahanan gudang militer USA. Sebagai usaha pertahanan boss CIA, Quaker Wells (Gary Oldman) dengan bantuan Dr. Frank (Tommy Lee Jones) memilih untuk mentransfer memori Bill dan pria bernama Jericho (Kevin Costner) dipilih sebagai kelinci percobaan. Celakanya Jericho merupakan pria sosiopat dan eksperimen tersebut menciptakan masalah baru, salah satunya bagi mantan istri Bill, Jill Pope (Gal Gadot). 



Dari sinopsis sudah tampak menjanjikan Criminal seperti tidak puas untuk membuat penontonnya terus penasaran. Criminal dibuka dengan memberikan impresi bahwa ada sebuah kekacauan yang sedang terjadi di dalam otak karakter utama, ia merasa bingung dan tidak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Hal tersebut secara tidak langsung berhasil menarik penonton untuk mencoba mencari tahu dan mencoba memahami petunjuk hingga emosi yang ada di kepala Jericho. Berhasil, sampai di sini Ariel Vromen (The Iceman) berhasil menjalankan tugasnya, kesan awal yang muncul seperti ingin membuat Criminal menjadi action thriller yang bergerak cepat seperti Bourne. Tapi yang terjadi setelah itu adalah sebuah action thriller yang canggung.



Alih-alih memberikan thrill yang oke Criminal justru menjadi drama yang kebingungan dan kaku. Jika Criminal tidak mencoba menggambarkan cerita dengan cara yang “serius” mungkin apa yang hadir di sini dapat sedikit dimaafkan, tapi setelah mencoba tampak serius Criminal jatuh menjadi campur aduk yang kaku dan kikuk. Ini adalah kekacauan yang besar dari ide-ide yang besar, Ariel Vromen sepertinya bingung pada cara agar template yang klise, materi, dan elemen pendukung dapat bersatu, bagaimana agar setiap masalah di dalam cerita berada di satu garis. Criminal mencoba tampak seperti blockbuster besar tapi eksekusi yang ia tampilkan tidak semuanya ada di level yang benar. Menyaksikan karakter bermain dengan emosi untuk kemudian “meledak” seharusnya menyenangkan, tapi di sini hadir tanpa ketegangan yang menyenangkan.



Jika bicara satu atau dua pukulan dari elemen action dan thriller memang Criminal punya tapi selebihnya tidak memiliki sensasi. Ketegangan yang dimiliki Criminal tidak terbangun dengan baik, cerita dan karakter juga terasa biasa karena dimensi mereka kurang dan pengembangan tidak menarik. Datar, bukan hanya dialog saja yang datar tapi irama cerita juga datar. Sama seperti karakternya yang dipenuhi rasa bingung film ini juga seperti mengalami krisis identitas, kesan horror yang kuat di awal menghilang dan digantikan dengan drama serta aksi kekerasan yang terlalu generik. Lebih menariknya lagi drama sendiri tidak memiliki senjata mematikan untuk membuat penonton menaruh simpati pada karakter. Hal terakhir tadi sangat mengejutkan karena Criminal diisi dengan aktor dan aktris yang punya kemampuan akting yang tidak sembarangan.


Performa cast tidak mampu membantu berbagai kelemahan dari cerita hingga pengarahan. Gary Oldman dan Tommy Lee Jones seperti kesulitan menemukan pijakan yang tepat untuk karakter mereka, sementara peran Ryan Reynolds di sini cukup terbatas meskipun sebuah adegan bersama Gal Gadot membuat saya mengerti mengapa ia mau bergabung. Gal Gadot sendiri kembali berhasil menunjukkan imej femme fatale meskipun usaha mengeksplorasi karakter Jill sayangnya buntu, dan chemistry bersama Costner terasa palsu. Kevin Costner harus berjuang keras untuk dapat membuat Jericho sebagai pria mengerikan di balik kesan lucu yang sesekali ia tampilkan. Tapi karena dualitas hingga akhir saya tidak yakin memperlakukan karakter Jericho seperti apa, apakah ia tokoh yang "berbahaya" atau justru menaruh simpati karena ia pria yang sedang berduka.



Pada akhirnya Criminal layak diberikan label sebagai film action thriller yang berhasil membuat penonton frustasi. Bukan karena misteri karena sekuat apapun performa cast hingga hit yang sesekali muncul dari elemen action dan thriller Criminal terus bergerak turun ketika menuju garis finish. Mengalami krisis identitas, bobot karakter dan cerita yang tidak oke, tidak memanfaatkan dengan baik cast berkualitas, Criminal punya potensi untuk menjadi sajian action thriller menegangkan yang mengganggu penontonnya namun sayangnya ide besar yang diusung justru "mengganggu" Criminal sehingga tidak hanya terkesan manipulatif secara berlebihan saja tapi sebagai sajian action thriller ini juga terasa terlalu biasa. Segmented. 
























Thanks to rory pinem

0 komentar :

Post a Comment