29 March 2015

Review: Spring (2015)


"Are you a vampire, werewolf, zombie, witch or alien?"

Horror, sci-fi, hingga romance, Spring mungkin merupakan hiburan langka dimana kamu dapat menemukan tiga elemen tadi dalam kualitas dan kuantitas yang sama menariknya. Kesan misterius akan membuat kamu terus merasa waspada tapi disisi lain ia akan memberikan kamu sebuah hal yang sulit dilakukan oleh kebanyakan film horror, keintiman yang menyenangkan, hal yang juga membawa kejutan menarik lainnya pada elemen romance yang pada awalnya seperti malu-malu ketika drama masih berbicara namun akan meninggalkan memori yang kuat ketika ia berakhir.

Evan (Lou Taylor Pucci) adalah seorang mantan juru masak yang baru saja kehilangan ibunya yang meninggal dunia, dan kemudian memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Eropa dengan harapan dapat menemukan kembali harapan baru dan segar dalam kehidupannya. Evan menemukan apa yang ia inginkan tersebut ketika bertemu dengan Louise (Nadia Hilker) yang membuatnya bersedia tenggelam lebih jauh dalam waktu instan. Namun seperti kecepatan pada rasa nyaman satu sama lain yang mereka bangu Evan perlahan mulai memperoleh rahasia milik Louise yang dapat memberikan sebuah bahaya besar bagi hidupnya.


Banyak orang menyebut ini seperti film Richard Linklater yang ditambah dengan bumbu horror didalamnya, dan saya tidak dapat memberikan argument yang lebih jauh tentang hal itu karena perumpamaan yang mereka gunakan sangat tepat. Seperti Before Series kamu akan dibawa berjalan-jalan bersama seorang pria yang kemudian bertemu dengan wanita yang membuatnya jatuh cinta. Setelah bertemu mereka masih akan berjalan-jalan dan berbicara tapi jika Linklater membawa kita menelisik lebih dalam tentang hubungan cinta disini Justin Benson dan Aaron Moorhead menambahkan unsur sci-fi skala minor dengan horror yang terus membuat kamu waspada. Ada sesuatu yang kuat dibalik Spring bagaimana ketika kita diajak mengamati rasa kasih sayang dan kebahagiaan yang kemudian berhadapan dengan tragedi yang mengerikan.


Punya sinopsis yang sederhana memang tapi yang membuat Spring terasa memorable adalah seperti yang saya sebutkan diawal tadi ketika kita tidak hanya sebatas mengetahui ada tiga elemen yang digunakan oleh film ini tapi sepanjang film kita terus mengamati apa yang terjadi di tiga bagian tersebut. Cara yang digunakan Justin Benson dan Aaron Moorhead dalam melemparkan tiga hal tersebut secara bersama-sama terasa cerdik dan cermat, mereka sengaja menaruh sesuatu yang tampak tenang sebagai cover hal-hal menakutkan didalamnya, sebuah drama yang tampak standard dibalik cara berjalan yang terasa santai, tapi dengan chemistry yang menarik diantara dua pemeran utamanya mampu memancarkan isu-isu tentang cinta. Ya, tentang cinta, Spring akan meninggalkan kamu dengan sesuatu yang mendalam tentang sebuah relationship.


Tapi meskipun ia memberikan sebuah impact besar yang menjadikan Spring menarik adalah ia melakukan itu dengan struktur yang terasa ringan dan mudah di ikuti. Point paling menarik yang menjadi kunci dari kesuksesan tersebut adalah ia mencengkeram penonton dalam kuantitas yang wajar tapi setelah itu ia terus mempermainkan imajinasi kita. Spring punya fantasi yang gelap namun menarik karena ia seperti menjanjikan sesuatu yang terang di garis akhir jika kita terus mengamatinya. Tidak hanya itu sebenarnya karena sepanjang ia berjalan kita juga diberikan gairah dan emosi yang mumpuni bahkan terhitung kaya dari horror hingga romance, ia mampu menghipnotis kamu dengan kekuatan cinta yang terjadi didalam cerita tapi disisi lain hal yang berhasil menyentuh emosi kita itu ia damping dengan kejutan menyeramkan yang tidak berhenti membuat kita merasa curiga dibalik mondar-mandir dengan percakapan yang mendalam.



Ketika ia berakhir saya merasa bingung harus mengatakan Spring sebagai film jenis apa, ia mengatakan dirinya sebagai horror tapi unsur romance yang ia gunakan juga meninggalkan bekas yang menarik. Dengan irama yang tepat ini merupakan salah satu film yang mampu mengajak penonton kedalam observasi yang menarik tentang cinta, membawa penonton berjalan dengan fantasi dan sensitifitas yang mumpuni, berbicara tentang asmara tapi ia juga punya hal-hal menarik lain yang tidak terduga, intens dan intim ia tampilkan dalam kesan santai yang tidak pernah berhenti menggoda.








0 komentar :

Post a Comment